Mohon tunggu...
Mohammad Sofyan
Mohammad Sofyan Mohon Tunggu... Programer Penelitian Sosial Ekonomi

Belajar menuliskan suatu fenomena untuk membiasakan diri berfikir kritis yang dituangkan dalam sebuah Karya

Selanjutnya

Tutup

Financial

Penebalan Bantuan Sosial dan Pemberian Bantuan Pangan: Antara Urgensi dan Efektivitas

9 Agustus 2025   06:00 Diperbarui: 9 Agustus 2025   08:37 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Penebalan bantuan sosial (bansos) dan pemberian bantuan pangan merupakan instrumen kebijakan fiskal yang kerap ditempuh pemerintah sebagai respons terhadap gejolak ekonomi, krisis kesehatan, maupun tekanan inflasi pangan. Dalam perspektif jangka pendek, kebijakan ini menawarkan manfaat yang signifikan, antara lain memperkuat daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah, menjaga stabilitas sosial, serta menekan potensi lonjakan angka kemiskinan ekstrem. Penyaluran bantuan pangan, seperti beras, telur, dan komoditas pokok lainnya, memberikan dampak langsung dalam mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin, sehingga mampu menjadi bantalan sosial (social safety net) yang efektif di tengah tekanan ekonomi.

Meskipun demikian, efektivitas penebalan bansos dan bantuan pangan tidak terlepas dari sejumlah tantangan mendasar. Pertama, masalah ketepatan sasaran masih menjadi persoalan klasik akibat keterbatasan validitas dan pemutakhiran data penerima manfaat. Hal ini menimbulkan risiko kebocoran bantuan kepada kelompok yang tidak berhak, atau sebaliknya, mengecualikan rumah tangga miskin yang membutuhkan. Kedua, mekanisme distribusi yang tidak transparan dan kurang terkoordinasi kerap memunculkan potensi penyalahgunaan, baik di tingkat birokrasi maupun pada pelaksana lapangan.

Selain itu, apabila kebijakan ini diterapkan secara berulang tanpa strategi transisi yang jelas, terdapat risiko terciptanya ketergantungan jangka panjang yang dapat melemahkan insentif produktif masyarakat. Kondisi ini berpotensi menghambat upaya penanggulangan kemiskinan secara struktural, sebab akar masalah seperti rendahnya akses pendidikan, terbatasnya lapangan kerja layak, dan lemahnya kapasitas usaha mikro tidak tersentuh secara langsung.

Oleh karena itu, penebalan bansos dan bantuan pangan sebaiknya dirancang sebagai intervensi darurat yang bersifat sementara, namun diintegrasikan dengan program pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Langkah seperti pelatihan keterampilan kerja, fasilitasi modal usaha, dan peningkatan akses pasar bagi produk lokal dapat menjadi strategi transformatif yang mengubah penerima manfaat dari sekadar penerima pasif menjadi pelaku ekonomi yang mandiri. Dengan demikian, bantuan sosial bukan hanya meredam dampak krisis, tetapi juga menjadi bagian dari agenda pembangunan inklusif dan berkeadilan.

Dari perspektif ekonomi-politik, penebalan bansos dan bantuan pangan sering kali menjadi kebijakan yang sarat dimensi populis. Dalam konteks politik elektoral, program ini kerap dipersepsikan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil, sehingga memiliki nilai strategis untuk membangun legitimasi dan citra publik. Namun, orientasi politik jangka pendek ini berisiko menggeser fokus kebijakan dari tujuan pemberdayaan ekonomi ke sekadar pencapaian popularitas, yang pada akhirnya dapat menghambat reformasi struktural yang dibutuhkan.

Dari sisi keberlanjutan fiskal, peningkatan alokasi anggaran untuk bansos dan bantuan pangan harus diimbangi dengan kemampuan pemerintah menjaga stabilitas keuangan negara. Dalam kondisi penerimaan pajak yang fluktuatif dan kebutuhan belanja negara yang semakin kompleks---termasuk pembiayaan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan---penebalan bansos tanpa perencanaan jangka panjang dapat menimbulkan tekanan fiskal. Apabila ketergantungan pada kebijakan ini terlalu besar, ruang fiskal untuk program produktif bisa semakin menyempit.

Selain itu, terdapat tantangan dalam mengukur dampak riil dari program bansos dan bantuan pangan. Banyak evaluasi yang hanya fokus pada indikator penyerapan anggaran atau jumlah penerima manfaat, tanpa melihat perubahan nyata dalam kualitas hidup, mobilitas sosial, atau kemandirian ekonomi masyarakat. Padahal, indikator keberhasilan seharusnya mencakup pengurangan angka kemiskinan secara berkelanjutan, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, serta pertumbuhan usaha kecil di tingkat lokal.

Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, penebalan bansos dan bantuan pangan akan lebih efektif jika ditempatkan dalam kerangka graduation approach---yakni strategi bertahap yang memadukan bantuan langsung dengan intervensi pemberdayaan. Pendekatan ini terbukti di beberapa negara berhasil mengubah rumah tangga miskin menjadi mandiri secara ekonomi melalui kombinasi bantuan tunai, aset produktif, pendampingan usaha, dan akses keuangan inklusif.

Secara konseptual, penebalan bantuan sosial dan pemberian bantuan pangan dapat ditempatkan dalam teori social protection dan welfare state. Menurut Barrientos & Hulme (2008), program bantuan sosial merupakan bagian dari strategi perlindungan sosial yang memiliki dua fungsi utama: (1) melindungi masyarakat dari guncangan ekonomi jangka pendek (protection), dan (2) membangun kapasitas untuk keluar dari kemiskinan jangka panjang (promotion). Jika penebalan bansos hanya menjalankan fungsi pertama tanpa mengintegrasikan fungsi kedua, maka kebijakan ini hanya akan bersifat reaktif dan tidak mampu memutus rantai kemiskinan antar generasi.

Pengalaman internasional menunjukkan bahwa keberhasilan program serupa sangat bergantung pada desain dan implementasi. Di Brasil, program Bolsa Famlia mengombinasikan bantuan tunai bersyarat (conditional cash transfer) dengan kewajiban penerima untuk memastikan anak-anak mereka bersekolah dan mendapatkan imunisasi, sehingga bantuan sosial berkontribusi pada peningkatan modal manusia. Di Ethiopia, Productive Safety Net Programme (PSNP) tidak hanya memberikan bantuan pangan, tetapi juga melibatkan penerima manfaat dalam proyek padat karya yang memperkuat infrastruktur pedesaan. Model ini menunjukkan bahwa integrasi antara bantuan langsung dan pembangunan kapasitas produktif dapat menciptakan dampak ganda: melindungi konsumsi rumah tangga sekaligus meningkatkan produktivitas jangka panjang.

Berdasarkan kerangka tersebut, terdapat tiga rekomendasi kebijakan jangka panjang bagi Indonesia:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun