Mohon tunggu...
Mohamad Aby Gael
Mohamad Aby Gael Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Antropologi, Universitas Airlangga

Menulis untuk meredam kegelisahan yang sering datang tanpa diundang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajak Nasi Bungkus

5 Desember 2020   15:39 Diperbarui: 5 Desember 2020   15:44 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setapak dahaga, merangsang nafas
Aku berpamit pada gubuk mewahku
Sejujurnya aku cemas
Jikalau, hiruk pikuk dunia luar
Menawarkan kemewahan fantastis
Dan aku digombalinya disentuhnya, padahal itu palsu

Silau cahaya rumah ibadah menjadi pilihan
Di tepian pelataran
Observasiku, tertuju pada sekepal nasi bungkus
Berjejerlah antrean, pelan, dan tak sabar
Aku pun terhanyut dalam barisan
Nasi bungkus, aku datang

Terdengar suara melintas
"Hei, mengapa ikut antri? Kau kan anak orang berada"
Siapa itu? Aku tolah-toleh
Nasi bungkus pun dalam genggaman
Sontak aku terdiam, apa yang salah dengan nasi bungkus?
Mungkin ini variasi warna-warni dunia

Aku terombang-ambing, tak tentu arah
Dengan nasi bungkus
Yang masih dalam genggaman, dan juga pikiran

Entah bagaimana kaki ini melangkah
Hingga tiba di depan cafe kekinian
Aku mengintip
Pemuda polos nan lugu membawa nasi bungkus ke dalam
Gerombolan teman gaulnya, menahan tawa, memandang rendah, menyudutkannya
Mereka pun duduk bak konferensi bundar
Pemuda polos itu meminta pelayan
"Mbak, minta piring keramik putih bersih ya"
Dituangnya lauk nasi bungkus itu
Simsalabim
Seketika teman-temannya menjadi normal
Bersahaja, seolah lupa tentang sebelumnya

Simbol nampaknya telah dilekatkan orang-orang
Pada makanan yang dibungkus oleh kertas minyak
Seakan menceritakan
Ini makanan golongan bawah
Jika tidak benar-benar terpaksa
Kau tak boleh memakannya

Petang tak terasa menyambut
Lampu hias kota pun memancar terang
Tukang nasi goreng keliling
Menjadi objek pengamatanku selanjutnya

Ah, akhirnya seorang pembeli tiba
Setelah nasi komat kamit di atas wajan
Dan tingkah penjual bak atraksi sirkus
Dibungkusnya dengan kertas minyak
Dan.. tak terjadi apa-apa
Ha? Pembeli malah berucap terima kasih?
Mengapa ia tidak merasa direndahkan?

Secercah jalan terang ku dapatkan
Makna nasi bungkus itu dapat berbeda
Jika kita sengaja membelinya

Lelah mendatangi
Aku pun pulang ke gubuk
Dan menjadi kaum rebahan
Menonton TV 14 inch gemeresekku

Apa? Berita menyiarkan nasi bungkus di Senayan?
Berita juga memberitakan nasi bungkus di sudut kota London?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun