Berkunjung ke Kota manapun, hal yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh siapapun adalah Makan!.
Urusan makan berkait erat dengan kuliner, urusan kuliner terkait dengan selera, terkadang juga terbawa oleh citra ciri has dari kota yang dikunjungi.
Semisal, berkunjung ke Yogyakarta, maka citra yang ada adalah Malioboro, kulinernya bisa pilih sesuai selera, tapi paling utama adalah Gudeg.
Beberapa hari lalu saya berkunjung ke Semarang, tugas dari KONI Banten  Monitoring Pekan Olah Raga Pelajar Nasional (Popnas) XIV 2017  dalam rangka memantau bibit atlit muda potensial yang akan diproyeksikan untuk PON Remaja II tahun depan di Kaltim.
Setibanya di Semarang, citra yang sampai ke saya adalah Simpang Lima. Menurut tutur pinutur, di Simpang Lima inilah wisatawan bisa mengisi perut dengan berbagai macam kuliner has Jawa Tengah.
Secara kebetulan, tempat menginap saya hanya berjarak 200 meter dari pusat kuliner Simpang Lima yang juga dijuluki Pujasera.
Berkunjung ke Simpang Lima untuk menikmati kuliner, enaknya malam hari, kios kios  jajanan sejatinya berjejer di pedestrian, namun karena penataannya yang apik dan dikordinir dengan baik,ada Ketua Paguyubannnya,  maka kesan yang muncul adalah suasana yang mengasikkan. Sambil ngobrol santai mencicipi makanan sesuai selera, kita bisa menikmati pemandangan ke Alun-Alun yang juga dilengkapi taman yang indah dan beberapa fasilitas lain yang menghibur.
Pada kesempatan penugasan di Semarang ini, saya dan rombongan KONI Banten seperti Tomy, Asep Yusuf,Hengki S.Bremer tak menyia-nyiakan untuk merasakan kuliner Simpang Lima pada malam pertama. Ada tahu Gimbal, Nasi Gandul, Rawon dan berbagai macam jenis makanan dijajakan.
Pilih punya pilah, saya tertarik jenis makanan yang namanya aneh "Nasi Gandul". Jenis makanan apakah yang namanya aneh ini, sementara yang lain ada yang pesan rawon, bakmi dan lainnya.
Beberapa saat kemudian, pesanan saya datang, satu piring nasi, satu mangkok gandul. Dengan seksama mangkuk gandul ini saya perhatikan, isinya tak lain irisan daging yang kuahnya bersanten dicampur dengan irisan daun bawang, mirip sop Jakarta atau soto Banten.
Icip punya icip, Nasi Gandul ternyata nikmat menyegarkan. Nasi Gandul tak beda dengan Empal Gentong Cirebon, rasanya-pun hampir sama, bedanya empal gentong konsumen bisa pilih pakai nasi atau lontong (ketupat).
Hari kedua, rombongan kedua tiba di Semarang yakni Kompol Edi Iryanto, Dhani Okta. Diantara kami, Kompol Edi Iryanto-lah yang hafal liku liku kuliner maupun tempat tempat kuliner Semarang.
Tak ayal, saat bergabung, Kompol Edi membawa kami ke suatu tempat kuliner namanya Soto Bangkong. Sotonya tentu tak asing, tapi bangkongnya ini yang menjadi ganjalan sebab di Banten, Bangkong adalah salah satu jenis kodok.
Untuk saat ini, tempat yang paling terkenal sebagai pusat oleh oleh adalah wilayah Pandanaran, sedangkan toko yang terkenal adalah Toko Bandeng Juwana. Memang toko ini boleh dibilang paling lengkap menjual oleh oleh has Semarang termasuk Lumpia tentunya.
Namun berdasarkan informasi yang saya peroleh, sesungguhnya Lumpia ini awalnya berkembang disekitar Mataram hingga terkenal juga dengan sebutan Lumpia Mataram. Sayapun kemudian meluncur ke Mataram, disepanjang jalan ini berjejer penjual Lumpia. Melalui insting inteljen, saya ahirnya menemukan penjual yang katanya produknya rasanya enak, namanya Lumpia Asli Mataram.
Selesai pesan Lumpia basah (belum digoreng) untuk oleh oleh, saya dan kawan kawan melihat banyak orang berkerumun disebuah tenda. Ternyata didalam tenda banyak orang yang sedang menikmati kuliner "Nasi Pecel", namanya Nasi Pecel Mataram F2. F2 sendiri menurut mbok penjualnya diambil dari dua anaknya yang bernisial F.