Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemenangan Tim Futsal MTsN 1 Bandar Lampung

13 Agustus 2025   11:22 Diperbarui: 13 Agustus 2025   10:40 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gemini Generated Image

Ahmad Khoyis Alkadavi, seorang siswa kelas 9E, duduk di bangku paling belakang perpustakaan madrasah. Tangan kanannya menggenggam erat sebuah pena, sementara mata kirinya menatap kosong ke lembaran kertas di hadapannya. Hari itu, ia mendapatkan tugas dari program literasi madrasah untuk menulis sebuah cerita. Pikirannya melayang pada kenangan manis beberapa bulan lalu, sebuah kisah yang layak ia abadikan dalam tulisan.

"Futsal," gumamnya pelan. Itu adalah kata kunci dari cerita yang ingin ia tulis.
Ahmad Khoyis mulai menggoreskan pena, merangkai kalimat demi kalimat, seolah menghidupkan kembali setiap momen di lapangan. Ia menuliskan tentang bagaimana timnya, yang berisi teman-teman terbaiknya di sekolah, mempersiapkan diri untuk turnamen bergengsi: Rumgip 3.0. Turnamen itu bukan sekadar pertandingan biasa, melainkan ajang pembuktian bagi tim futsal sekolah mereka.
Ananda Juliansyah, teman sekelas sekaligus rekan satu timnya, juga sedang sibuk dengan tugas yang sama. Ananda memiliki cara bercerita yang lebih lugas dan langsung. Ia memulai ceritanya dengan definisi futsal, "Futsal adalah permainan bola kaki yang dimainkan 5 orang." Baginya, esensi permainan ini begitu sederhana, namun di dalamnya tersimpan semangat dan perjuangan yang luar biasa.

Ananda Juliansyah menceritakan bagaimana mereka, tim futsal dari MTsN 1 Bandar Lampung, bertanding pada tanggal 23 Juli 2025 di Mini Sport Center UIN Raden Intan Lampung. Tempat itu dipenuhi oleh sorak-sorai penonton dari berbagai sekolah di Bandar Lampung yang turut serta dalam perlombaan. Udara di dalam GOR terasa panas, namun semangat mereka jauh lebih membara. Setiap tendangan, umpan, dan penyelamatan adalah hasil dari latihan keras dan kerja sama tim yang solid.

Ahmad Khoyis, dalam ceritanya, lebih fokus pada perasaan. Ia menggambarkan ketegangan di setiap pertandingan, keringat yang menetes di dahi, dan detak jantung yang berpacu kencang. Ia mengenang bagaimana mereka berjuang melewati babak penyisihan, menantang tim-tim kuat yang tak bisa diremehkan. Ada kekalahan yang membuat mereka terpuruk, namun ada juga kemenangan yang membangkitkan semangat.

"Kami tidak pernah menyerah," tulis Ahmad Khoyis. "Setiap kali kami jatuh, kami saling menyemangati. Kami tahu, kami tidak bermain untuk diri sendiri, tapi untuk nama baik sekolah dan kebanggaan tim."

Puncak dari cerita Ahmad Khoyis adalah saat mereka berhasil mencapai babak semi-final. Meskipun harus menghadapi lawan yang tangguh, mereka bermain dengan sepenuh hati. Hasil akhir memang tidak membawa mereka ke final, namun mereka berhasil mengamankan posisi juara 3. Sebuah pencapaian yang luar biasa dan sangat membanggakan.

Ananda Juliansyah juga menceritakan momen kemenangan itu dengan penuh suka cita. "Disana yang lomba futsal banyak sekali dari sekolah-sekolah di Bandar Lampung dan memenangkan juara 3," tulisnya. "Lalu mereka senang sekali, alhamdulilah." Kata "alhamdulilah" itu terasa begitu tulus, mewakili rasa syukur yang mendalam atas kerja keras dan keberhasilan yang telah mereka raih.

Setelah turnamen selesai, tim mereka pulang dengan bangga, membawa pulang sebuah piala yang berkilauan. Piala itu bukan sekadar trofi, melainkan simbol dari kerja keras, kebersamaan, dan semangat juang yang tak pernah padam. Momen itu menjadi salah satu kenangan terindah selama mereka berada di madrasah.

Di akhir ceritanya, Ananda Juliansyah menutup dengan kalimat sederhana, "Sekian dari Tarman." Tarman adalah nama panggilannya, sebuah identitas yang ia pakai untuk mewakili kisahnya. Sementara itu, Ahmad Khoyis mengakhiri ceritanya dengan kalimat yang lebih puitis, "Kemenangan ini bukan hanya milik kami, tapi milik semua yang percaya bahwa dengan tekad, keringat, dan doa, setiap impian bisa menjadi nyata."

Kedua cerita itu, meskipun berbeda cara penyampaiannya, memiliki inti yang sama: kebanggaan, kerja sama tim, dan rasa syukur. Melalui program literasi madrasah, mereka tidak hanya menulis cerita, tetapi juga menghidupkan kembali kenangan berharga yang akan selalu mereka kenang. Kisah futsal ini menjadi saksi bisu dari persahabatan dan perjuangan mereka, sebuah cerita yang akan selalu diceritakan oleh siswa-siswa kelas 9E.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun