Wilayah pesisir Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan sumber daya, terutama konflik pemanfaatan yang melibatkan antar pengguna (user conflict) dan antar kewenangan (jurisdictional conflict). Konflik tersebut sering kali terjadi karena penataan ruang wilayah yang belum arif dan tidak terintegrasi secara menyeluruh. Berbagai pihak berkepentingan menjalankan aktivitas dengan tujuan dan rencana yang berbeda-beda, seringkali hanya berfokus pada kepentingan sektoral tanpa mempertimbangkan dampak terhadap sektor lain. Selain itu, informasi mengenai potensi dan permasalahan sumber daya pesisir belum dikelola secara efisien dan efektif, sehingga menimbulkan ketidakteraturan dalam pemanfaatan ruang darat dan laut.
Kewenangan Pengelolaan Wilayah Laut dalam Kerangka Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, sebagai perubahan kedua dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan khusus kepada pemerintah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di wilayah laut yang berada dalam yurisdiksinya. Kewenangan ini mencakup wilayah laut hingga jarak 12 mil dari garis pantai, termasuk perairan kepulauan. Ruang lingkup kewenangan provinsi meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut (kecuali minyak dan gas bumi), pengaturan administratif dan tata ruang, serta pemeliharaan keamanan dan kedaulatan laut.
Apabila jarak wilayah laut antar dua provinsi kurang dari 24 mil, maka pengelolaan sumber daya laut dilakukan dengan prinsip pembagian berdasarkan garis tengah antarprovinsi. Perubahan kewenangan ini menggeser pengelolaan wilayah laut dari pemerintah kabupaten/kota (sebelumnya 0-4 mil) menjadi pemerintah provinsi (0-12 mil). Pergeseran ini menimbulkan dinamika, terutama terkait perbedaan penafsiran mengenai otonomi daerah. Beberapa daerah memandang kewenangan ini sebagai hak kedaulatan penuh, sehingga terjadi multitafsir dan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha pesisir.
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Pesisir
Penataan ruang wilayah pesisir, baik di matra darat maupun matra laut, harus dilakukan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya yang terpadu dan berkelanjutan. Tujuan umum dari penataan ruang ini adalah untuk mewujudkan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan, menghindari tumpang tindih fungsi dan pemanfaatan ruang oleh berbagai sektor, mendorong keterpaduan pembangunan antar wilayah terutama antara kabupaten dan kota pesisir, serta menjamin kepastian hukum sekaligus perlindungan terhadap kepentingan masyarakat dan pelaku usaha.
Mekanisme Penataan Ruang Matra Darat dan Matra Laut
Perencanaan Ruang. Pemerintah provinsi wajib menyusun perencanaan tata ruang menyeluruh untuk wilayah pesisir, sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Perencanaan ini dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang zonasi wilayah pesisir yang mengatur:
- Zonasi darat dan laut dilakukan berdasarkan karakteristik dan potensi wilayah untuk mengatur alokasi ruang secara optimal sesuai fungsi dan keberlanjutan sumber daya. Fungsi ruang meliputi pemukiman, konservasi, budidaya, pariwisata, dan industri yang menyesuaikan kondisi alam. Zona perlindungan penting untuk menjaga kelestarian ekologi dan sumber daya, terutama di laut yang memiliki pemanfaatan di berbagai lapisan. Zonasi bersifat ekosistemik, integratif, adaptif, dan partisipatif, sehingga mendukung pengelolaan ruang berkelanjutan dan keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi.
- Pemanfaatan Ruang. Pemanfaatan ruang harus sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan, dengan berpedoman pada peraturan dan mempertimbangkan aspek lingkungan serta keseimbangan sosial-ekonomi masyarakat pesisir.
- Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Pengendalian mencakup pengawasan dan penegakan hukum agar pemanfaatan ruang tidak menyimpang dari perencanaan zonasi. Hal ini penting untuk mencegah eksploitasi berlebihan dan pelanggaran yang dapat merusak fungsi ekologis serta keberlangsungan pembangunan wilayah pesisir.
Penyusunan Rencana Tata Ruang di Kawasan Pesisir: Pendekatan Terpadu untuk Pengelolaan Berkelanjutan
Pengelolaan wilayah pesisir membutuhkan rencana tata ruang wilayah pesisir sebagai instrumen utama untuk mengatasi konflik pemanfaatan dan mengoptimalkan pembangunan. Meskipun UU No. 26 Tahun 2007 mewajibkan penyusunan rencana tata ruang, sebagian besar daerah baru memfokuskan arahan tata ruang pada matra darat. Sedangkan perencanaan ruang laut dan pesisir sering diabaikan, sehingga kegiatan pembangunan berbasis sumber daya pesisir dilakukan secara sektoral dan terpisah, jauh dari prinsip pembangunan berkelanjutan secara ekologis, sosial, dan ekonomi.
Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik khas: bersifat terbuka, dinamis, dan merupakan kawasan yang bersifat umum (common property). Oleh karena itu, perencanaan ruang di wilayah ini memerlukan pendekatan yang adaptif dan mengakomodasi berbagai kepentingan pihak.
Langkah-langkah Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir
- Analisis Kondisi dan Potensi Kawasan: Melakukan kajian menyeluruh mengenai aspek fisik, ekologis, sosial, dan ekonomi. Analisis mencakup potensi sumber daya hayati dan non-hayati, karakteristik ekosistem, pola pemanfaatan, serta risiko dan potensi konflik.
- Penyusunan Zonasi: Membagi wilayah pesisir ke dalam zona fungsi spesifik, antara lain kawasan lindung ekosistem (mangrove, terumbu karang, padang lamun), kawasan budidaya, kawasan pemukiman dan industri, kawasan pariwisata serta zona publik dan akses umum. Zonasi ini bertujuan agar setiap aktivitas dapat berjalan tanpa mengganggu fungsi satu sama lain dan menjaga kelestarian lingkungan.
- Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Pendukung: Mengembangkan peraturan daerah (Perda) terkait zonasi, beserta mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaannya. Kebijakan harus mengakomodasi kepentingan publik dan pelaku usaha secara adil dan berkelanjutan.
- Partisipasi Stakeholder: Melibatkan masyarakat lokal, pengembang, pemerintah daerah, dan organisasi sipil dalam proses perencanaan untuk memastikan rencana yang dibuat dapat diterima secara sosial, transparan, dan layak dipatuhi.
- Implementasi dan Pengawasan: Mengatur pemanfaatan ruang sesuai zonasi, dengan pengawasan ketat guna mencegah pelanggaran. Pemantauan lingkungan pesisir secara kontinyu sangat penting untuk menyesuaikan rencana dengan dinamika kondisi wilayah dan kebutuhan masyarakat.
Manfaat Penataan Ruang yang Terpadu di Wilayah Pesisir
Manfaat dari pengelolaan ruang pesisir dan laut adalah untuk mencegah terjadinya konflik penggunaan ruang yang dapat merugikan berbagai pihak, sekaligus menjamin kelestarian ekosistem pesisir dan laut guna mendukung keberlanjutan sumber daya. Selain itu, pengelolaan ruang ini juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemanfaatan ruang yang harmonis dan berkeadilan. Pengelolaan tersebut memberikan kepastian hukum serta arah pembangunan yang jelas bagi pemerintah daerah dan investor. Dengan demikian, diharapkan pembangunan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, yang berwawasan lingkungan dan sosial.
Kesimpulan
Penataan ruang wilayah pesisir, baik di matra darat maupun matra laut, merupakan langkah strategis untuk mengelola sumber daya secara terpadu dan berkelanjutan. Melalui penyusunan rencana tata ruang yang mengacu pada peraturan perundang-undangan serta melibatkan berbagai pihak, pemerintah provinsi memiliki peran utama dalam menyelaraskan kepentingan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, penataan ruang yang tepat menjadi fondasi penting bagi terwujudnya pembangunan wilayah pesisir yang harmonis, produktif, dan lestari, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat pesisir secara berkelanjutan.
Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, M.T.
Ketua  Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik UNISSULA. Juga sebagai Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. Selain itu juga menjadi Ketua Bidang Teknologi Tradisional, Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah. Serta sebagai Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI