Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Natsir: Komunisme Musuh Islam

5 November 2017   12:27 Diperbarui: 8 November 2017   08:51 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1955, untuk pertama kalinya Indonesia mengadakan pemilihan umum, Partai Masyumi yang diketuai Natsir, memperoleh suara yang signifikan yakni menjadi pemenang kedua setelah PNI disusul kemudian NU dan PKI.

Untuk yang kesekian kalinya, Natsir berbeda pandang dengan Soekarno ketika Soekarno mempunyai gagasan pembentukan Kabinet empat kaki yang didalamnya bisa mewakili partai partai pemenang pemilu. Natsir menolak gagasan itu, alasannya karena disitu ada PKI, Natsir kemudian mengungkapkan dalil dalil Islam yang menyebut Komunisme itu bertentangan dengan Islam, menurut Nasir tidak mungkin pertentangan antara Islam dan komunisme itu dipersatukan, laksana minyak dengan air, walaupun di rebus  dan diaduk aduk seperti apapun tidak mungkin akan bersatu.

Disinilah benih benih pertentangan antara Natsir dan Soekarno mulai terlihat kembali, masa demokrasi liberal adalah masa pertarungan politik di Parlemen antara kaum nasionalis, komunis dengan golongan Islam hingga kemudian Presiden mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden tahun 1959 karena dianggap Parlemen tidak bisa menjalankan dan menyelesaikan tugasnya. Sistem Demokrasi Liberal berganti dengan Sistem Demokrasi Terpimpin yang menempatkan Soekarno sebagai poros semua kebijakan melalui gagasan Nasakom.

Natsir sangat kecewa, dengan kepemimpinan Demokrasi Terpimpin yang cenderung dictator, iapun kemudian kembali ke Padang dan ikut bergabung dengan PRRI. Perburuan terhadap aktivis PRRI dilakukan hingga ahirnya Natsir di jebloskan kedalam tahanan oleh Pemerintah Soekarno pada 1962.

Tahun 1966, Natsir dibebaskan Soeharto setelah kekuasaan Soekarno runtuh  pasca terjadinya Pemberontakan G.30/S-PKI yang telah menewaskan beberapa Jendral yang diculik oleh pasukan Cakrabirawa serta didalangi PKI hingga ahirnya menimbulkan gelombang protes dari berbagai elemen utamanya Mahasiswa hingga ahirnya Soeharto berkuasa sebagai pemimpin Orde Baru.

Pada saat Soeharto berkuasa, Natsir tetap mengabdi kepada nusa bangsa, ia dianggap berjasa dalam mencairkan hubungan Indonesia Malaysia yang sempat renggang akibat ganyang Malaysianya Soekarno, ia juga berhasil meyakinkan Jepang tentang kesungguhan Soeharto membangun ekonomi Indonesia hingga jepang mau memberikan bantuan keuangan dan berhasil pula menghubungi Kuwait agar bisa menanamkan investasi di Indonesia.

Sungguhpun demikian, Soeharto tetap membatasi aktivitas politik Natsir, ini terbukti saat Natsir  berniat menghidupkan kembali Partai Masyumi, Soeharto melarang berdirinya Masyumi, dan ketika aktivis Masyumi mendirikan partai PARMUSI, Natsir tidak diperkenankan untuk menjadi ketua PARMUSI. Natsirpun berhenti dari kehidupan hingar bingar politik dalam negeri, ia kemudian  aktif di Lembaga Dak’wah yang ia dirikan yakni Dewan Dakwah Islamiyah hingga ahir hayatnya pada 9 Februari 1993 dalam usianya yang ke 83, ia adalah Pahlawan bangsa yang konsisten memperjuangkan nilai nilai keislaman dan anti Komunis.

Catatan;  Tulisan ini merupakan intisari dari Buku "Natsir, Poiltik Santun di antara Dua Rezim", KPG Tempo, 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun