"Jadi, gurunya tidak hanya mengajar di kelas, tapi juga jadi tempat curhat dan konsultan?" tanya Husen, matanya berbinar.
"Betul sekali," jawab Yani, senang melihat perubahan ekspresi Husen. "Ini kan menguntungkan semua pihak. Siswa terbantu, guru merasa dihargai perannya, dan yang paling penting, kita tidak perlu keluar uang banyak untuk membangun program ini. Hanya butuh komitmen dan niat baik."
Husen merenung sejenak, lalu tersenyum lebar. "Kamu benar, Yan. Kita selama ini terlalu terpaku pada 'inovasi mahal' sampai lupa bahwa inovasi terbaik seringkali adalah yang paling sederhana dan paling dibutuhkan."
Setelah webinar selesai, Husen dan Yani langsung bergegas menemui Kepala Sekolah. Mereka mempresentasikan ide mereka: "Kelas Konsultasi Karier dan Perguruan Tinggi". Program ini akan memanfaatkan waktu luang guru untuk membimbing siswa secara intensif, membantu mereka memilih jalur pendidikan yang tepat.
Ide mereka disambut hangat. Dengan persiapan matang, program tersebut diluncurkan. Guru-guru bersemangat berbagi pengalaman, dan siswa-siswa antusias mendapatkan bimbingan personal. Perlahan, program ini menjadi kebanggaan sekolah, meningkatkan kepercayaan diri siswa dan juga kualitas pelayanan pendidikan.
"Tuh kan, Sen," kata Yani suatu hari, sambil menyaksikan seorang guru sedang serius berbicara dengan seorang siswa di ruang konseling. "Inovasi kita tidak perlu aplikasi. Inovasi kita adalah hati, waktu, dan kepedulian. Dan itu lebih berharga dari aplikasi manapun."
Husen mengangguk, hatinya penuh rasa syukur. Ia sadar, Zona Integritas bukanlah tentang seberapa canggih teknologi yang dimiliki, melainkan tentang seberapa besar komitmen untuk melayani dengan tulus. Dan itu, bisa dimulai dengan hal paling sederhana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI