Mohon tunggu...
Rd. Rizki Luthfiah Aziz
Rd. Rizki Luthfiah Aziz Mohon Tunggu... Aktor - An Observer and Participant of Life

Pengelana yang ingin mengarungi samudra kehidupan dan menyelami misteri alam

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Catatan Pribadi

26 Mei 2019   15:48 Diperbarui: 17 April 2020   13:59 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak, ini tidak salah kamar. Memang sebenarnya aku kecewa ketika lihat opsi kategori yang disediakan Kompasiana rupanya tidak ada yang pas untuk menjadi ruang curhat semata. 

Tapi toh apa yang ada, bahkan juga yang tidak ada, selalu bisa bersentuhan dengan filsafat. Begitu pula tulisan yang sejatinya ditulis untuk konsumsi pribadi ini, ketika diselami justru aku menemukan nuansa Eksistensialisme.

26 May 2019
14:31

Aku sedang merasakan apa yang ditakutkan bapaknya Eugene Sledge terjadi pada anaknya. Aku tahu apa yang ada dalam pikiran kalian: who the f*ck is Eugene Sledge?

Waktu itu aku di tahun pertama SMA dan TV kabel di rumah masih menayangkan channel HBO. Mereka yang gemar menonton film, apalagi film perang, pasti ingat mini series perang dari HBO yang hits kala itu, The Pasific. Banyak yang bilang kalau film ini masih kalah dengan seniornya, Band of Brother, yang juga keluaran HBO. Tapi aku tidak setuju. Justru The Pacific lebih kaya akan drama dari setiap pendalaman karakter karenanya yang ditampilkan tidak cuma kengerian Perang Dunia II di medan laga, sedangkan  Band of Brother menurutku lebih banyak menampilkan aksi-aksi heboh yang juga dramatis tapi tetap realistis.

Nah, Eugene Sledge sebenarnya memang tokoh nyata veteran Marinir Amerika Serikat yang sempat bertempur melawan Jepang. Pengalamannya ditampilkan sebagai satu dari sekian karakter utama dalam drama-perang The Pacific. Apa yang paling membuatku tertarik bukan karakteristik tokohnya yang sederhana dan lugu, melainkan justru latar belakang keluarganya yang mendasari sikap culunnya itu.

Sumpah aku heran saat pertama melihat penggambaran kehidupan Eugene Sledge: anak dokter kaya dengan rumah yang besar, begitu besarnya dengan taman yang luas sampai-sampai rumahnya itu memiliki sebutan yang aku lupa namanya, ini tipikal kebiasaan orang Inggris dan Amerika, mereka kerap menamai bangunan-bangunan mewah.

Waktu Perang Dunia II pecah, seperti halnya pemuda lain, Eugene Sledge berminat besar untuk ikut mengabdi pada negaranya dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan di mana setiap orang biasa bisa menjadi pahlawan. Perang memang jadi ajang unjuk maskulinitas sampai ke tingkat maksimal. Kejayaan dan kehormatan yang didapat saat memenangkan perang mengaburkan bayangan para pemuda atas kengerian akan kematian yang begitu mudah ditemui. Sekalipun mereka berhasil pulang dengan selamat tidak berarti pikiran sehat mereka juga pasti ikut pulang.

Hidup mewah dan nyaman yang dinikmati Eugene ternyata tidak membuat dia sulit terpengaruh propaganda pemerintah dan euforia semangat menghadapi perang yang dirasakan banyak pemuda.

Aku lupa line persisnya seperti apa tapi yang begitu kuingat adalah ketika bapaknya Eugene ragu dan khawatir kalau anaknya benar-benar siap, secara fisik dan mental, untuk ikut bertempur. Apa yang ditakutkan bapaknya bukan hanya kalau Eugene tidak bisa pulang dengan selamat, tapi ia khawatir nanti sekalipun anaknya pulang tatapan matanya akan kosong tanpa jiwa.

Aku bukan pulang dari medan perang, belum pula bertempur. Tapi isi kepalaku selalu tentang pertempuran hati yang sulit kumenangkan. Aku belum bertempur tapi aku begitu mendambakannya. Bertempur melawan kebatilan dan tersiksa demi kebaikan. Bagiku pengorbanan semacam itu justru anugerah besar dalam hidup. Tapi kini bukan pertempuran fisik seperti yang dialami Eugene yang aku hadapi, melainkan pertempuran dalam batin untuk menjadi manusia yang tahan banting tapi juga bersih tanpa noda hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun