Mohon tunggu...
mohammad haritsdzakwan
mohammad haritsdzakwan Mohon Tunggu... mahasiswa universitas tazkia

haii semua perkenalkan namaku dzakwan, mohon bantuan teman teman untuk memperbaiki setiap tulisan artikel ku

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menuju Cashless Society: Mampukah Fintech Mengatasi Tantangan Infrastruktur dan Literasi Digital

28 September 2025   19:43 Diperbarui: 28 September 2025   19:43 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Transaksi digital bukan lagi sebuah kemewahan, melainkan bagian dari rutinitas harian masyarakat urban Indonesia. Secangkir kopi di pagi hari, ongkos transportasi, hingga pembayaran tagihan bulanan kini dapat diselesaikan dalam hitungan detik melalui gawai. Visi Indonesia menuju cashless society atau masyarakat nontunai terasa semakin nyata, dengan financial technology (fintech) sebagai mesin penggeraknya.

Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan di kota-kota besar, terbentang dua tantangan fundamental yang akan menentukan keberhasilan visi besar ini: infrastruktur yang belum merata dan tingkat literasi digital yang masih timpang. Pertanyaannya, mampukah ekosistem fintech menjadi jawaban atas kedua tantangan tersebut?

Akselerasi Fintech sebagai Tulang Punggung Ekonomi Digital

Tidak dapat dipungkiri, inovasi fintech telah mengubah paradigma masyarakat dalam bertransaksi. Kehadiran dompet digital (e-wallet), Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), peer-to-peer (P2P) lending, dan bank digital telah menciptakan ekosistem yang efisien dan inklusif.

Bagi konsumen, fintech menawarkan kemudahan dan kecepatan. Bagi pelaku usaha, terutama UMKM, fintech membuka akses permodalan yang sebelumnya sulit dijangkau dan menyediakan sistem pembayaran modern yang tercatat rapi. Pemerintah pun diuntungkan melalui transaksi yang lebih transparan dan potensi peningkatan penerimaan pajak. Transformasi ini adalah fondasi penting, namun fondasi ini baru kokoh di sebagian wilayah.

Tantangan #1: Kesenjangan Infrastruktur Digital

Euforia cashless society seringkali terpusat di Pulau Jawa dan kota-kota besar lainnya. Kenyataannya, jutaan rakyat Indonesia di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) masih berjuang dengan konektivitas internet yang tidak stabil, bahkan akses listrik yang terbatas.

Kesenjangan digital ini menjadi tembok penghalang utama. Bagaimana mungkin seorang pedagang di pasar tradisional di pelosok Nusa Tenggara Timur dapat menerima pembayaran QRIS jika sinyal internet putus-nyambung? Bagaimana seorang petani di pedalaman Kalimantan bisa mengajukan pinjaman modal produktif secara online jika ia tidak memiliki akses internet yang memadai?

Solusi yang Ditawarkan Fintech:

Menyadari tantangan ini, beberapa perusahaan fintech mulai mengembangkan solusi inovatif, seperti:

  1. Model Keagenan: Mirip dengan agen laku pandai di perbankan, fintech memberdayakan individu atau toko kelontong di daerah sebagai "agen" yang membantu masyarakat melakukan transaksi digital, seperti top-up saldo atau pembayaran tagihan.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Financial Selengkapnya
    Lihat Financial Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun