Mohon tunggu...
Muhammad Quranul Kariem
Muhammad Quranul Kariem Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri

Dosen | Penulis, Pengamat, dan Analis Politik & Pemerintahan | Koordinator Politics and Public Policy Institute | Alumni Program Magister, Jusuf Kalla School of Government

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peluang dan Tantangan Keistimewaan DIY

18 Oktober 2017   16:31 Diperbarui: 18 Oktober 2017   16:56 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selasa, 10 Oktober 2017, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X akan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2017 -- 2023, sesuai dengan amanat di dalam Undang -- Undang Keistimewaan (UUK). Pelantikan tersebut mengandung peluang dan tantangan yang harus dijawab oleh pengemban amanah rakyat Yogyakarta melalui konsep desentralisasi asimetris yang diberlakukan. 

Wajar, jikalau rakyat Yogyakarta mempunyai ekpetasi yang luar biasa kepada trah Hamengku Buwono sebagai pemegang kekuasaan politik dan kultural di Yogyakarta selama berabad -- abad lamanya. Ekpetasi tersebut haruslah mampu direspon oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Raja dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan kebijakan -- kebijakan (public policy) yang mampu mendorong kesejahteraan rakyat.

Stabilitas Politik di Yogyakarta merupakan sebuah modal yang akan sangat berdampak baik pada proses pembangunan. Pemerintah Daerah DIY yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X harus mampu bersinergi dengan DPRD DIY selaku lembaga representasi masyarakat dalam rangka memenuhi tuntutan public tersebut, karena keduanya merupakan unsur penyelengaraan pemerintahan daerah. 

Menurut Heywood (2014) terdapat tiga kriteria agar kebijakan public akan berdampak postitif terhadap masyarakat, yang pertama adalah keseimbangan kewenangan antara legislative dan eksekutif. Dalam hal ini keseimbangan kewenangan antara Pemda DIY dengan DPRD DIY sangat diperlukan, dimana tugas legislative yang akan menghimpun dan menyampaikan aspirasi masyarakat kepada eksekutif selaku perancang dan pelaksana kebijakan, institusi tersebut oleh UUK diberikan kedudukan yang sama -- sama 'Istimewa'. Kedua adalah, independensi politik legislative dan eksekutif, yang dimaksudkan adalah tidak adanya kepentingan -- kepentingan politik dari kedua institusi tersebut, sehingga tidak ada kebijakan yang dibuat akan objektif berdasarkan kebutuhan masyarakat, bukan berdasarkan kepentingan penguasa.

Ketiga adalah, kolektifitas untuk menjalankan kebijakan. Fragmentasi politik di Yogyakarta, yang tidak terlalu 'kaku' karena kondisi politik yang kondusif. Keputusan atau kebijakan yang dirumuskan bersama mengandung unsur kolektifitas antar kedua institusi. Artinya adalah sebuah kebijakan yang dijalankan pasti akan sangat ideal, dalam segi pelaksanaan dan pengawasannya, sehingga kebijakan tersebut mampu memecahkan persoalan yang ada di masyarakat. Ketiga unsur atau kriteria tersebut telah dimiliki Pemerintah DIY dan DPRD DIY, hal ini lah yang harus mampu dimanfaatkan sebagai peluang besar dalam rangka mewujudkan keberhasilan dalam pembangunan.

Terlepas dari kontroversinya, Pembangunan Bandara Internasional NYIA, Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS), Proyek Jalan Tol, Proyek Pembangunan Pelabuhan Adikarto, serta proyek -- proyek infrastruktur lain yang sedang dan akan dikerjakan di Yogyakarta juga merupakan modal positif yang diproyeksikan akan berdampak langsung pada terbukanya lapangan pekerjaan dan juga akan merangsang pertumbuhan ekonomi, sehingga angka pengangguran dan kemiskinan dapat berkurang. Sementara itu, adanya SDM yang berkualitas, dengan banyaknya institusi Pendidikan tinggi, menjadi peluang bagi pemerintah untuk menciptakan solusi yang konstruktif dalam rangka pemecahan masalah. Tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sangat kompleks, terutama mengenai kesenjangan social yang sangat tinggi, denga rasion 0,425 dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik pada September 2016 yang lalu (tertinggi di Indonesia). Pemerintah harus mampu menyeimbangkan rasio pemerataan ekonomi untuk menekan dispalitas yang tinggi tersebut. Pemerintah juga harus mampu mengkonversi Dana Istimewa (Danais) untuk kesejahteraan rakyat, dimana Danais setiap tahun dikucurkan langsung dari APBN sejak tahun 2013, yang prosentasenya selalu meningkat.

Arus pendatang dan investasi yang masuk di Yogyakarta, yang setiap tahun selalu mengalami peningkatan, dapat menjadi sebuah peluang besar atau ancaman yang serius bagi penduduk asli. Pemerintah harus mampu mengubah ancaman tersebut menjadi peluang, dan dibutuhkan sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat. Kebijakan pemerataan ekonomi harus mampu didorong agar menciptakan keadilan bersama (fairness) diantara semua pihak.

Muhammad Qur'anul Karim, S.IP.

Mahasiswa S2. Magister Ilmu Pemerintahan

JK School of Government

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun