Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Zona Integritas: Bukan Sekedar Aplikasi

27 Juni 2025   09:06 Diperbarui: 27 Juni 2025   09:06 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Husen duduk di sudut ruang rapat, tatapannya kosong, menatap dinding putih di depannya. Di sampingnya, Yani dengan cermat mencatat setiap poin yang disampaikan narasumber webinar tentang Zona Integritas (ZI).

"Ingat Bapak Ibu, inovasi bukan cuma soal aplikasi," suara narasumber dari laptop di depan mereka menggema. "Banyak dari kita berpikir, 'Kalau tidak punya anggaran untuk bikin aplikasi baru, ya tidak bisa berinovasi.' Itu keliru besar!"

Yani mengangguk setuju. Ia melirik Husen yang masih tampak lesu.

"Sen, kenapa kamu murung begitu?" bisik Yani.

Husen menghela napas. "Kamu dengar sendiri kan, Yan? Zona Integritas itu butuh inovasi. Sementara kita, untuk sekadar beli printer baru saja harus menunggu anggaran tahun depan. Mana bisa kita bikin aplikasi canggih seperti yang mereka bilang itu?"

"Tapi narasumbernya bilang inovasi itu tidak harus aplikasi, Sen," sahut Yani, mencoba meyakinkan. "Bisa dalam bentuk kegiatan atau program."

"Ah, itu hanya teori," jawab Husen, skeptis. "Semua orang tahu aplikasi itu yang paling kelihatan, yang paling 'wah'. Kalau cuma program kegiatan, rasanya kurang greget."

Yani tersenyum kecil. "Kamu ingat cerita Man 2 Jakarta Timur yang tahun lalu dapat predikat WBK? Mereka bukan bikin aplikasi kok, Sen."

Husen mengangkat alisnya, penasaran. "Memang mereka bikin apa?"

"Mereka punya program yang memfasilitasi siswa untuk persiapan masuk perguruan tinggi," jelas Yani. "Mereka sediakan kelas intensif, dan guru-guru dijadikan konsultan. Jadi, kalau ada siswa yang bingung mau kuliah di mana, gurunya siap mendengarkan. 'Nak, kalau nilai kamu begini, kamu cocoknya masuk jurusan ini. Tapi kalau kamu mau ke kampus impianmu, kamu harus kerja lebih keras lagi.' Begitu."

Mendengar itu, Husen terdiam. Ia mulai membayangkan guru-guru di sekolah mereka yang punya banyak pengalaman dan pengetahuan. Ia melihat Yani, yang punya bakat luar biasa dalam mendengarkan keluh kesah orang lain. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya, bagai lampu yang menyala di kegelapan.

"Jadi, gurunya tidak hanya mengajar di kelas, tapi juga jadi tempat curhat dan konsultan?" tanya Husen, matanya berbinar.

"Betul sekali," jawab Yani, senang melihat perubahan ekspresi Husen. "Ini kan menguntungkan semua pihak. Siswa terbantu, guru merasa dihargai perannya, dan yang paling penting, kita tidak perlu keluar uang banyak untuk membangun program ini. Hanya butuh komitmen dan niat baik."

Husen merenung sejenak, lalu tersenyum lebar. "Kamu benar, Yan. Kita selama ini terlalu terpaku pada 'inovasi mahal' sampai lupa bahwa inovasi terbaik seringkali adalah yang paling sederhana dan paling dibutuhkan."

Setelah webinar selesai, Husen dan Yani langsung bergegas menemui Kepala Sekolah. Mereka mempresentasikan ide mereka: "Kelas Konsultasi Karier dan Perguruan Tinggi". Program ini akan memanfaatkan waktu luang guru untuk membimbing siswa secara intensif, membantu mereka memilih jalur pendidikan yang tepat.

Ide mereka disambut hangat. Dengan persiapan matang, program tersebut diluncurkan. Guru-guru bersemangat berbagi pengalaman, dan siswa-siswa antusias mendapatkan bimbingan personal. Perlahan, program ini menjadi kebanggaan sekolah, meningkatkan kepercayaan diri siswa dan juga kualitas pelayanan pendidikan.

"Tuh kan, Sen," kata Yani suatu hari, sambil menyaksikan seorang guru sedang serius berbicara dengan seorang siswa di ruang konseling. "Inovasi kita tidak perlu aplikasi. Inovasi kita adalah hati, waktu, dan kepedulian. Dan itu lebih berharga dari aplikasi manapun."

Husen mengangguk, hatinya penuh rasa syukur. Ia sadar, Zona Integritas bukanlah tentang seberapa canggih teknologi yang dimiliki, melainkan tentang seberapa besar komitmen untuk melayani dengan tulus. Dan itu, bisa dimulai dengan hal paling sederhana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun