Mohon tunggu...
Moertjahjo Wiyono
Moertjahjo Wiyono Mohon Tunggu... -

Moertjahjo, SKM,M.Kes. AAK. alumni Pasca Sarjana FKM-UI, Praktisi Asuransi kesehatan managed Care, Konsultan Pengelolaan klinik inhouse Industri, Penyusun awal konsep JPK Gakin DKI Jakarta, Pendiri Asosiasi JAMSOSDA dan JAMKESDA, Pengurus PAMJAKI, LAFAI, dan KUPASI. Penulis buku "Jaminan Kesehatan konsep Desentralisasi terintegrasi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perankan Jamkesda sebagai Mitra BPJS agar JKN Tidak Kedodoran

10 Februari 2014   08:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:59 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

PERANKAN JAMKESDA SEBAGAI MITRA BPJS

AGAR JKN TIDAK KEDODORAN

Oleh : Moertjahjo

Sebulan lebih sejak 1 Januari 2014 implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN ) sebagai bagian Sisitem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS, banyak keluhan yang dirasakan oleh peserta dan provider khususnya Rumah Sakit2 berdasarkan informasi-informasi yang penulis dapatkan dari media cetak, maupun elektronik. Dan penulis tergerak untuk ikut menulis sebagai kontribusi pemikiran setelah mengamati beberapa tulisan – tulisan baik di kompas maupun di kompasiana mengenai BPJS yang kedodoran baik tulisan dr.Tjatur ka.BPJKD Jatim dan tulisan-tulisan DR.Yaslis Ilyas.  Sebagai pengamat tentunya penulis ikut prihatin terhadap keluhan-keluhan masyarakat terhadap pelayanan JKN baik pelayanan mulai pendaftaran peserta sampai pelayanan peserta di Rumah Sakit provider. sampai-sampai ada berita di metro TV seorang kakek peserta JKN dilampung dibuang oleh ambulan hingga tewas.

Sebenarnya rencana implementasi tersebut sudah diketahui setahun sebelumnya, artinya sudah cukup waktu untuk mengantisipasi potensi –potensi masalah yang akan terjadi pada pelayanan antara lain teradap lonjakan kepesertaan dan lonjakan kunjungan di provider JKN, sehingga pada saat implementasi  tidak banyak terjadi keluhan-keluhan yang dirasakan oleh masyarakat atau peserta. Tetunya seperti rekruitmen SDM baru bagi BPJS juga sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum 1 Januari 2014 sehingga mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan antisipasi persiapan.

Dengan ditetapkannya tahapan peta jalan ( Road map) sampai 5 tahun kedepan oleh DJSN, pemahaman penulis bahwa pemerintah ingin menegaskan dalam implementasi JKN perlu bertahap karena kalo sekaligus melayani seluruh rakyat Indonesia dalam sekali waktu pasti sulit. Dan Tanggal 1 Januari 2014 bendera start baru dikibarkan jadi masih masuk dalam masa-masa persiapan sampai dengan tahun 2020. Namun Sosialisasi oleh pemerintah dan BPJS terkesan bahwa BPJS dan pemerintah sudah sangat siap bahwa saya dengar 98% telah siap tinggal 2% saja yang masih dalam persiapan. Hal ini menimbulkan persepsi masyarakat termasuk penulis senang karena bisa berharap baik ( over expectasi ), apalagi pada acara BPJS dicanangkan oleh bapak Presiden di Sukabumi dan telah ada kesepakatan bahwa semua BUMN langsung ikut menjadi peserta JKN   sebagai pelopor masyarakat Industri dan dunia usaha. Sehingga persepsi masyarakat menjadi lebih yakin kalo pelayanan JKN sudah siap betul oleh BPJS. Sehingga penulis menyarankan kepada keluarga dan tetangga untuk segera mendaftarkan diri ke BPJS bekasi ( terdekat) setelah penulis informasikan tentang besar premi dan benefit serta konsep managed care yang harus diikuti sebagai prosedur. Bagi para pekerja yang mandiri atau bukan pekerja penerima upah sangat antusias untuk segera mendaftar setelah mereka menghitung berapa jumlah premi yang harus dibayar untuk keluarganya. Dengan semangat akan segera mendapatan perlindungan jaminan kesehatan bagi keluarganya maka mereka termasuk kakak saya  langsung datang ke kantor BPJS cabang bekasi ( pertengahan Januari 2014) namun apa yang dialami 2 kali datang untuk mendaftar sebagai peserta tidak berhasil dilayani karena antrean sampai 600 orang dengan nomor antrean yang dipegang nomor 582 tak sampai terpanggil, dan pada hari berikutnyapun hal yang sama terjadi, sehingga pulang dengan kecewa terhadap harapan besarnya.

Tulisan dr. Tjatur dan DR.Yaslis Ilyas di kompasiana tgl 5 dan 6 Februari yang lalu, mengingatkan saya pada putusan MK-RI no. 007/PUU-III/2005, hasil putusan terhadap uji materi UU. 24/2004 tentang SJSN. Kalo kita baca pelan-pelan pada pertimbangan putusannya sebagai berikut cuplikannya: Menurut pertimbangan putusan MK-RI No. 007/PUU-III/2005, bahwa pembentukan BPJS Pasal 5 ayat (1) UU.40/2004, yang berbunyi “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan undang-undang” tidak bertentangan dengan UUD 1945 asalkan ditafsirkan bahwa yang dimaksud oleh ketentuan tersebut adalah pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial tingkat nasional yang berada di Pusat.

Pasal 5 ayat (4) yang berbunyi “Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan undang-undang”,karena ternyata menutup peluang bagi Pemerintahan Daerah untuk membentuk dan mengembangkan badan penyelenggara jaminan sosial tingkat daerah

Maka telah duputuskan oleh Mahkamah Konstitusi RI sebagai berikut : Menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-undang Republik Indonesi Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Berdasarkan implementasi JKN yang baru 1 bulan lebih, beberapa tulisan di media sosial, media cetak dan media elektronik, serta hasil putusan MK-RI no. 007/PUU-III/2005. Penulis ingin berkontribusi pemikiran sebagai berikut :


  1. Di Era Reformasi ini salah satu kesepakatan mayoritas bangsa adalah desentralisasi, memberikan delegasi kepada daerah2 termasuk pelayanan kesehatan, oleh karenanya Makamah Konstitusi telah mengabulkan uji materi pada saat UU.no.40 tahun 2004 tentang SJSN, bahwa kepada Daerah-daerah diijinkan ( tidak dilarang) untuk mengembangkan badan penyelenggara jaminan sosial ( seperti Jamkesda) cukup dengan Perda ( tidak perlu dengan Undang-undang ) untuk melaksanakan kewenangannya dalam jaminan sosial. Sedangkan untuk tingkat nasional yang berkedudukan di Pusat harus dibentuk BPJS berdasarkan Undang-undang. Dengan ditetapkannya UU no.24 tahun 2011 tentang BPJS, maka terbentuklah BPJS Nasional yang berkedudukan di tinggkat Pusat. Walaupun BPJS kesehatan adalah penjelmaan dari PT. ASKES yang memiliki cabang-cabang di sebagian besar wilayah Indonesia, namun dalam implementasi JKN dapat berbagi peran dengan Jamkesda2 di daerah, sedangkan daerah2 yang belum mampu memiliki Jamkesda, maka menjadi tanggung jawab BPJS Nasional ( pemerintah Pusat ). Hal ini akan lebih menghargai aspek hukum yang sudah diputuskan MK-RI yang bersifat final dan mengikat, serta lebih menghargai kreatifitas dan kewenangan daerah di era desentralisasi yang sedang dijalankan di jaman reformasi ini. Yang penting sistemnya satu yakni JKN sebagai system nasional yang harus dilaksanakan oleh daerah2. Bila ada benefit lebih yang diberikan oleh Jamkesda boleh2 aja asal jangan mengurangi benefit JKN.
  2. Terhadap pembiayaan PBI, terbukti dari tulisan dr. Tjatur ( ka. BPJKD Jatim ) masih ada masyarakat jatim yang dhuafa yang belum tercover oleh BPJS Nasional seperti para tuna wisma, dll. Hal ini menunjukkan bahwa BPJS dan APBN masih perlu dibantu oleh Jamkesda / BPJKD yang dapat membackup baik pembiayaan melalui APBD maupun masyarakatnya yang tidak discover oleh BPJS Nasional. Oleh karenanya eksistensi Jamkesda menurut penulis jangan buru-buru oleh pemerintah pusat untuk dimatikan, namun perlu di evaluasi keberadaannya kalo perlu dijadikan mitra BPJS Nasional bulan dijadikan rivalitasnya. Sehingga ada synergy potensiasi antara BPJS Nasional dengan Jamkesda di daerah yang lahir dengan semangat desentralisasi. Oleh karennya penulis merasa prihatin kena apa pemerintah pusat ( pernyataan Menko kesra Agung Laksono  ) bahwa peserta jamkesda diberikan waktu sampai 2016 harus diintegrasikan ke BPJS, semangat ini menurut penulis sangat sentralistik sama sekali tidak menghargai semangat desentralisasi yang menjadi salah satu agenda di era reformasi sekarang ini.
  3. Terhadap Jamkesda sering dikatakan bahwa kelemahan benefit peserta wilayahnya ). Padahal kalo pandangannya tidak rifalitas dan dikotomi, namun sebaliknya bahwa jamkesda bagian dari JKN dan BPJKD sebagai mitra BPJS Nasional di daerah, maka urusan portabilitas mudah penylesainnya, karena ada BPJS yang akan menalangi dahulu tinggal reimbers ke Jamkesda.  
  4. Tentang berbagi peran dalam pelayanan antara BPJKD jamkesda dan BPJS Nasional, dimungkinkan untuk dilaksanakan karena pasal 51 UU. No.24/ 2011 tentang BPJS, memberikan ruang untuk itu. Dipihak lain bagi Jamkesda peran yang diambil harus ditujukan untuk peningkatan kualitas mutu layanan JKN dan dapat memerikan pembelajaran ( lesson learn) dari JKN. Sehingga bila keduanya bisa kondusif kooperatif untuk rakyatnya, maka peserta JKN akan merasa diuntungkan dan bahkan mungkin para provider baik puskesmas dan RSUD  bisa juga lebih baik dalam memberikan pelayanannya mengingat pemda yang memiliki dan bertangung jawab di daerah. Penulis hanya menkhawatirkan bila JKN dipersepsikan oleh pemda di daerah2 seolah-olah adalah program pusat yang dilaksanakan dengan semangat sentralisasi melalui lembaga BPJS sampai pelayanan ke daerah-daerah, maka pemda akan menjadi penonton saja dan kurang merasa ikut tanggung jawab bila ada masalah2 pelayanan di daerahnya. Sehingga rakyat atau peserta JKN yang akan menjadi korban. Tentang kekhawatiran penulis bisa kita amati bersama bagaimana yang akan terjadi ??, mudah2an tidak begitu.

Penulis berharap semoga pelayanan JKN dan program lainnya yang menyusul dalam SJSN akan semakin lebih baik dan monitoring dan evaluasi akan menjadi penting untuk perbaikan bersama, dan semua pihak perlu memberikan apresiasi dan dukungan serta kritis terhadap program ini karena ini merupakan hak warga Negara yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 ( amandemen). Kalo bukan kita siapa lagi, kalo bukan sekarang kapan lagi, maka penulis juga berharap kapada teman-teman pengelola Jamkesda untuk bisa memberikan kontribusi positif untuk program JKN yang kita sama2 dukung.

Moertjahjo, SKM, M.Kes, AAK

Note :

1.Praktisi dan pengamat Jaminan Kesehatan

2.Salah satu pendiri Assosiasi Jamkesda di Indonesia.

3.Pengurus di beberapa organisasi Masyarakat dan profesi Jaminana Kesehatan indonesia (PAMJAKI)

Email address : moertjahjo58@gmail.com, murcahyo.2000@yahoo.com


Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun