Mohon tunggu...
Muhammad Quranul Kariem
Muhammad Quranul Kariem Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri

Dosen | Penulis, Pengamat, dan Analis Politik & Pemerintahan | Koordinator Politics and Public Policy Institute | Alumni Program Magister, Jusuf Kalla School of Government

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Analisis Pembatasan Masa Jabatan Presiden Republik Indonesia

5 Maret 2019   18:48 Diperbarui: 5 Maret 2019   18:51 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini lah yang sesungguhnya menjadi sebuah persoalan yang sangat subtansial, mengingat penulis telah uraikan diatas bahwa Republik Indonesia menggunakan sistem pemerintahan presidensil yang memberikan peran yang sangat sentral kepada Presiden dalam pemerintahan. 

Potensi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) sangat rentan terjadi karena kekuasaan yang begitu luar biasa diberikan oleh konstitusi kita pada posisi Presiden.

Pengalaman yang telah terjadi pada saat pemilihan presiden pada tahun 2009, terdapat tiga calon presiden yang berkompetisi, dimana salah satunya merupakan incumbent.

 Hasil pemilihan presiden tahun 2009 sangat mengejutkan, dimana incumbent berhasil meraih 73.847.562 suara atau sekitar 60,80% dan menjadi pemenang tanpa mengikuti putaran kedua (detik.com, 2014). Dominasi kemenangan incumbent merupakan bukti bahwa sistem presidensil memang membawa potensi abuse of power dalam kontestasi politik.

Realitas bahwa sistem politik kita masih berbiaya tinggi (high cost politics) membuat setiap penantang incumbent harus mengeluarkan 'ongkos' yang tidak sedikit dalam rangka menjalankan demokrasi di Indonesia. Misalnya saja pada Pemilu 2019 ini, Tim Bendahara BPN Prabowo -- Sandi (2019) merilis laporan biaya kampanye sebesar Rp. 134 Miliar, dimana modal yang disiapkan secara pribadi oleh Sandi adalah Rp. 95,4 Miliar dan Prabowo Rp. 36,45 Miliar. 

Modal politik tersebut dikatakan oleh Sandi dalam acara Mata Najwa 27 Februari 2019, belumlah cukup, karena masih membiayai saksi-saksi di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kondisi itu sesungguhnya 'diperparah' dengan fakta biaya penyelenggaraan pemilu serentak lima tahunan saat ini mencapai Rp. 24,8 Triliun (bbc.com, 2018).


Kondisi tersebut sesungguhnya harus kita renungkan bersama, mengingat demokrasi sesungguhnya harus bisa dijalankan secara lebih efisien. Potensi kemenangan penantang yang relatif sangat kecil bila merujuk pada pengalaman pemilu sebelumnya, serta kondisi abuse of power yang seringkali secara verbal tampak dari kubu incumbent membuat sistem politik kita terutama masa jabatan Presiden Republik Indonesia perlu restrukturisasi kembali.

Martin Lipset yang dikutip dari Newton & Van Deth (2016:54) menjelaskan ciri utama sebuah demokrasi sebagai sistem pemerintahan, salah satunya adalah persaingan untuk memperebutkan posisi pemerintahan, dan pemilu yang adil untuk pejabat publik berlansung dengan selang waktu yang teratur tanpa menggunakan pemaksanaan dan tanpa mengesampingkan kelompok sosial manapun.

Ciri yang diungkapkan Lipset sesungguhnya sangat jelas bahwa indikator demokrasi dalam sistem pemerintahan adalah adanya persaingan untuk memperebutkan posisi pemerintahan. Persaingan politik yang dimaksudkan adalah persaingan yang seimbang dan setara, antara penantang dan petahana. 

Merujuk pada pemahaman tata negara dalam konstitusi di Indonesia, sesungguhnya tidak memungkinkan mendudukkan kontestan politik dalam posisi yang sama. Hal itu dikarenakan petahana yang tidak dimungkinkan akan mengundurkan diri terlebih dahulu sebelum kontestasi pemilu, karena posisi strategisnya sebagai Presiden.

Ketidakseimbangan tersebut dikarenakan yang diperebutkan bukanlah posisi politik kepala pemerintahan, namun juga posisi strategis yaitu kepala negara (konsep sistem presidensil). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun