Mohon tunggu...
Muhammad Syaifudin
Muhammad Syaifudin Mohon Tunggu... Founder Mahaba School Semarang

Setiap apa yang kamu lihat, dengar, dan rasakan adalah pendidikan jika kamu sadar sepenuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tunjangan Profesi Guru 2025: Antara Percepatan, Kepastian, dan Tantangan

30 Juni 2025   08:47 Diperbarui: 30 Juni 2025   08:47 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TPG - Tunjangan Profesi Guru  2025 (Sumber : Canva Design Pribadi)

Di tengah dinamika reformasi pendidikan, 2025 menjadi tahun bersejarah bagi para pendidik di Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak lagi harus menunggu alur panjang birokrasi daerah. Kini, dana itu mengalir langsung dari pusat ke rekening guru tepat waktu, tanpa potongan, dan tanpa drama.

Kebijakan ini tertuang dalam Permendikdasmen Nomor 4 Tahun 2025, selaras dengan PP Nomor 41 Tahun 2009, dan disosialisasikan langsung oleh Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd., Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) pada siaran siniar resmi Kemendikdasmen. Ia menyebut kebijakan ini sebagai upaya menegakkan keadilan dan profesionalitas bagi para guru, sekaligus mengikis ketergantungan pada birokrasi daerah yang selama ini sering menjadi simpul masalah.

"Ini soal kepercayaan. Negara memberi kepercayaan langsung kepada guru, karena mereka yang menjalankan amanat mencerdaskan bangsa," tegas Prof. Nunuk dalam siniar tersebut.

Dulu, tunjangan profesi guru sering cair terlambat. Bahkan, ada guru yang baru menerima haknya berbulan-bulan setelah tahun anggaran berlalu. Prosesnya panjang dari pusat ke pemda, lalu menunggu SK, verifikasi, hingga akhirnya masuk ke rekening jika tidak tertahan di tengah jalan.

Kini, semua berubah. Dengan sistem baru, lebih dari 587 ribu guru ASN daerah telah menerima TPG secara langsung pada triwulan pertama 2025. Angka ini bukan sekadar statistik. Ia adalah tanda bahwa negara mulai menjawab keresahan yang lama terpendam.

Helga Dwi Maryanti, guru SMA Negeri 1 Parung, menjadi salah satu suara yang bersuara lantang dari lapangan. Dalam siniar yang sama, ia membagikan pengalamannya menerima TPG tepat waktu langsung di rekening. "Ada rasa lega yang tak bisa dijelaskan. Biasanya menunggu kabar dari dinas, sekarang tinggal cek mutasi rekening. Sederhana, tapi sangat berarti," ujarnya.

Testimoni ini menggambarkan bahwa kebijakan baru bukan hanya berdampak administratif, tetapi juga emosional. Guru merasa dihargai, dipercaya, dan dibebaskan dari kecemasan menanti hak yang sebenarnya sudah lama diperjuangkan.

Tentu saja, perubahan sebesar ini tidak berjalan tanpa gesekan. Tantangan utama datang dari data: banyak guru belum melakukan verifikasi nomor rekening atau memiliki rekening yang tidak aktif. Selain itu, data Dapodik yang belum sinkron dan SKTP yang lambat diproses juga menjadi ganjalan.

Namun, seperti ditegaskan Prof. Nunuk, hambatan ini bisa diselesaikan jika ada kesadaran kolektif. Guru diminta aktif memverifikasi datanya di Info GTK, sementara operator dan dinas tetap diminta sigap dalam menyinkronkan administrasi pendukung.

"Reformasi kebijakan harus dibarengi reformasi budaya kerja," kata Prof. Nunuk. Sebuah kalimat singkat tapi bermakna dalam.

Kebijakan penyaluran langsung TPG ini bukan sekadar urusan pencairan. Ia adalah cermin dari bagaimana negara melihat guru. Jika sebelumnya guru harus menunggu, menebak-nebak, bahkan meminjam karena haknya belum cair, kini sistem ini memberi ruang untuk bernapas.

Lebih dari itu, sistem ini mengembalikan martabat. Bahwa menjadi guru bukan hanya soal pengabdian, tapi juga pengakuan. Bahwa guru bukan buruh birokrasi yang harus mengejar-ngejar surat, tetapi insan profesional yang berhak mendapatkan haknya tepat waktu.

Tugas kita kini bukan hanya menikmati perubahan, tetapi juga mengawal agar sistem ini terus membaik. Pengawasan publik, literasi digital guru, dan transparansi pusat harus berjalan beriringan.

Jika guru mendapat haknya tanpa beban, maka mereka akan lebih ringan menjalankan tugas berat: mendidik generasi yang lebih baik. Dan jika negara berani memberi kepercayaan kepada guru, maka guru pun akan memberikan yang terbaik untuk negeri. Mari kita jaga kebijakan baik ini. Karena ketika tunjangan menjadi lebih manusiawi, pendidikan akan menjadi lebih bermakna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun