Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Susahnya Menghilangkan Kebiasaan Mengadakan Hajatan Menutupi Jalan

1 Maret 2023   15:32 Diperbarui: 1 Maret 2023   15:36 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sangat sudah untuk meninggalkan budaya hajatan menutupi jalan. (Foto: Unsplash.com/Call Me Fred)

Adakah yang kesal tidak bisa keluar-masuk rumah karena akses rumahnya terhalang tenda hajatan yang diadakan tetangga?

Adakah juga di sini yang ketika melewati sebuah jalan, tiba-tiba ada hajatan yang menutup akses tersebut?

Atau, adakah pula di sini yang jengah dengan berita kemacetan di beberapa jalan karena ada tenda hajatan yang memakan jalan?

Saya dan pasti Anda juga pasti resah dengan menghadapi masalah jalan yang terhalang tenda hajatan warga setempat.

Ya, fenomena ini selalu ada di berbagai daerah di Indonesia dan dipelihara secara baik oleh masyarakatnya, seolah menjadi hal yang wajar.

Pengalaman pribadi
Dimulai dari cerita pribadi saya yang jengkel dengan adanya tenda hajatan yang menutupi depan rumah saya

Jalan desa di depan rumah saya yang tidak bisa dianggap kecil pun menjadi korban tenda hajatan, bahkan sampai dua kali seperti ini.

Mau keluar-masuk rumah saja sulit dan sungkan, parkir motor harus agak jauh dari tenda agar mobilisasinya mudah.

Pengalaman kedua, saya naik taksi online melewati suatu jalan yang dipilih driver, ternyata jalan yang kami tempuh terhalang tenda hajatan.

Seketika sopir itu mengomel karena manuver ribet dan memakan waktu untuk mencari jalan alternatif agar saya sampai di tujuan.

Di sini, kami sama-sama jengkel dengan tipikal masyarakat Indonesia yang hobi banget menutup jalan demi kesenangannya pribadi.

Wajar karena kultur
Mengapa masyarakat hobi banget menutup jalan untuk mendirikan tenda hajatan? Ini disebabkan oleh kultur yang mengakar.

Mereka tidak menganggap jalan sebagai tempat umum, melainkan sebelas dua belas dengan halaman depan rumah.

Belum lagi orang-orang sekitar yang belum mencapai kesadaran tentang fungsi jalan memaklumi adanya hajatan di tengah jalan.

Sehingga, orang-orang menganggap mendirikan tenda hajatan memakan jalan adalah hal yang wajar dan mengakar.

Makanya, tidak heran kalau kebiasaan menutup jalan karena digunakan untuk hajatan masih lestari hingga bertahun-tahun lamanya.

Kultur Indonesia menormalisasi penggunaan tempat tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti menggunakan jalan untuk hajatan.

Tenggang rasa yang salah tempat
Saya sempat ingin melayangkan protes terhadap tetangga yang menutup jalan seenaknya demi kepentingan pribadi itu.

Sayangnya, saya selalu dimentahkan oleh ucapan "Kita harus tenggang rasa dengan tetangga" dan banyak dalam keluarga saya yang mewajarkan budaya salah tersebut.

Sebenarnya, apakah sikap tenggang rasa itu bisa dikembangkan untuk mewajarkan berbagai kesalahan yang mengakar?

Tidak, ini merupakan menyalahgunakan sikap tenggang rasa terhadap hal-hal yang salah, tetapi justru dijadikan tameng atas budaya yang salah seperti hajatan menutupi jalan.

Esensi tenggang rasa adalah menghormati hak-hak orang lain selama benar, bukan untuk membenarkan hal-hal yang tidak benar.

Seharusnya dibalik, pemilik hajatan yang perlu tenggang rasa terhadap pengguna jalan yang menggunakan area tersebut sebagaimana mestinya.

Apa tidak ada yang memikirkan jika ada rumah yang terbakar, sedangkan satu-satunya akses tercepat adalah jalan yang digunakan untuk hajatan tersebut?

Juga, apa tidak ada yang berpikir apabila ada orang di daerah tersebut sakit dan butuh penanganan segera, sedangkan ambulans yang akan menjemput terhalang hajatan?

Benar-benar zalim mereka yang memiliki hajatan yang menghalangi hajat orang lain, tetapi masih dijaga baik-baik kebiasaan salah itu, sungguh miris.

Tidak hanya soal akses, masalah sound system juga sangat mengganggu, dengan volume tinggi akan menjadi masalah kesehatan akibat pencemaran suara tersebut.

Tidak ada yang protes, semua warga malah bersenang-senang atas nama tenggang rasa yang salah tempat.

Beda kalau di gedung atau aula yang tidak terlalu dekat dengan permukiman, minim gangguan jalan dan pendengaran.

Menurut agama
Mengutip dari Kesan.com, selain untuk ibadah Salat Jumat atau perniagaan dalam waktu tertentu, penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi adalah haram.

Penutupan jalan untuk kepentingan pribadi seperti hajatan dikhawatirkan akan mengganggu pihak-pihak yang menggunakan jalan sebagaimana mestinya.

Hajatan menghalangi hajat orang adalah kezaliman, sayangnya justru dianggap tidak apa-apa, lagi-lagi karena masyarakatnya yang menormalisasi kesalahan.

Atas nama kesenangan, mereka sampai hati menutup jalan dan berlindung dari izin penggunaan jalan dan dimaklumi warga sekitar.

Sangat tidak baik untuk menjadi egois dengan menutup jalan untuk hajatan karena jalan adalah milik bersama.

Seharusnya perlu untuk menjaga perasaan pada pengguna jalan dan perlu takut dengan doa orang yang dizalimi.

Pentingnya menabung
Kebanyakan pemilik hajatan mengadakan pesta di tengah jalan karena alasan keuangan dan kemudahan dalam pelaksanaannya.

Makanya, dipilihlah jalan depan rumah untuk menggelar pesta tersebut daripada harus bersusah payah menyewa aula.

Sudah tahu begitu, seharusnya para pemilik hajatan menyiapkan anggaran tambahan untuk menyewa aula untuk hajatan, atau syukur-syukur kalau punya halaman luas.

Inilah pentingnya untuk menabung dengan uang lebih banyak sebelum mengadakan pesta atau hajatan agar bisa menyewa aula untuk acara.

Memang harus dikorbankan, tetapi masa harus mengorbankan hajat hidup orang banyak demi hajatannya sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun