Mohon tunggu...
Mohammad Mazin
Mohammad Mazin Mohon Tunggu... PNS

Bekerja sebagai pegawai kantor

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Ziarah Makam Auliya' Blitar Raya LP Ma'arif Ranting NU Desa Slorok Kecamatan Garum Kabupaten Blitar

17 Desember 2024   13:37 Diperbarui: 17 Desember 2024   13:37 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

       Dalam rangka menyambut datangnya tahun baru Hijriah 1446 H. sekaligus Tabarukan ( Bahasa Jawanya “Ngalap Berkah”)  atau Bahasa Indonesianya Mengharap Keberkahan Bulan Muharram 1446 H Lembaga Pendidkan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama (NU) Ranting Desa Slorok Kecamatan Garum Kabupaten Blitar pada hari Ahad 07 Juli 2024 menyelenggarakan kegiatan Ziarah Makam Auliya’ Blitar Raya. Kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh perwakilan dari Lembaga Pendidikan dibawah naungan LP Maarif NU Ranting Desa Slorok yaitu :

1. MTs. NU SLOROK

2. MMU (MADRASAH IBTIDAIYAH MIFTAHUL ULUM) SLOROK

3. MHM (MADRASAH IBTIDAIYAH HIDAYATUL MUBATDI'IN) SLOROK

4. TK AL HIDAYAH PUCUNGSARI

5. TK. AL HIDAYAH SLOROK

Sebagai pembimbing sekaligus  Imam Tahlilnya adalah Kyai Khoiruman, Ketua Tanfidyah NU Ranting Desa Slorok. Kegiatan dimulai pukul 08.00 WIB.  dengan pembacaan doa yang dipimpin secara langsung oleh Kyai Khoiruman, berangkat secara bersama-sama dari halaman MTs NU Slorok Jalan Ahmad Yani Nomor 35 Desa Slorok Kecamatan Garum Kabupaten Blitar. Berikut ini kami sampaikan rute perjalanan ziarahnya sekaligus sekilas sejarah ketokohan orang yang makamnya diziarahi sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang lengkap. 

Rute Ziarah dan Sekilas Sejarah Ketokohan Orangnya

1.Makam Mbah Raden Martoyudho, Dsn. Slorok  Ds. Slorok, Kec. Garum Kab. Blitar

Kegiatan ziarah diawali dengan menziarahi makam Mbah Raden Martoyudo sebagai orang yang pertama kali babad Dusun Slorok, Desa Slorok. Beliau berasal dari Kerajaan  Mataram Islam datang ke Desa Slorok sekitar Tahun 1800 M. Ada pendapat yang mengatakan beliau datang ke Dusun Slorok bersamaan dengan Mbah Raden Gadung Melati (orang yang babad Desa Tawangrejo) dan Mbah Raden sebagai orang pertama babad Daerah Klepon, Desa Sidodadi.  Makam Mbah Raden Martoyudo terletak di Dusun Slorok, sebagai makam tersendiri di dekat rumah warga atau bisa dikatakan diarah barat daya Masjid Baiturrohman Desa Slorok. 

 2. Makam Mbah Raden Subroto, Dsn. Pucungsari Kidul Ds. Slorok, Kec. Garum Kab. Blitar

Setelah dari Makam Mbah Raden Martoyudo dilanjutkan  ziarah ke makam Mbah Raden Subroto. Raden Subroto berasal dari Kerajaan Mataram Islam  adalah orang yang pertama kali membuka ( babad) Dusun Pucungsari atau Desa Slorok bagian sebelah utara. Beliau biasa disebut dengan nama Mbah Kabuh, ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau disebut dengan nama Mbah Kabuh karena dahulu yang pertama kali menemukan dan merawatnya atau istilah Bahasa Jawanya “Nguri-nguri” makamnya adalah orang Daerah Kabuh, sebuah tempat yang letaknya di Dusun Pucungsari Lor, untuk kebenarannya secara pasti kurang tahu. Makamnya terletak disebelah utara dari Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dusun Pucungsari Kidul Desa Slorok. 

3. Makam Mbah Raden Djaelani Lingk. Tawangbrak Kel. Tawangsari Kec. Garum Kab.Blitar

Beliaulah orang yang pertama kali tinggal sekaligus babad Lingkungan Tawangbrak. Terdapat beberapa versi berbeda tentang keberadaan Mbah Raden DJaelani di lingkungan tersebut.  Ada pendapat yang mengatakan bahwa kedatangan beliau di daerah tersebut atas perintah Eyang Darso Wari Kusumo,  seorang Waliyulloh yang membuka (istilah Bahasa Jawanya “Babad” ) Desa Tingal Kecamatan Garum Kabupaten Blitar. Diceritakan bahwa setelah Perang Diponegoro Eyang Darso Wari Kusumo diasingkan ke luar negeri oleh Belanda yaitu ke Negeri China. Namun Eyang Darso dapat meloloskan diri dari Negeri Cina  dan justru menunaikan Ibadah Haji di Makah Al Mukaromah.  Saat ibadah haji itulah Raden Djaelani bertemu dengan Eyang Darso dan setelah  melaksanakan Haji baik Eyang Darso maupun Raden Djaelani pulang ke Indonesia tidak kembali ke Kerajaan Mataram, tetapi justru menuju daerah timur yaitu Blitar . Versi lain mengatakan beliau berasal dari Dusun Gendingan Desa Gandusari Kabupaten Blitar, juga ada yang mengatakan Raden Djaelani berasal dari Surakarta (Kerajaan  Mataram Islam), bekas  anggota pasukan perang Diponegoro dan setelah Perang Jawa atau Perang Diponegoro beliau ke Blitar untuk menghindari kejaran Belanda.

4. Makam Waliyulloh Eyang Darso Waris Kesumo Ds. Tingal Kec. Garum Kab. Blitar

       Eyang Darso Wari Kusumo bin Kyai Imam Ghozali,  nama kecilnya adalah Raden Putut atau Raden Petut, sewaktu Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830 M.) beliau sebagai ahli strategi perang  Pangeran Diponegoro dalam melawan Pasukan Belanda. Beliau adalah seorang Raja Kerajaan Mataram Islam, makanya dipanggil dengan sebutan “Eyang” sebagai panggilan kehormatan terhadap seorang Raja.

Setelah Perang Diponegoro beliau dibuang atau biasa orang Jawa mengatakan “diselong” oleh Belanda ke Negeri China, namun dapat melarikan diri dan justru melaksanakan ibadah haji di Makkah Al Mukarromah.  Setelah ibadah haji ditemani Raden Djaelani tidak kembali ke Kerajaan Mataram tetapi justru menuju dan menetap di Desa Tingal Kecamatan Garum Kabupaten Blitar sampai akhir hayatnya. Karena lama meninggalkan Kerajaan Mataram putranya yang bernama Darso Semito mencarinya  dan setelah bertemu dengan Eyang Darso putranya tersebut menetap dan tinggal di Desa Tingal selamanya dan setelah meninggal  dimakamkan di barat Mushola dimana Eyang Darso dimakamkan. Selain Darso Semito beliau mempunyai putra yang tinggal di wilayah Blitar yaitu Raden Karso Ingejo atau nama lainnya adalah Raden Kasiar makamnya di Desa Tingal, Raden Karso Ingejo berputra Raden Mustamar yang makamnya di pemakaman umum Desa Karangrejo Kecamatan Garum Kabupaten Blitar. Diantara saudara Eyang Darso Wari Kusumo adalah Kyai Zakariya atau lebih dikenal dengan Syeh Imam Sujono yang makamnya di Gunung Kawi, Kyai Muntoro atau Kyai Hasan Mukmin yang makamya di Gunung Bendera Bendo Sumberjo Pagak Kabupaten Malang. Sebuah sumber mengatakan bahwa Eyang Darso Wari Kesumo adalah seorang Wali Qutub dimasa hidupnya.

5. Makam Patih Raden Kariman di Kel. Bence Kec. Garum Kab. Blitar

Raden Kariman adalah seorang Patih Kerajaan Mataram Islam yang diperintah oleh Rajanya waktu itu untuk mencari keberadaan Eyang Darso Wari Kusumo, Raja (Sultan)  Mataram yang setelah dibuang oleh Belanda tidak kembali kembali ke Mataram tetapi menetap di Desa Tingal Kecamatan Garum Kabupaten  Blitar.  Namun Setelah Patih Raden Kariman bertemu dengan Eyang Darso Wari Kusumo dia tidak kembali ke Kerajaan Mataram, tetapi justru bersama Eyang Darso tinggal di Desa Tingal Kecamatan Garum Kabupaten Blitar.  Akhirnya Patih Raden Kariman diperintahkan oleh Eyang Darso Wari Kusumo untuk berdakwah sekaligus membabad Desa Bence hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di sana. 

6. Makam KH Sodiq Damanhuri (PP. APIS) Sanan Ds. Gondang, Kec. Gandusari, Kab.  Blitar

KH. Sodiq Damanhuri bin K. Munadjat atau nama kecilnya Muhammad Jamhuri  lahir tahun 1904 di Dusun Jajar, Desa Jajar, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar, adalah seorang pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren APIS Sanan Gondang. Selama hidupnya Muhammad Djamhuri muda dipenuhi untuk mencari ilmu setidaknya kepada 19 kyai yang menjadi tempatnya menuntut ilmu, termasuk KH. Hasyim Asyari dan KH R. Fatah Mangunsari Kedungwaru Tulungagung. Usai menuntut ilmu beliau selain mendirikan Pondok Pesantren (PP) APIS (Asrama Perguruan Islam Salafiyah) Sanan Desa Gondang Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar juga berdakwah di lingkungannya. Kini pondok pesantren  tersebut telah berkembang menjadi besar dan telah menelorkan ribuan santri dibawah asuhan putra putrinya , setelah meninggal tahun 1988 beliau dimakamkan di lokasi pondok tersebut 

7. Makam KH Dimyati di Dsn. Kasim ,Ds Ploso Kec. Selopuro Kab. Blitar

KH. Dimyati bin KH. Hasbullah lahir pada tahun 1921 di Dusun Baran, Desa Ploso, Kecamatan Selopuro, merupakan seorang waliyullah yang sangat terkenal. Setelah lulus Sekolah Rakyat (SR) beliau nyantri di Ponpes Lirboyo dan menjadi santri kesayangan Romo Kyai Haji Abdul Karim selama sebelas tahun. Banyak cerita-cerita unik yang meliputi kehidupanya, sehingga orang-orang biasa mengenalnya sebagai Kyai Pandito karena besarnya karomah, kealiman, kewaskitoan (mukasyafah), ladunni serta segudang keahlian lain yang dimilikinya. Beliau meninggal pada tahun 1989 dalam usia 68 tahun, makamnya selalu ramai diziarahi orang dari berbagai penjuru daerah. 

8. Makam KH Imam Baghowi dan KH. Imam Sibaweh Ds Tlogo Kec. Kanigoro Kab.  Blitar

KH. Imam Baghowi (1850-1927 M) merupakan cucu Mbah Reso Wijoyo seorang anggota laskar Pangeran Diponegoro.  KH. Imam Baghowi merupakan peletak tonggak perjuangan dakwah Islam di desa Tlogo dan embrio berdirinya Perkumpulan Pendidikan Pondok Pesantren (PPPP) Al Muslihun Tlogo Kanigoro Blitar. Tidak heran bila di Kawasan PPPP Al Muslihun sampai kini terdapat dua pohon Sawo Kecik sebagai pertanda bila pusat dakwah tersebut masih ada kaitannya dengan laskar perjuangan Pangeran Diponegoro.  Setelah beliau tiada perjuangan serta dakwahnya diteruskan oleh putranya yaitu KH Imam Sibaweh yang terkenal sebagai auliya, alim serta waskita, kini makam kedua tokoh tersebut berada di komplek makam “Kubur Dowo” Tlogo Kanigoro Blitar.

9. Makam Kh. Abu Hasan dan KH. Abu Mansyur Ds. Kuningan Kec. Kanigoro Kab. Blitar

       KH. Abu Hasan lahir pada tahun 1790 dan meninggal pada tahun 1899. Sejak kecil sampai dewasa menimba ilmu agama Islam di Mambaul Ulum. Usia 29 tahun beliau diberi Dwi Sula dalam barisan komando guru besar Pangeran Diponegoro, hal itu menunjukkan bahwa beliau adalah penghulu yang taat, bermartabat, hebat serta kuat untuk dakwah Islam serta berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Peninggalan-peninggalannya yang sampai saat ini bisa dinikmati adalah rumah tinggal, bangunan Pondok Pesantrean, Masjid Jami’ Nurul Huda, Mimbar Khutbah, Tombak Dwi Sula, Pedang dan Kolam untuk Bersuci. Sedang KH Abu Mnasyur adalah mantan laskar Pangeran Diponegoro keturunan kakak tertua Sultan Hamengkubuwana I, yakni KH. Nur Iman Mlangi (makamnya di Dusun Mlangi, Ds. Nogotirto, Kec. Gamping, Kab. Sleman, DIY) menetap di Desa Kuningan Kecamatan kanigoro Kabupaten Blitar untuk meneruskan perjuangan Pangeran Diponegoro di Jawa Timur, beliau meninggal tahun 1964.

10.Makam Habib Ahmad bin Alwi Ds. Tuliskriyo Kec. Sanankulon Kab. Blitar

Habib Ahmad bin Alwi berasal dari Hadramaut Yaman, menurut silsilah Habib Ahmad dipercaya sebagai keturunan Rosululloh yang ke -34, beliau melakukan syiar Islam di daerah Blitar diperkirakan Tahun 1940-1950 M. Semasa hidupnya terkenal alim, dermawan, santun dan bijak, menjunjung budaya lokal sehingga dekat dengan masyarakat. Dulu kerap kali Pemerintah Kabupaten Blitar minta arahan-arahannya dalam berbagai penentuan kebijakan-kebijakannya. Beliau dulu dakwahnya sambil berdagang, dekat dengan orang Banjar sehingga sampai kini banyak orang Banjar berziarah ke makamnya, wafat pada tahun 1951 M , makamnya berada di sebelah barat Masjid Riyadus Sholihin Desa Tuliskriyo Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

11. Makam KH Abu Naim Ds.Darungan Ds Kandangan Kec. Srengat Kab. Blitar

KH. Abu Naim atau biasa dikenal sebagai “Auliya Seribu Masjid”, namanyan terkenal sampai di Tulungagung, Trenggalek juga Kediri. Beliau seorang alim, waskita dan ahli bidang penentu arah kiblat sekaligus ahli  memilih lokasi yang akan dibangun masjid. Banyak cerita “nyeleneh” yang kerap disaksikan oleh warga, misalnya ketika dalam sebuah perjalanan tiba-tiba beliau berhenti dan mengatakan bahwa di tempat tersebut suatu saat akan ada masjidnya sambil mengambil sebuah pohon atau yang lainnya untuk menandai tempat tersebut, ternyata benar setelah sekian tahun di tempat tersebut berdiri sebuah masjid. Makamnya tepat di belakang Masjid Baitur Rahman Dusun Darungan Desa Kandangan Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.

Makam KH Abu Naim
Makam KH Abu Naim

12 .Makam KH Mansyur Ds.Kalipucung Kec. Sanankulon Kab. Blitar

       KH. Mansyur putra KH. Abu Mansyur atau Kyai Thoya Kuningan Kanigoro Blitar. KH. Mansyur adalah pendiri Pondok Pesantren Al Fatah Desa Kalipucung Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, lahir sekitar 1881-an dan wafat tahun 1964-an. Perannya dalam mempertahankan negara Repubilk Indonesia sangat kental, saat pertempuran 10 November 1945 para anggota Laskar Hizbullah sebelum berangkat ke Surabaya untuk menghadapi Pasukan Sekutu lebih dahulu senjata Bambu Runcingnya diasma’i atau didoain dulu oleh KH. Mansyur. Selain memberikan do’a pada Bambu Runcing beliau juga mengajari teknik berperang pada pasukan yang akan berangkat ke pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, serta memberikan berbagai ilmu kesaktian dan keberanian sehingga pantang menyerah dalam menghadapi sebuah pertempuran.

13. Makam Kyai Toyib Admowijoyo Dsn.Ngadipuro, Ds.Sumberkulon,  Kec.Sanankulon Kab. Blitar

Pintu masuk makam K. Toyib Atmowijoyo
Pintu masuk makam K. Toyib Atmowijoyo

Ketokohan Kyai Toyib Admowijoyo dalam penyebaran agama Islam di wilayah Blitart tidak diragukan lagi, hal itu tidak terlepas dari kealiman dan karomah yang dimiliknya. Beliau seorang guru makrifat yang sudah terkenal diseantero Blitar raya, muridnya bukan hanya di wilayah Blitar tetapi juga dari Tulungagung dan Kediri. Diantara karomahnya adalah ketika ada seorang yang sowan kepadanya untuk minta do’a restu mau melaksanakan Ibadah Haji, setelah orang tersebut mau turun dari pesawat di Bandara Arab Saudi ternyata Kyai Toyib sudah menyambutnya di bawah pintu pesawat yang dinaikinya. Beliau juga ahli bermain pencak silat yang tidak pernah dikalahkan oleh lawan mainnya, sangat zuhud dan terkenal “waskita atau ruh sakdurunge winarah”.

14. Makam KH. Abdul Mu’id (Mbah Wali Mu’id) Lingk.Dawuhan, Kel.Kauman, Kepanjenkidul, Kota Blitar

       Sekitar pukul 17.00 rombongan peziarah sampai di makam KH Abdul Mu’id atau yang terkenal dengan Mbah Wali Mu’id. KH Abdul Muid (Aspiran) bin Ratmilah binti KH Abu Hasan (orang yang pertama kali membuka/ istilah Bahasa Jawanya “Babad” Desa Kauman, Kepanjenkidul, Kota Blitar), Jadi KH Abdul Mui’d adalah cucu pertama dari orang yang “babad” Kelurahan Kauman Kepanjenkidul yaitu KH. Abu Hasan, yang makamnya berada di utaranya. KH. Abdul Mu’id merupakan seorang waliyullah yang termashur pada masanya. Dulu beliau sering berada di sebuah mushola yang berada di depan STMI (sekarang Sekolah Menengah Kejuruan Islam atau SMKI), sehingga mushola tersebut dinamakan Mushola Syeh Abdul Mu’id. Diantara karomahnya yang dimilki adalah ketika beliau mau memetik buah Kelapa tidak usah menaikinya tetapi cukup dengan melambaikan tangannya kearah Pohon Kelapa tersebut, maka Pohon Kelapa tersebut dengan sendirinya turun menghampirinya kearah beliau, sehingga dengan mudah memetik buah kelapa yang diinginkannya, setelah itu Pohon Kelapa tersebut kembali berdiri tegak sebagaimana semula. Setelah meninggal dimakamkan di makam umum Lingkungan Dawuhan Kelurahan Kauman Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar atau barat Pasar Hewan Dimoro Kota blitar.

Makam Syekh Abdul Mu'id
Makam Syekh Abdul Mu'id
 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun