Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 11)

3 April 2018   07:47 Diperbarui: 3 April 2018   08:24 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 11 - BAO MENGADILI SANG PENCURI, ZHAN ZHAO MENOLONG SEORANG WANITA TUA

Mendengar Zhao Hu telah menangkap Ye Qian-er, Bao segera mengutus empat orang petugas: dua orang untuk menjaga mayat wanita tersebut dan dua orang lain membawa Ye Qian-er ke pengadilan. Kemudian Bao menyuruh Zhao mengganti pakaiannya dan memuji jerih payah Zhao menyelidiki kasus ini. 

Zhao sangat bangga akan hal ini lalu masuk ke kamarnya. Pelayan Zhao telah mempersiapkan air untuk cuci muka dan pakaian ganti untuk tuannya di kamar. Zhao ketika masuk ke kamarnya memberikan pelayannya sepuluh uang perak sambil berkata, "Anak muda, berkat idemu aku bisa berbuat jasa ini." Zhao sangat gembira; setelah membersihkan dirinya ia pun tidur.

Tak lama kemudian para petugas datang membawa Ye Qian-er dalam keadaan terikat. Bao segera membuka sidang pengadilan. Ye Qian-er dibawa ke hadapan pengadilan dan dilepaskan ikatannya. "Siapakah namamu?" tanya Bao, "Mengapa tanpa alasan kamu membunuh orang? Katakanlah."

"Nama hamba Ye Qien-er, di rumah memiliki seorang ibu yang lanjut usia. Karena miskin dan hidup susah, saya menjadi pencuri. Tak disangka saya tertangkap saat pertama kali melakukan pencurian. Mohon Tuan mengampuni hamba," jawab Ye. "Kamu mencuri sudah termasuk pelanggaran hukum, mengapa kamu juga membunuh orang?" "Benar hamba mencuri, tetapi hamba tidak pernah membunuh orang."

Bao menghardik dengan memukul meja satu kali, "Kamu budak kurang ajar! Percuma menanyai kamu baik-baik jika kamu tidak mengaku. Petugas, bawa keluar dan hukum dia dengan dua puluh kali pukulan kayu." Menerima dua puluh pukulan itu meninggalkan luka memar di sekujur tubuh Ye. Ia berkata kepada dirinya sendiri, "Aku Ye Qian-er mengapa begitu tidak beruntung? Terakhir kali juga mengalami hal yang sama seperti kali ini. Benar-benar sial!"

Bao mendengar perkataan ini dan bertanya, "Terakhir kali apakah yang terjadi? Cepat katakan!" Ye mengetahui dirinya sudah keceplosan dan tidak berani mengatakan apa pun. Karena itu Bao memerintahkan, "Tampar dia! Pukul dengan keras!"

Ye dengan ketakutan berkata, "Tuan jangan marah, saya akan mengatakannya. Ini disebabkan oleh tuan tanah Bai Xiong dari desa keluarga Bai. Ketika hari ulang tahunnya, hamba datang memberikan pelayanan demi mendapatkan uang dengan berharap setelah selesai menerima sedikit bonus atau makanan. Ternyata pengurus rumahnya Bai An lebih pelit dan kikir daripada tuannya. Bukan hanya ia tidak memberikan bonus, tetapi juga tidak memberikan saya sedikit pun makanan sisa. Karenanya hamba marah sehingga mencuri di rumahnya pada malam itu."

"Kamu baru saja mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya kamu mencuri, tetapi tampaknya ini adalah kedua kalinya." "Mencuri dari tuan tanah Bai adalah pertama kalinya." "Bagaimanakah kamu mencuri darinya? Katakan," tanya Bao.

Ye bercerita, "Hamba mengingat jalan menuju rumahnya sehingga langsung menyelinap masuk melalui pintu utama dan segera bersembunyi di kamar sebelah timur. Kamar sebelah timur ini ditinggali oleh selir tuan tanah Bai bernama Yurui dan hamba mengetahui di dalam lemarinya terdapat kotak yang berisi banyak barang berharga. Ketika hamba bersembunyi, terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar. Yurui membuka pintu dan masuklah seseorang lalu ia menutup pintu. Hamba dari tempat persembunyian melihat ternyata orang itu adalah pengurus Bai An. Lalu mereka berdua tertawa dengan gembira dan naik ke atas tempat tidur berkelambu. Tak lama kemudian hamba menunggu mereka tertidur kemudian diam-diam membuka lemari dan meraba-raba sebuah kotak kayu kecil yang berat tetapi mudah dibawa. Setelah mengambilnya, saya melompati tembok dan pulang ke rumah. Di atas kotak tersebut terdapat gembok, di sampingnya tergantung sebuah kunci. Hamba begitu gembira tak terkira pada malam itu. Tetapi ketika membuka kotak itu, hamba sangat terkejut karena ternyata isinya sebuah kepala manusia! Kali ini juga hamba menemukan sesosok mayat. Oleh sebab itu hamba mengatakan: 'Terakhir kali juga mengalami hal yang sama seperti kali ini.' Bukankah ini berarti hamba tidak beruntung?"

Bao bertanya, "Kepala dalam kotak itu apakah pria atau wanita? Katakanlah." "Kepala pria." "Apakah kamu menguburkan kepala itu atau melaporkannya kepada petugas yang berwenang?" "Tidak, hamba tidak menguburkannya juga tidak melaporkannya kepada petugas yang berwenang." "Jadi bagaimanakah kamu membuang kepala tersebut?" tanya Bao lagi.

"Hamba memiliki tetangga satu desa yang sudah tua bernama Qiu Feng. Suatu hari ia memergoki hamba mencuri labu miliknya...." "Mencuri labu! Jadi ini adalah ketiga kalinya!" sela Bao.

Ye melanjutkan, "Mencuri labu sesungguhnya adalah pertama kalinya. Kakek Qiu sangat marah padaku lalu mencambukkan dengan keras menggunakan tali basah sehingga meninggalkan luka lebam. Setelah itu baru ia melepaskan hamba. Sejak saat itu hamba sangat membencinya sehingga melemparkan kepala itu ke rumahnya." Bao kemudian membuat dua buah surat perintah dan memerintahkan empat orang petugas: dua orang membawa Bai An dan dua orang membawa Qiu Feng agar keduanya hadir besok di pengadilan, sedangkan Ye Qian-er ditahan di dalam penjara.

Keesokan harinya Bao baru saja akan mandi dan belum membuka pengadilan ketika petugas yang menjaga mayat wanita itu datang melaporkan, "Hamba kemarin malam menjalankan perintah Tuan menjaga mayat tersebut. Tadi pagi hamba memeriksa dan menemukan bahwa ternyata halaman di mana mayat tersebut ditemukan adalah halaman belakang milik tukang daging Zheng, tetapi pintu utamanya terkunci. Maka hamba datang melaporkan hal ini kepada Tuan." Bao menyadari sesuatu dan berkata, "Benar sekali." Lalu petugas itu pun pergi.

Bao segera membuka sidang pengadilan dan memanggil masuk tukang daging Zheng. Ia berseru, "Dasar bajingan! Kamu sendirilah yang melakukan pembunuhan, tetapi masih mengelak dan menuduh orang lain. Kamu tidak tahu tentang kepala wanita itu, tetapi mengapa di halaman belakang rumahmu ditemukan sesosok mayat wanita? Mengakulah!" Para petugas di kedua pun berseru, "Mengakulah! Mengakulah!"

Tukang daging Zheng berpikir pasti mayat wanita itu ditemukan oleh petugas yang dikirimkan untuk menyelidiki ke tokonya dan sejenak terdiam ketakutan bagaikan patung. Beberapa saat kemudian baru ia dapat berkata, "Hamba mengaku. Hari itu pada waktu jaga kelima hamba bangun. Baru saja hamba akan memotong babi, terdengar seseorang mengetuk pintu meminta tolong. Hamba segera membuka pintu membiarkannya masuk. Terdengar juga suara orang yang mengejarnya di luar berkata, 'Karena belum ditemukan juga, besok pagi kita harus mencarinya lagi diam-diam. Dia pasti bersembunyi di suatu tempat.' Setelah berkata demikian, orang itu pun pergi. Setelah orang itu menenangkan diri, ketika hamba menyalakan lentera, ternyata ia adalah seorang wanita muda."

"Waktu itu hamba bertanya mengapa ia melarikan diri di tengah malam. Ia bercerita, 'Namaku Jinniang, aku telah diculik dan dijual ke rumah bordil. Tetapi aku adalah wanita yang berasal dari keluarga terpandang dan tidak menuruti keinginan mucikari. Kemudian putra Gubernur Jiang yang sangat berkuasa dan kaya ingin membeliku sebagai selirnya. Aku berpura-pura menyetujuinya dan menuangkan arak kepadanya untuk mengambil hatinya. Aku memberinya arak sampai ia mabuk lalu melarikan diri.' Hamba melihat wanita itu sangat cantik dan juga memakai perhiasan mutiara dan giok. Muncullah suatu niat jahat. Namun tak disangka wanita itu berteriak dan tidak membiarkanku begitu saja. Hamba mengambil pisau untuk menakut-nakutinya, tetapi tak disangka pisau tersebut mengenai lehernya dan menyebabkan kepalanya terpenggal. Ia pun tewas seketika. Tiada pilihan selain hamba melepaskan pakaiannya dan mengubur mayatnya di halaman belakang."

"Namun ketika hamba sedang mengambil jepit rambut dan perhiasan dari kepala tersebut, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan mengatakan ingin membeli kepala babi. Hamba segera memadamkan lentera. Kemudian hamba berpikir kenapa tidak membungkus kepala itu dan membuat orang tersebut membuangnya untukku? Hamba benar-benar kebingungan dan panik, tanpa berpikir panjang langsung membungkus kepala tersebut dengan kain celemek lalu menyalakan lentera. Hamba membuka pintu lalu memanggil kembali orang itu yang ternyata adalah tuan muda Han. Sangat kebetulan sekali ia tidak membawa wadah sehingga hamba langsung menyerahkan kepala manusia yang dibungkus kain itu kepadanya. Setelah ia pergi, hamba merasa menyesal. Masalah ini bagaimana mungkin menyuruh orang lain yang membuangnya? Pasti akan menimbulkan kehebohan. Jika ia membuang kepala itu, maka tidak akan ada masalah. Jika muncul masalah, hamba berpikir akan menyangkal semuanya. Tak disangka Tuan dapat memecahkannya dan menemukan mayat tersebut. Kasihanilah hamba yang tidak sengaja telah membunuh orang! Pakaian dan barang-barang wanita itu sama sekali belum hamba sentuh. Hamba benar-benar mendapatkan ketidakadilan!"

Karena sang tukang daging telah mengaku, Bao pun menyuruhnya menandatangani surat pengakuan. Kemudian seorang petugas datang melaporkan bahwa Qiu Feng telah datang. Bao memerintahkannya dibawa masuk ke ruang sidang dan menanyakan mengapa ia diam-diam menguburkan kepala pria tersebut.

Qiu Feng tidak berani berbohong dan berkata, "Malam itu hamba mendengar ada suara seperti benda jatuh di luar dan khawatir itu adalah orang yang ingin mencuri. Ketika hamba keluar rumah untuk memeriksanya, ternyata itu adalah sebuah kepala manusia. Hamba sangat ketakutan dan menyuruh pekerja Liu San menguburkan kepala itu. Tak disangka Liu San tidak mau jika tidak diberikan seratus uang perak. Hamba mau tidak mau memberikannya lima puluh uang perak, barulah ia pergi menguburkannya."

"Di manakah kepala itu dikuburkan?" tanya Bao. "Tanyakanlah kepada Liu San," jawab Qiu Feng. "Di manakah Liu San sekarang?" "Di rumah hamba."

Bao pun memerintahkan pejabat kabupaten bersama para petugas membawa kakek Qiu untuk mencari Liu San dan menemukan di mana kepala pria tersebut dikuburkan. Setelah pejabat itu pergi, petugas masuk melaporkan bahwa Bai An telah tiba. Bao pun memerintahkan Bai An dibawa masuk. Ia adalah seorang pemuda gagah yang memakai pakaian yang menawan.

"Apakah benar kamu adalah Bai An, pengurus rumah Bai Xiong?" tanya Bao. "Benar." "Bagaimanakah tuanmu memperlakukanmu?" "Tuan hamba memperlakukan hamba seperti saudara kandung sendiri. Hamba benar-benar sangat berterima kasih padanya," jawab Bai An.

Bao pun memukul mejanya satu kali dan berseru, "Kamu anjing bejat! Jika demikian, mengapa kamu berselingkuh dengan selir tuanmu? Katakan!" Dengan ketakutan Bai An menjawab, "Hamba mematuhi aturan dan menaati hukum, tidak pernah melakukan hal demikian."

"Bawa masuk Ye Qian-er," perintah Bao. Ye Qian-er masuk ruang sidang dan melihat Bai An sambil berkata, "Paman tidak perlu mengelak lagi. Aku telah mengetahui bahwa paman malam itu masuk ke dalam kamar Yurui dan tidur bersamanya. Saat itu aku sedang bersembunyi di dalam kamar itu juga. Setelah kalian tertidur, aku membuka lemari dan mengambil kotak kayu di dalamnya. Aku menyangka isinya adalah uang, tetapi ternyata sebuah kepala manusia. Tidak apa-apa paman mengatakan bahwa kalian pelayan dan majikan telah melakukan hal tersebut. Lebih baik paman mengakuinya. Bahkan jika paman tidak mau mengakuinya, ini juga tidak dapat membantu paman."

Bai An tidak dapat berkata apa-apa, mukanya terlihat pucat. "Kepala siapakah itu? Katakanlah yang sebenarnya!" desak Bao. Bai An maju ke depan sambil merangkak dan berkata, "Hamba mengaku. Itu adalah kepala sepupu tuan hamba bernama Li Keming. Ketika tuan hamba masih miskin, ia meminjam uang dari sepupunya sebesar lima ratus uang perak, tetapi tidak pernah mengembalikannya. Suatu hari Li Keming datang ke rumah tuan tanah kami untuk berkunjung dan menagih pinjaman lama tersebut. Tuan saya menjamunya dengan makanan dan arak. Siapa sangka di bawah pengaruh arak Li Keming mengatakan bahwa di jalan ia bertemu dengan seorang bhiksu gila bernama Tao Rangong. Bhiksu itu mengatakan bahwa wajahnya ada tanda-tanda ketidakberuntungan lalu memberikannya sebuah bantal 'dewa pengelana' dan menyuruhnya menyerahkannya kepada Dewa Bintang. Ia tidak mengetahui siapakah Dewa Bintang dan bertanya kepada tuan hamba yang juga tidak mengetahuinya. Tuan saya ingin meminjam bantal tersebut untuk melihatnya. Li mengatakan di dalam bantal itu terdapat istana giok dengan taman surgawi yang sangat mengagumkan dan jarang ditemukan di dunia ini. Tuan saya sangat menginginkan bantal ajaib tersebut; selain itu, ia juga bermaksud mengelak dari membayar hutang lima ratus uang perak itu. Maka ia pun membunuh sepupunya dan menyuruh saya menguburkannya di dalam gudang penyimpanan barang."

Bai An melanjutkan, "Saya berpikir bahwa selama ini saya memiliki hubungan gelap dengan Yurui, bagaimanakah jika ketahuan oleh tuan? Lalu saya memotong kepala mayat tersebut dan merendamnya dalam larutan air raksa kemudian menyimpannya di dalam lemari Yurui. Jika hubungan gelap kami ketahuan oleh tuan, saya dapat memanfaatkannya. Tak disangka kepala tersebut dicuri oleh Ye Qian-er dan menyebabkan kehebohan ini." Setelah berkata demikian, ia bersujud sampai kepalanya menyentuh lantai.

"Di manakah ruangan tempat mayat tersebut dikuburkan?" tanya Bao. "Setelah menguburkannya di sana, tempat itu menjadi angker. Oleh sebab itu, saya membangunnya menjadi tiga kamar yang terpisah dan memberinya pintu lalu menyewakannya kepada Han Ruilong," jawab Bai An. Mendengar hal ini, Bao akhirnya mengerti lalu menyuruh Bai An menandatangani pengakuan dan membuat surat perintah untuk menghadirkan Bai Xiong di pengadilan.

Pada saat itu pejabat kabupaten datang melaporkan, "Saya membawa Qiu Feng untuk mencari Liu San lalu langsung menggali kuburan kepala tersebut di samping sebuah sumur. Setelah Liu San menunjukkan tempatnya, ternyata kami menemukan sesosok mayat pria di sana. Setelah kami memeriksanya, di dahinya terdapat luka akibat perkakas besi. Ketika ditanyakan kepada Liu San, ia berkata, 'Kalian telah menggali di tempat yang salah, di sebelah sini sebenarnya kepala pria itu dikuburkan.' Ketika menggali di tempat itu, ditemukan sebuah kepala pria yang direndam dalam larutan air raksa. Saya tidak berani bertindak sendiri sehingga membawa Liu San dan orang-orang sebagai saksi ke pengadilan." Bao sangat senang mendengarnya karena kali ini sang pejabat lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya, tidak seperti sebelumnya, lalu ia berkata, "Sungguh merepotkan anda, beristirahatlah dulu."

Kemudian Bao memanggil masuk Liu San dan bertanya, "Dari manakah mayat pria di samping sumur itu? Katakan!" Para petugas di kedua sisi berseru, "Cepat katakanlah!" Liu San segera bersujud dan berkata, "Tuan jangan marah, hamba akan mengatakannya. Mayat tersebut tak lain adalah adik sepupu hamba bernama Liu Shi. Setelah hamba mendapatkan lima puluh uang perak dari majikan hamba dan membawa kepala itu untuk dikuburkan, siapa sangka Liu Shi mengikuti hamba di belakang dan berkata, 'Diam-diam menguburkan kepala orang, kejahatan apakah yang kamu lakukan?' Ketika saya menawarkan sepuluh uang perak, ia tidak menerimanya; ketika menawarkan separuh uang yang kudapatkan, ia juga tidak mau. Hamba bertanya, 'Berapakah yang kamu inginkan?' 'Empat puluh lima uang perak,' jawabnya. Hamba berpikir sejenak, dari lima puluh uang perak, berarti hamba hanya mendapatkan lima uang perak. Maka hamba menahan kesal dan berpura-pura menyetujuinya. Lalu hamba memintanya membantu menggali lubang yang dalam. Ketika ia sedang membungkukkan badan menyekop tanah, saya memukulnya dengan sekop dengan memanfaatkan cahaya matahari sehingga ia tidak melihatku. Setelah menguburkan mayatnya, hamba menggali sebuah lubang lagi untuk menguburkan kepala tersebut. Tak disangka hari ini hamba menerima akibatnya." Kemudian ia bersujud berulang kali. Bao pun menyuruhnya menandatangani pengakuan kemudian ia dibawa pergi.

Saat itu Bai Xiong tiba di pengadilan. Pengakuannya tidak berbeda dengan pengakuan Bai An. Ia juga menyerahkan bantal "dewa pengelana" kepada Bao yang kemudian menyuruh Bao Xing menyimpannya baik-baik. Lalu Bao memberikan keputusannya: Tukang daging Zheng terbukti bersalah membunuh Jinniang; Bai Xiong terbukti bersalah membunuh Li Keming; Liu San terbukti bersalah membunuh Liu Shi; ketiganya dihukum penggal. Bai An, karena mengkhianati atasannya, dihukum gantung. Ye Qian-er dihukum kerja paksa selama sepuluh tahun di perbatasan. Kakek Qiu, karena diam-diam mengubur kepala orang dan menyogok orang lain untuk menghindari hukuman, dihukum penjara. Yurui dijual sebagai budak. Han Ruilong, karena tidak menuruti nasihat ibunya dan serakah menginginkan harta sehingga menimbulkan masalah, seharusnya dihukum. Namun, karena usianya masih muda, ia dibebaskan dan diwajibkan merawat ibunya yang menjanda dan mengabdikan dirinya dalam pelajaran. Nyonya Han yang telah membesarkan anaknya dan mengajarinya, ketika melihat harta dapat berpikir jernih, mengajarkan anaknya melakukan sesuatu yang benar, oleh sebab itu dihadiahkan dua puluh uang perak yang akan dibayarkan oleh pejabat kabupaten. Sang pejabat seharusnya dipecat karena kelalaiannya sebelumnya, tetapi karena ia bekerja keras dan rajin serta lebih berhati-hati, maka ia tetap menjabat seperti sebelumnya.

Karena berhasil memecahkan kasus yang rumit ini, reputasi Bao pun menyebar luas. Setelah beristirahat satu hari di kota Sanxing, Bao kembali melanjutkan perjalanan ke Chenzhou.

Sementara itu Zhan Zhao, Pendekar Selatan dari desa Yujie di kabupaten Wujin, prefektur Changzhou, setelah berpisah dengan Bao di Bukit Tu Long, berkelana sendiri mengunjungi berbagai gunung yang terkenal dan tempat-tempat bersejarah serta menikmati waktu luang dengan bersenang-senang di mana pun tempat yang ia kunjungi. Suatu hari ia pulang ke rumahnya melihat ibunya yang sudah tua namun sangat baik kondisinya karena pengurus rumah mereka Zhan Zhong mengurus pekerjaan rumah dengan baik sehingga sang majikan tidak perlu mengurus segala sesuatunya lagi. Zhan Zhong adalah seorang yang jujur dan lurus serta sering menegur Zhan Zhao. Sang tuan muda menghormatinya sebagai seorang pelayan baik yang telah berumur sehingga tidak mempermasalahkan hal tersebut. Zhan sangat berbakti kepada ibunya dengan memperhatikan dan merawatnya siang malam.

Suatu hari sang ibu merasakan sakit di dalam dadanya. Zhan segera memanggil tabib yang kebingungan dengan penyakit tersebut. Siang malam ia selalu melayani ibunya di samping tempat tidurnya dan tidak berharap di usianya yang matang, ibunya jatuh sakit. Namun obat yang diberikan tidak memulihkan kondisinya dan ibunya pun meninggal dunia. Zhan meratap dengan keras memprotes kepada langit dan bumi. Semua persiapan pemakaman telah diatur oleh sang pelayan tua Zhan Zhong. Setelah memakamkan ibunya dengan layak, Zhan menjalani masa berkabung di rumah.

Setelah masa berkabung selama seratus hari, Zhan Zhao yang adalah seorang pendekar berjiwa ksatria merasa tidak mungkin ia berdiam diri di rumah saja. Setelah menyerahkan segala sesuatunya kepada Zhan Zhong, ia berkelana sendiri ke berbagai tempat menikmati keindahan alam. Jika bertemu dengan ketidakadilan, ia akan membantu mereka yang mengalami kesulitan tersebut. Suatu hari ia berpapasan dengan serombongan pengungsi laki-laki dan perempuan yang berjalan bersama sambil menangis dan meratap. Betapa suatu pemandangan yang sangat memilukan hati! Zhan pun membagikan uangnya kepada setiap orang pengungsi tersebut dan bertanya dari mana mereka berasal.

Mereka menjawab, "Tuan lebih baik tidak menanyakannya. Kami adalah para penduduk Chenzhou yang mengalami bencana kelaparan. Putra Guru Besar Pang bernama Pang Yu, bangsawan An Le, menerima perintah kaisar membagikan bantuan bagi korban bencana di Chenzhou untuk menyelamatkan rakyat. Tetapi ia dengan mengandalkan kekuasaan ayahnya, tidak hanya tidak membagikan bantuan tersebut, namun juga membawa paksa para pemuda untuk membangun sebuah taman di mana ia menculik para wanita; yang cantik dijadikan sebagai selirnya dan yang tidak menarik dijadikan pelayan. Ini menyebabkan kami orang-orang miskin tidak bisa menjalani kehidupan kami. Penderitaan ini bahkan lebih menyedihkan daripada kematian sekali pun, bagaimana kami dapat menanggungnya! Oleh sebab itu, dengan sisa napas ini kami menyelamatkan diri dari ancaman sang bangsawan dan mengharapkan kehidupan yang lebih baik di tempat lain." Setelah berkata demikian, mereka berjalan sambil meratap keras.

Mendengar hal ini, semangat kepahlawan Zhan muncul; ia berpikir, "Aku tidak memiliki hal lain untuk dikerjakan, bagaimana jika aku pergi ke Chenzhou untuk melihat kondisi ini." Ia pun berjalan ke arah Chenzhou.

Dalam perjalanan ia melihat seorang wanita tengah duduk di samping sebuah makam sambil menangis. Sungguh suatu pemandangan yang menyedihkan! "Wanita setua itu memiliki masalah apakah sehingga menangis begitu getirnya? Ini sungguh aneh," pikir Zhan. Ia bermaksud mendekatinya, tetapi khawatir kedekatan pria dan wanita ini akan menimbulkan kecurigaan orang-orang. Kebetulan terdapat selembar kertas sembahyang tergeletak di atas tanah lalu Zhan memungutnya sebagai alasan untuk mendekati wanita tua itu. Ia mendekati wanita itu dan berkata, "Ibu jangan menangis lagi, ini ada kertas sembahyang yang belum dibakar." Wanita tua tersebut pun berhenti menangis dan mengambil kertas itu lalu membakarnya dalam tumpukan kertas sembahyang yang terbakar.

Zhan membuka percakapan dengan bertanya, "Siapakah nama ibu? Mengapa menangis di sini sendirian?" "Dulunya kami adalah sebuah keluarga yang baik-baik saja, sekarang karena suatu masalah tinggallah aku seorang. Bagaimana aku tidak menangis?" jawab sang ibu seraya menitikkan air mata. "Apakah seluruh keluarga ibu mendapatkan bencana?" "Jika semuanya meninggal, aku pasti akan memasrahkannya. Tetapi ini situasi yang bukan mati juga bukan hidup, karenanya aku bersedih." Kemudian ibu itu kembali menangis dengan keras.

Zhan kebingungan dengan perkataan wanita tua tersebut lalu bertanya, "Jika ibu memiliki masalah yang begitu pelik, mengapa tidak mengatakannya kepadaku?" Akhirnya ibu itu mengusap air matanya dan melihat bahwa Zhan berpakaian seperti seorang pendekar ksatria dan tidak seperti orang jahat lalu berkata, "Aku bermarga Yang, istri dari Tian Zhong." Sambil menangis terisak-isak ia menceritakan bagaimana tuannya Tian Qiyuan bersama istrinya mendapatkan bencana dan melanjutkan, "Suamiku Tian Zhong pergi ke ibukota untuk melaporkan ketidakadilan ini, tetapi sampai saat ini tidak ada kabar berita darinya. Sekarang tuan muda sedang menderita di penjara dan aku tidak bisa mengirimnya makanan."

 Mendengar hal ini, pendekar Zhan merasa sedih sekaligus marah dan berkata, "Ibu tidak perlu menangis lagi. Aku dan Tian Qiyuan adalah teman baik. Karena sedang bepergian jauh dari rumah, aku tidak mengetahui ia mendapatkan masalah ini. Karena ibu sedang mengalami kesulitan, aku memiliki sepuluh uang perak ini. Ambil dan gunakanlah." Setelah memberikan uang tersebut, ia pergi menuju taman milik putra mertua kaisar tersebut.

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun