Terus ada motivasi alasan mendasar kenapa kita butuh sesuatu, bisa karena lapar, ingin dihargai, atau sekadar cari kenyamanan. Dan semua pengalaman itu terekam dalam memori. Jadi, ketika kita ngeliat logo tertentu, langsung ke-trigger ingatan dan perasaan tertentu. Makanya brand gede kayak Coca-Cola atau McD tuh main di aspek emosional dan kenangan.
Perjalanan Keputusan Konsumen: Lebih Rumit Dari Nyari Gebetan
Setelah semua proses di atas, akhirnya kita belajar tentang consumer decision journey. Dimulai dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, sampai evaluasi setelahnya. Tapi ternyata keputusan itu bisa dipengaruhi banyak hal juga: sikap orang lain, kondisi situasi, bahkan keterlibatan emosional.
Ada dua tipe proses: central route (serius, mikir dalam) dan peripheral route (asal suka, asal lucu). Makanya, strategi pemasaran pun disesuaikan: bisa lewat logika, bisa juga lewat emosi.
Dunia B2B: Ketika Konsumen Adalah Organisasi
Setelah ngomongin individu, kita diajak masuk ke dunia pasar bisnis. Di sinilah pemasaran jadi makin "berat" tapi juga menantang. Bukan lagi soal bujuk rayu personal, tapi soal menyusun strategi buat perusahaan-perusahaan gede.
B2B alias business-to-business itu punya karakter unik: pembeli lebih sedikit tapi nilainya besar, proses pembelian panjang, banyak pihak terlibat (mulai dari user sampai manajer keuangan), dan tentu aja semuanya profesional. Bahkan kadang satu keputusan beli bisa makan waktu berbulan-bulan!
Kita juga belajar tentang Buying Center, yaitu tim dalam perusahaan yang terlibat dalam proses beli: dari yang inisiatif, yang pakai, yang memutuskan, sampai yang menyetujui. Dan tiap orang punya agenda sendiri-sendiri. Jadi, pemasar harus jago ngebaca kebutuhan tiap peran itu.
Membangun Hubungan dan Menghadapi Tekanan Harga
Dalam pemasaran B2B, hubungan jangka panjang itu kunci. Bukan cuma jualan produk, tapi juga solusi. Misalnya, perusahaan penyedia alat berat bukan cuma jual alatnya, tapi juga layanan perawatan, pelatihan, dan jaminan garansi semua itu buat bangun trust.
Dan yang nggak kalah penting: mengatasi tekanan harga. Soalnya banyak pembeli B2B itu pinter nawar (kadang nyebelin). Tapi perusahaan bisa menang bukan cuma lewat harga murah, tapi juga value yang lebih besar kayak efisiensi, kualitas layanan, bahkan branding.