Mohon tunggu...
mohammad agung ridlo
mohammad agung ridlo Mohon Tunggu... Ketua Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung

Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. juga sebagai Sekretaris Umum SatupenaJawa Tengah. selain itu juga sebagai Ketua Bidang Teknologi Tradisional, Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penanganan Permukiman Kumuh dan Liar Butuh Pendekatan Multidimensional Terpadu

27 Agustus 2025   15:30 Diperbarui: 27 Agustus 2025   15:30 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slums Settlement dan Squatters Settlement di koridor hulu sungai Cikapundung Bandung (Foto: Dokumen Pribadi)

Permukiman kumuh dan liar di perkotaan merupakan fenomena yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Permasalahan ini mencerminkan berbagai persoalan yang kompleks dan multidimensional, mulai dari sisi sosial, ekonomi, hingga politik. Permukiman yang terbentuk secara informal ini bukan hanya sekadar soal kondisi fisik bangunan yang tidak layak huni, melainkan juga terkait dengan hak kepemilikan lahan yang tidak jelas, akses terbatas pada layanan dasar, kemiskinan, hingga marginalisasi sosial yang dialami penghuninya. Oleh karena itu, penanganan permukiman kumuh dan liar memerlukan pendekatan yang holistik, yang terpadu, serta melibatkan partisipasi berbagai pihak agar solusi yang dihasilkan benar-benar menyentuh akar masalah dan berdampak jangka panjang.

Kompleksitas Permasalahan Permukiman Kumuh dan Liar

Permukiman kumuh dan liar tidak bisa dilepaskan dari persoalan struktural yang lebih luas, seperti pertumbuhan urbanisasi yang tidak terkendali, ketidakmerataan ekonomi, keterbatasan ketersediaan lahan yang terjangkau, serta kebijakan yang kadang kurang inklusif. Penduduk yang tinggal di kawasan ini biasanya terdiri dari kelompok berpendapatan rendah, pekerja informal, atau migran yang mencari peluang hidup lebih baik di kota. Mereka menghadapi keterbatasan akses terhadap layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, listrik, jalan yang layak, dan layanan kesehatan maupun pendidikan. Di sisi lain, ketidakpastian hak atas tanah membuat mereka rentan terhadap penggusuran dan kehilangan tempat tinggal tanpa kompensasi yang adil.

Pendekatan Multidimensional untuk Penanganan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan pendekatan multidimensional yang menggabungkan aspek legalitas, fisik, ekonomi, sosial, dan kebijakan tata ruang. Berikut ini adalah aspek penting yang harus diperhatikan dalam penanganan permukiman kumuh dan liar.

Pertama, Legalitas Hak Tinggal (Tenure Regularization). Pendidikan dan kepastian hukum tentang hak atas tanah adalah fondasi utama dalam penanganan permukiman kumuh dan liar. Dengan memberikan sertifikasi lahan atau menerapkan skema sewa jangka panjang yang adil, penghuni menjadi lebih merasa aman dan termotivasi untuk memperbaiki tempat tinggal mereka. Kepastian ini juga menekan risiko penggusuran sepihak yang sering memicu konflik sosial. Pendekatan ini tidak hanya memberikan rasa aman, tapi juga menjadi modal sosial bagi penghuni untuk berinvestasi dalam pengembangan permukiman secara berkelanjutan.

Kedua, Peningkatan Infrastruktur (In-situ Upgrading). Pendekatan perbaikan secara langsung di lokasi, atau dikenal dengan istilah in-situ upgrading, kehadirannya sangat strategis. Dengan meningkatkan akses terhadap layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, listrik, jalan, dan drainase, kualitas hidup penghuni akan meningkat signifikan tanpa harus merelokasi mereka. Pendekatan ini lebih diutamakan daripada penggusuran karena menjaga kelangsungan jaringan sosial komunitas dan menghindari dislokasi sosial yang merugikan.

Ketiga, Penyediaan Perumahan Terjangkau. Salah satu solusi jangka panjang adalah penyediaan perumahan rakyat yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Skema ini dapat berupa pembangunan hunian subsidi, program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang difasilitasi pemerintah, hingga model kemitraan dengan sektor swasta. Kuncinya adalah menciptakan produk perumahan yang sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat sasaran agar mereka dapat memiliki hunian yang layak, tanpa membebani keuangan rumah tangga.

Keempat, Perencanaan Tata Ruang yang Inklusif. Permasalahan permukiman kumuh juga terkait erat dengan perencanaan tata ruang dan pengelolaan lahan perkotaan. Rencana tata ruang harus inklusif dan mengakomodasi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, tanpa diskriminasi. Hal ini penting agar pertumbuhan kota tidak mendorong segregasi sosial dan gejala eksklusi yang memperparah ketimpangan. Ketersediaan lahan untuk pembangunan perumahan yang memadai harus dipastikan sejak awal agar tidak terjadi kekurangan hunian terjangkau.

Kelima, Pengembangan Ekonomi Lokal. Permukiman kumuh sering kali menjadi tempat tinggal bagi pekerja sektor informal dan kelompok berpendapatan rendah. Penguatan ekonomi lokal dan peningkatan keterampilan menjadi bahan pokok dalam upaya pengentasan kemiskinan. Akses terhadap pelatihan kerja, peningkatan kapasitas kewirausahaan, dan peluang usaha produktif harus didorong untuk meningkatkan pendapatan warga. Dengan demikian, penghuni tidak hanya mendapatkan tempat tinggal yang baik, tetapi juga kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.

Keenam, Kemitraan Multi-Pihak. Penanganan permukiman kumuh akan lebih berhasil jika dilakukan dengan kemitraan antara berbagai pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan komunitas penghuni sendiri. Kolaborasi ini memungkinkan perpaduan sumber daya, keahlian, serta tanggung jawab bersama dalam merancang dan mengeksekusi solusi yang berkelanjutan. Keterlibatan berbagai pihak juga menjaga akuntabilitas dan memastikan bahwa solusi yang diambil sesuai dengan kondisi real di lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun