Mohon tunggu...
Mohammad Iwan
Mohammad Iwan Mohon Tunggu... Buruh - Pelajar Seumur Hidup

Untuk tetap selo, menyeruput kopi pahit dua kali sehari adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eskrim Pak Ahmad dan Sebuah Pelajaran tentang Hidup

13 Desember 2016   11:18 Diperbarui: 13 Desember 2016   14:18 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi : privatebundas.blogspot.co.id"][/caption]

Saya pernah membaca sebuah kisah tentang seorang petani yang shalih, dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

“Ketika ada seorang sedang berjalan di sebuah padang yang luas tak berair dan sunyi, tiba-tiba dia mendengar suara dari awan, ‘Siramilah kebun si fulan!’ maka awan itu menepi (menjauh) lalu menumpahkankan airnya di tanah dengan bebatuan hitam. Ternyata ada saluran air yang telah dipenuhi dengan air. Maka ia menelusuri (mengikuti) jalannya air tersebut. Ternyata ada seorang laki-laki yang sedang berada di kebunnya, dia sedang mengalirkan air dengan menggunakan cangkulnya. Kemudian dia bertanya, ‘Wahai hamba Alloh, siapakah nama anda?’ dia menjawab, ‘Fulan.’ Sebuah nama yang didengar dari suara di awan tadi. Kemudian orang itu balik bertanya, ‘Mengapa anda menanyakan namaku?’ dia menjawab, ‘Saya mendengar suara dari awan yang ini adalah airnya, mengatakan ‘Siramilah kebun si fulan!’ yaitu nama anda. Maka apakah yang telah anda kerjakan?.’ Dia menjawab, ‘Karena anda telah mengatakan hal ini maka akan saya ceritakan bahwa saya memperhitungkan (membagi) apa yang dihasilkan oleh kebun ini; sepertiganya saya sedekahkan; sepertiganya lagi saya makan bersama keluarga dan sepertiganya lagi saya kembalikan lagi ke kebun (untuk ditanam kembali).”

--------------------------

Begitu banyak insan-insan sederhana yang tak terkenal di bumi, namun menjadi buah bibir di langit karena ketulusan dan keindahan nuraninya. Demi Tuhan, tak layak bagi kita merasa lebih soleh dari siapapun, dari seorang ahli maksiat sekalipun.

Sungguh tak pantas kita meremahkan petani sederhana yang berjalan memikul cangkul selepas subuh, dan tak cukup alasan bagi kita untuk merasa lebih baik dari seorang pekerja kasar yang tubuhnya apek berkeringat, padahal tetesan keringat itu yang setiap hari meluruhkan dosa-dosanya.

Lalu, siapa yang buih sebenarnya? Kita yang menguasai berbagai jenis ilmu tapi nurani semakin bebal? atau mereka yang mengamalkan sedikit ilmu dengan nuraninya, dengan sikap hidupnya, kemudian berharap ridho-Nya, dengan segala keterbatasannya?

Dan cerita seorang teman semalam, tentang sikap hidup seorang pengusaha es krim lagi-lagi membuka hati saya. Insan-insan langit itu memang ada.

Pak Ahmad, begitu orang-orang biasa memanggilnya. Usianya sudah lebih dari 50 tahun. 4 orang anaknya, semuanya telah berkeluarga.

Dua puluh tahun lalu, pak Ahmad hanyalah seorang penjual eskrim keliling, berkat kegigihan, ketekunan, kejujuran serta doa tulusnya yang senantiasa ia panjatkan. Sepuluh tahun kemudian ia tak lagi lagi keliling. Permintaan eskrim untuk resepsi pernikahan dan semacamnya membuatnya tak lagi sempat keliling, bahkan sekarang ia harus mempekerjakan 30 orang karyawan, untuk memproduksi eskrim.

Setiap sabtu dan minggu, beberapa angkot terparkir di jalan raya yang tak jauh dari rumah sekaligus pabrik eskrim milik pak Ahmad. Bukan, itu bukan angkot pak Ahmad, tapi angkot yang dicarter untuk mengantar pesanan eskrim ke tempat-tempat acara. Seorang kerabat pernah bertanya, mengapa pak Ahmad tak membeli mobil saja untuk mengantarkan eskrim-eskrim itu? Sehingga tak harus mencarter angkot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun