Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Zona Nyaman Mengakibatkan Hilangnya Obsesi Besar Seseorang

20 Januari 2021   23:03 Diperbarui: 22 Januari 2021   05:35 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hidup santai di rumah. (sumber: SHUTTERSTOCK/Alena Ozerova via kompas.com)

Hidup tanpa Target

Sejatinya kehidupan ini harus memiliki blue Print yang jelas dan tepat, sehingga memudahkan seseorang dalam melangkah untuk menemukan jati dirinya. Namun yang sering terjadi kebanyakan orang menjalaninya secara alami tanpa ada target yang pasti.

Semenjak bangku sekolah, tidak banyak dari kita yang menemukan tujuan hidup maupun patokan dasar yang jelas dalam mencapai target. Tidak semua orangtua punya keahlian yang mumpuni dalam membimbing anaknya untuk menemukan jati dirinya.

Sehingga akhirnya hanya menjadi robot dalam bergerak, sekolah sekedar rutinitas, tanpa arah yang yang pasti. Kalaupun ada orangtua yang memasang target, biasanya hanya sebatas mengejar untuk menjadi PNS ataupun karyawan yang gajinya tidak seberapa.

Terkadang kita sudah terlanjur didoktrin oleh orangtua untuk menggantungkan cita-cita hanya sebatas pada hal-hal yang biasa. Seharusnya mereka menggantungkan cita-cita anaknya pada hal yang besar, bukan sekadar menjadi pekerja yang berharap gajian pada awal bulannya.   

Terjebak dengan Zona Nyaman

Pada umumnya orang-orang terbiasa menjalani rutinitasnya sesuai dengan lahan ataupun profesi yang sudah didapatkannya. Katakanlah seorang pekerja kantoran hanya berkutat dengan berbagai urusan kantor, yang menuntutnya untuk menyelesaiakan target dari salah satu produk yang telah ditentukan oleh perusahan tersebut.

Kenyataan tersebut, membuat seseorang jarang mendapatkan kesuksesannya, tapi hanya menjadi bagian dari orang yang membesarkan perusahaan tersebut. 

Hal ini sering terjadi dimana perusahannya berkembang pesat dengan menjamurnya anak perusahan. Sementara kariyawannya hanya hidup pas-pasan, hingga pensiun tanpa bisa membangun rumah yang ideal untuk ditempatinya.

Takut Keluar dari Zona Nyaman 

Mereka sukar untuk keluar dari zona nyamanya, baginya dengan mengantongi gaji bulanan sudah cukup. Begitupun dengan para pekerja lepas harian, dengan harapan uang yang akan diterimanya tiap hari sudah merasa aman baginya.

Ilustrasi: shutterstock
Ilustrasi: shutterstock

Kebanyakan orang takut untuk move on dengan pekerjaan lain, karena takut akan berbagai resiko yang akan dihadapinya. Pada umumnya mereka takut dengan kegagalan yang akan menyambanginya saat bekerja di tempat yang baru.

Ketika ketakutan sudah menyelimuti mereka, maka pada akhirnya mereka hanya berada pada zona nyaman. Sama sekali tidak berani kluar dari zona tersebut.

Inilah penyebabnya di Indonesia kebanyakan orang hanya mampu menjadi pekerja untuk membuat pemilik perusahaan menjadi kaya. Sementara para buruh hanya menjadi orang biasa dengan pendapatan pas-pasan, tanpa adanya kepastian masa depan.

Barangkali masih ingat dengan kisah dari Almarhum Jakob Oetama salah seorang pendiri kompas, pada awalnya beliau hanyalah seorang guru biasa di sebuah sekolah. 

Tapi karena beliau berani untuk keluar dari zona nyaman, akhirnya beliau menjadi presiden direktur di Kompas Gramendia Group.

Sebagaimana kita ketahui bersama, sema hidupnya beliau telah berhasil membawa perusahan tersebut berkembang pesat. Dari kisah beliau seyogyanya bisa menginspirasi kita, agar jangan pernah takut untuk keluar dari zona aman.

Ketika Orangtua Punya Obsesi Lain untuk Anaknya 

Orang tua lebih dominan dalam menentukan masa depan anaknya, satu sisi hal ini memang baik terhadap mereka. Namun disisi lain jika orang tua terlalu mendekte anaknya, atau dengan kata lain mengarahkan anaknya untuk mengikuti obsesi sang orangtua.

Keadaan tersebut akan membuat sang anak merasa sangat terpuruk, akan merasa bahwa ia harus menguburkan impiannya. Kemudian bergerak untuk mewujudkan impian orangtuanya, dimana hal tersebut dilakukan menyimpang dengan nuraninya. Semata dilakukannya hanya untuk menyenangkan orangtuanya.

Apabila budaya seperti ini masih menjadi trend dikalangan orangtua, maka ini akan berdampak pada psikologis sang anak. Akan sulit kita dapatkan orang-orang yang loyal dengan tugasnya nanti, karena dia hanya melakukan apa yang disukai orangtuanya. 

Dampak negatif dari hal itu adalah akan terjadinya penurunan produktifitas kerja yang menghambat pelayanan untuk msyarakat nantinya.  

Berakhir Tanpa Pencapaian yang Berarti

Orang yang bertahan dengan zona nyaman, tentunya akan terus menjalani rutinitas yang biasa-biasa saja tanpa pencapaian yang berarti. Karena hanya bertugas menggerakkan target dan sasaran yang telah di tetapkan oleh atasannya atau perusahaan tempatnya bekerja.

Sama sekali ia tidak bisa berkreasi sesuai dengan keinginannya atau obsesinya, padahal jika seseroang keluar dari zona aman tersebut, maka orang tersebut akan menemukan pencapaian yang lebih tinggi. Tidak tertutup kemungkinan akan menjadi pemilik perusahaan, menjadi ilmuan atau hal-hal besar lainnya.

Oleh sebab itu, untuk mendapatkan pencapaian yang berarti sudah saatnya kita berbenah. Berusaha lebih kuat, pantang menyerah, serta jangan takut keluar dari zona nyaman. 

Kita terlahir sebagai petarung, dan ini harus kita buktikan bahwa kita adalah benar-benar menjadi petarung hebat dengan pencapaian yang luar bias nantinya.

Sebelum kita meninggalkan dunia ini, sepatutnya kita harus mencipta sejarah yang melampaui ayah kita, pun begitu selanjutnya bagi anak cucu kita. Merka harus bisa menyempurnakan sejarah melebihi pencapaian pendahulunya.

Keinginan seperti itu harus selalu terpatri dalam diri kita dan menularkan kepada anak cucu kita, agar regenrasi selanjutnya benar-benar menjadi penerus yang berkualitas untuk agama dan bangsa.

Banda Aceh, 20 Januari 2021

Moehib Aifa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun