Ada satu kegiatan yang masih awet dijalani sejak saya masih kecil, yasinan. Acaranya ibuk-ibuk yang isinya pujian-pujian, sholawatan dan doa untuk ahli kubur (kerabat tuan rumah yang sudah meninggal dunia). Kegiatan yasinan di kampung saya jadwalnya seminggu sekali tiap hari Kamis malam. Tempatnya pindah-pindah dari satu rumah ke rumah, hehehe biar ga bosen.
Kebetulan malam ini di rumah saya, jadi bisa numpang observasi. Mohon maklum, terakhir saya ikut kegiatan beginian pas masih kecil polos gatau apa-apa apa. Itupun ikut dalam rangka main sama temen. Balik lagi ke observasi, ibuk-ibuk mulai datang sehabis isya', ada yang sendiri (hiks) tak jarang juga yang datang bersama rombongan girlbandnya. Langsung masuk dan lesehan di dalam maupun teras rumah yang sudah dialasi tikar. Di kampung saya, jumlah pasukan ibuk-ibuk ini mencapai 80an, sejumlah 9 generasi JKT48.
Gak lama kok nunggu semua anggota girlband ibuk-ibuk tersebut, 15 menitan udah pada rame. Dan karena sudah memenuhi kuorum sebesar 50%+1, maka acara yasinan bisa dimulai. Diawali denga bacaan bismillah dan bacaan yang seterusnya saya tidak tahu itu apa 99% bahasa arab sih . Coba bahasa Inggris, saya malah dobel ga ngertinya.
Yasinan tidak sepenuhnya berisi panjatan doa untuk Sang Mahakuasa. Sebagian kelompok ibuk-ibuk ini merapatkan barisan untuk saling berbagi informasi gibah paling hangat dan terkini. Diantaranya info harga sawi. Ayy lagi ngomongin Sawi di pasar loh, bukan harga si Sawi yang kerja di Garuda. Yah, bisa disimpulkan selain berfungsi dalam aspek spiritual, yasinan juga bermanfaat secara sosial.
Di sela yasinan, ada ibuk-ibuk yang narik iuran  arisan. Gak banyak kok, separuh harga siomay yang biasa kamu beli di depan rumah aja. Arisan inilah yang digunakan untuk menentukan tuan rumah berikutnya. Dana arisan memang tidak terlalu banyak tapi lumayan lah cukup membantu tuan rumah menyediakan jajanan untuk dibawa ibuk-ibuk sepulangnya dari yasinan. yay.
Lanjut apa lagi ya? oh, tiap malam jumat legi yasinan dilengkapi dengan ceramah. Biasanya mendatangkan ustad lokal sih. Ustad/kyai kampung kok, sengaja ga ngundabg yang jauh-jauh, nanti kalo nyasar gimanaa. Hehehe memanfaatkan kearifan lokal lah istilahnya, yang dekat-dekat dulu. ecie.
Tapi ya, kalau dibandingkan sama kyai/ustad kondang, maka kyai/ustad kampung saya lebih ngena ceramahnya. Materinya ga berat kok, paling seputar agama dan kehidupan sehari-hari. Dan cara penyampaiannya juga pakai bahasa lokal (bahasa jawa) disisipi internal jokes, cuma aku dan kamu yang ngerti ehehe.
Dan akhirnya acara selesai pukul setengah sembilan, hujan kala itu, kasian ibuk-ibuk rumahnya jauh. Untung ada yang bawa payung. Jadilan sepayung berdua, ecie.
Begitulah sekilas kemesraan di kampung kami. Semoga kegiatan ini terus berlanjut sampai ke 7 turunan berikutnya. aamiin.