Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bisa Jadi Ada Dusta dalam Bahasa Tulis Kita

13 Agustus 2020   18:47 Diperbarui: 13 Agustus 2020   18:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto (nationalgeographic.grid.id)

Saya rasa ini juga sangat masuk akal, selama tidak mengubah makna dari tema yang kita tulis, serta tidak merugikan orang lain, baik dari segi nama baiknya maupun yang bersifat pembodohan publik.   

Oleh sebab itu, menulis membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian, agar tidak dikatakan sebagai penulis yang mendustai hatinya sendiri.

Sebagai contoh, apabila membuat tulisan yang bergenre  motivasi atau nasehat agama, secara moral menuntut sikap yang harmoni. Artinya, ada kesesuaian antara tulisan dan perbuatan. Bukannya bertolak belakang dengan apa yang kita tulis. Tulisan yang bertetangan dengan moral bisa dikatakan juga mendustakan diri sendiri. Penulis dalam pada titik tertentu, dituntut menjadi role model dengan apa yang ia tulis, agar ia menjadi lebih terhormat dalam pandangan publik.

Namun demikian, pembaca boleh memiliki cara pandang yang berbeda. Tulisan, sebagai sebuah karya, pada prinsipnya memberikan kita kebebasan berekspresi. Yang saya tuangkan di sini merupakan cara pandang saya sebagai individu. Bukan sebuah teori.

Berdasarakan pengalaman dan juga melihat keberhasilan penulis-penulis dahulu, saya mencoba sedikit mengupas tentang dua kategori penulis, berdasarkan karakter kejujuran dalam tulisan mereka. Yakni yang mendustai hatinya sendiri dan yang menulis dengan hati nurani dan kejujuran.

Penulis yang Mendustai Diri Sendiri

Ada seorang penulis yang membuat tulisannya secara obyektif. Tujuannya agar karyanya bisa diterima oleh pembaca. Dia menulis dengan jujur, dalam bentuk artikel, seperti perjalan wisata, tips kesehatan, berbagi ketrampilan dan ilmu pengetahuan, pahit manisnya perjuangan kehidupan, dan kiat-kiat sukses yang ditulis dalam bentuk buku motivasi.

Namun ada karya penulis yang subyektif. Tujuannya untuk membuat cerita sensasi. Ini biasanya berupa artikel yang pokok pikiran utamanya dikembangkan dalam bentuk kasus-kasus yang bisa menyeret para pejabat atau tokoh masyarakat. Misalnya kasus kurupsi, maupun kasus perselingkuhan.

Satu tahun yang lalu saya pernah bertemu dengan salah seorang mantan wartawan sebuah majalah lokal. Saat bertemu dengan wartawan tersebut, saya melihat dia menggunakan ID Card sebagai karyawan Bank. Melihat penampilannya tidak lagi sebagai wartawan, saya pun bertanya, "Kenapa tidak lagi menjadi wartawan?". Kawan tersebut menjawab "Saya sudah lama meninggalkan dunia jurnalistik, meskipun secara finansial sangat mudah saya dapatkan di sana."

Makna dari kata "sangat mudah mendapatkan finasil", tidak lain adalah terjadinya transaksi gelap antara wartawan dengan seseorang yang merasakan sedang dalam pemberitaan buruk. Sebagai contoh seorang pejabat sedang heboh-hebohnya diberitakan terendus kasus korupsi. Pemberitaan semacam itu tentu saja mengganggu posisi jabatannya dan bahkan terancam akan menikmati kursi pesakitan. Untuk membendung berita tersebut, si pejabat ini rela menggelontorkan puluhan hingga ratusan juta rupiah kepada wartawan, tergantung intensitas dari pemberitaan tentangnya.

Beranjak dari pengalaman tersebut, kawan saya akhirnya resign dari majalah tersebut, dan memilih menjadi karyan Bank. Baginya menjadi karyawan Bank jauh lebih tenang, dibandingan dengan pekerjaannya sebagai wartawan dulu yang sering menerima uang panas dari pejabat bermasalah untuk menghentikan pemberitaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun