Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sampah, Berkah di Balik Bahaya Mengerikan

10 Desember 2022   21:01 Diperbarui: 16 Desember 2022   21:48 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sampah plastik yang menumpuk. (sumber: Freepik/jcomp via kompas.com) 

Sampah merupakan masalah lingkungan yang dari hari ke hari tidak terpecahkan di banyak tempat. Salah satu penyebabnya adalah jumlah penduduk yang terus bertambah. 

Pertumbuhan penduduk dengan sendiri memicu meningkatnya pemenuhan kebutuhan dan aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. 

Meningkatnya kebutuhan pangan, pakaian, barang-barang atau perabot rumah tangga, dan berbagai kebutuhan lainnya akan berdampak pada meningkatnya limbah atau sampah sebagai penyerta kebutuhan itu sendiri. 

Penyebab lain, kurangnya tanggung jawab masyarakat dalam menjaga lingkungan dari sampah. Sudah menjadi pemandangan biasa bahwa serakan dan tumpukan sampah masih mewarnai lingkungan sekitar. 

Di berbagai titik, sampah masih menyumbat arus sungai, menunda aliran selokan, mengganggu keindahan pantai, dan mengusik kenyamanan para pendaki gunung.


Detikedu mengabarkan bahwa Indonesia sendiri termasuk penyumbang sampah 5 besar setelah Amerika Serikat, India, Cina, dan Brazil. Ini sebuah sebuah prestasi yang sangat tidak membanggakan. Kenyataan ini menunjukkan satu hal bahwa gaya hidup masyarakat didominasi oleh aktivitas yang menghasilkan sampah.

Sampah tidak saja menjadi permasalahan kota tetapi juga warga desa. Di jalan-jalan kampung menuju sekolah saya misalnya, terlihat banyak serakan kantong plastik, botol dan gelas plastik, kemasan makanan ringan, sampai kertas minyak pembungkus nasi. 

Fakta ini menegaskan bahwa kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan masih rendah.

Plastik Menjadi Mikroplastik, Bahaya Mengerikan

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah seringkali mengacu kepada material sisa yang tidak diinginkan atau tidak bermanfaat bagi manusia setelah berakhirnya suatu kegiatan atau proses domestik. (Wikipedia)

Definisi sampah ini memberikan pemahaman bahwa seluruh aktivitas manusia selalu memiliki kemungkinan menghasilkan barang-barang tak terpakai. 

Sampah bagi banyak pihak menjadi permasalahan yang meresahkan. Keberadaan sampah dapat mengganggu kenyamanan sehari-hari; menyajikan pemandangan tidak sedap, menimbulkan bau busuk, atau menyebarkan aroma tidak bersahabat. 

Gangguan kenyamanan hanya satu hal. Sampah juga berpotensi menimbulkan penyakit. Diare, tifus, kolera, jamur, dan cacingan merupakan daftar penyakit yang dapat timbul dari sampah. Dampak paling mengerikan adalah sampah ditetapkan sebagai salah satu "tertuduh" utama penyebab kerusakan lingkungan.

Sampah yang dihasilkan manusia itu bisa berasal dari pesta, hajatan, konser musik, pertandingan sepak bola, konferensi di hotel berbintang, rapat, aktivitas pasar dan rumah sakit, dan aktivitas lainnya. 

Pada saat yang sama, setiap orang hampir pasti akan memproduksi sampah setiap kali membeli sepotong pakaian, membeli mainan untuk si kecil, belanja online, mengganti sparepart sepeda motor, sampai aktivitas rutin makan sehari-hari. Sampah juga bersumber dari aktivitas industri barang dengan volume yang relatif besar.

Sebagian sampah yang dihasilkan aktivitas di atas berupa sampah plastik. Sampah plastik adalah semua barang bekas atau tidak terpakai yang materialnya diproduksi dari bahan kimia tak terbarukan. 

Sampah yang digolongkan ke dalam sampah anorganik ini merupakan bahan yang membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengalami pelapukan atau proses penguraian. 

Banyak sumber menyebutkan penguraiannya dapat mencapai ribuan tahun. Jikapun terjadi penguraian, hasilnya hanya berupa mikroplastik.

Dikutip dari klikdokter.com, mikroplastik adalah partikel hasil penguraian plastik yang ukurannya tidak lebih dari 5 mm. Partikel ini dapat ditemukan di perairan laut, sedimen sungai, debu, bahkan pada rantai makanan. Ini berarti bahwa, sampah plastik hanya mengalami penguraian menjadi bentuk-bentuk kecil tanpa mengalami perubahan struktur dan sifat sebagaimana sampah organik. 

Data secara global menunjukkan, 400 juta sampah plastik setiap tahunnya dihasilkan penduduk bumi dalam aktivitas sehari-hari. Demikian waste4change melansir keberadaan sampah dunia. Angka itu dipastikan bisa bertambah dari tahun ke tahun.

Indonesia sendiri, berdasarkan data SIPSN (Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional),  menghasilkan berbagai jenis sampah hingga mencapai lebih dari  31,4 juta ton pada tahun 2021. 

Angka ini sama dengan 86 ribu ton sehari. Sekitar 16% dari sampah itu berasal dari plastik, atau sekitar 5 juta ton/tahun sampah plastik diproduksi secara nasional.

Banyak penelitian membuktikan betapa sampah plastik, khususnya, telah menjadi sumber pencemaran paling berbahaya. Sampah anorganik ini dipercaya dapat mengakibatkan terganggunya biota darat dan laut dalam jangka panjang.

Setiap tahun, sampah plastik membunuh jutaan hewan, mulai dari burung, ikan, hingga organisme laut. Melalui KOMPAS.com, sebagaimana dilansir National Geographic, sekitar 700 spesies hewan, termasuk yang terancam punah, diketahui telah terkena dampak sampah plastik. National Geografik Indonesia  merilis, 90 persen garam di dunia mengandung mikroplastik, Indonesia tertinggi.

Dikutip dari laman WWF, tahun 2019, ditemukan kenyataan bahwa delapan juta ton plastik bermuara di lautan setiap tahun. Jika dihitung dalam satuan waktu yang lebih kecil, jumlah itu sama dengan sekitar satu truk sampah plastik setiap menit mengalir ke samudera.

Keberadaan puing-puing plastik itu menjadi ancaman serius bagi kehidupan laut. Benda-benda sintetis itu dapat menyebabkan kematian karena tertelan, mati lemas, terjerat, berkurangnya mobilitas, dan cedera fisik secara eksternal maupun internal. 

WWF, lembaga bergambar panda itu, juga menyebutkan banyak spesies yang lebih besar kelaparan karena perutnya benar-benar penuh dengan plastik. 

Artinya, plastik sudah menjadi bagian dari rantai makanan. Setengah abad sebelumnya, 5 persen burung laut memiliki plastik di perutnya. Hari ini hewan pemakan plastik mencapai 9 dari 10 spesies. 

Pada tahun 2050, ketika lautan mengandung lebih banyak plastik daripada ikan, diperkirakan statistik tersebut dapat menyentuh angka 99 persen.

Data di atas memperingatkan umat manusia bahwa kehadiran sampah plastik telah menjadi sebuah ancaman mengerikan. Para peneliti dari University of Canterbury di Selandia Baru mengumpulkan sampel dari 19 situs di Antartika dan masing-masing berisi pecahan plastik kecil. 

Silakan cek informasinya di BBC News Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampah plastik telah menyebar ke berbagai wilayah bumi, bahkan ke wilayah paling tidak bertuan seperti Antartika.

Tidak saja di laut dan darat, udara pun berpotensi tercemar oleh sampah plastik yang mengalami pembakaran. Proses pembakaran sampah plastik yang dilakukan secara terbuka bisa mengakibatkan terjadinya polusi udara. 

Hal itu disebabkan oleh adanya partikel mikroplastik, logam berat seperti kadmium dan timbal, serta bifenil poliklorinasi yang terlepas saat pembakaran dan mengambang di udara. Itu berarti setiap hari udara yang dihirup umat manusia sudah mengandung bahaya plastik. 

Selain berbagai polusi di atas, masalah sampah plastik juga kerap memperparah pemanasan global dan perubahan iklim di seluruh dunia.

Berkah Sampah

ilustrasi pengolahan sampah. (Kolase - Dokumentasi Pribadi)
ilustrasi pengolahan sampah. (Kolase - Dokumentasi Pribadi)

Hampir setiap pagi seorang nenek masuk ke halaman sekolah untuk memunguti botol dan gelas plastik yang sudah dimasukkan siswa di bak sampah. 

Setiap pagi pula, sejumlah sepeda motor melintasi jalanan di luar tembok halaman sekolah. Pengendaranya melaju dengan sebuah karung besar di boncengan motornya. Mereka merupakan warga desa di sekitar sekolah saya yang mengais rezeki dari sampah. 

Mereka keliling kampung untuk menyisir sisa-sisa aktivitas rumah tangga, seperti barang bekas dari plastik, peralatan dapur dari aluminium, besi bekas, kertas, kardus, dan sebagainya. 

Pada hari lainnya, saat pulang sekolah saya mampir pada seorang pengepul untuk mencari besi bekas yang saya butuhkan untuk sebuah keperluan. Memasuki area pengepulan itu, tampak tumpukan karung berisi plastik berdasarkan jenisnya. 

Di area itu tampak dua orang perempuan sedang memilah sampah. Saya menduga mereka adalah buruh yang sedang bekerja pada pengepul. 

Di balik bahayanya yang begitu mengerikan, sampah juga membawa berkah bagi sejumlah orang. Keberadaan sampah menjadi sumber mata pencaharian bagi sebagian orang. Mereka yang diuntungkan itu adalah para pemulung, pengepul barang bekas, dan pengusaha pengolahan sampah menjadi barang yang didaur ulang.

Di sekitar sekolah saya, sebagian besar masyarakat menjalankan usaha sampah. Puluhan pengepul menghidupi keluarganya melalui keberadaan barang-barang tak terpakai. Mereka terdiri dari pengepul dengan skala usaha yang cukup besar sampai pengepul kecil.

Pengepul besar itu memiliki lahan dan gudang khusus tempat menimbun barang-barang mereka berupa yang plastik, kardus, besi bekas, ember pecah, bekas perabotan dapur, dan barang-barang lain yang masih diincar. Mereka merupakan pemasok barang ke Jawa.

Pengepul yang lebih kecil biasanya menampung sampahnya di halaman rumah. Mereka memanfaatkan ruang kosong yang ada untuk memilah dan menimbun sampah yang mereka peroleh. 

Pengepul besar biasanya memiliki jaringan pemulung yang lebih banyak. Berbeda dengan pengepul kecil yang menerima barang dari pemulung tertentu dan terbatas. Pengepul kecil juga terjun langsung ke lapangan mencari barang.

Keberadaan usaha sampah tersebut paling tidak memberikan manfaat pada banyak keluarga. Banyaknya jumlah pengepul merupakan indikator bahwa penghasilan usaha sampah itu patut diperhitungkan.

Masyarakat pada tiga desa di wilayah Kecamatan Terara, Lombok Timur, yang saya ketahui, banyak yang menyandarkan hidupnya dari sampah. 

Sayangnya usaha sampah itu baru terbatas hanya sebagai pengepul. Belum ada usaha sampah yang berorientasi pada pengolahan atau daur ulang.

Lombok Timur, 10 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun