Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilgub Banten dan Korban Ketegasan PDI-P

26 Februari 2017   21:18 Diperbarui: 28 Februari 2017   02:00 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap  kontestasi, apapun betuknya, dipastikan ada dua kutub,  kalah dan menang. Kalah dan menang adalah sebuah konsekwensi atas adanya penilaian atau pemilihan dari pihak pihak yang berkepentingan, siapa yang dianggap baik, lepas apakah berdasarkan unsur subjektifitas maupun objektifitas, maka biasanya akan menjadi pemenang.

Demikian halnya dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung yang secara secara serentak telah dilaksanakan beberapa waktu lalu di seluruh Indonesia, tak ubahnya sebagai sebuah kontes, yakni kontestasi politik dalam rangka memilih putra/putri terbaik untuk menjadi pemimpin/pimpinan daerah.

Dengan system pemilihan yang ada, berdasarkan hasil perhitungan real count KPU dengan dasar perhitungan form C1, melalui beberapa sumber berita, sudah dapat di lihat oleh masyarakat, ada yang menang dan ada yang tersingkir dalam satu putaran seperti Pilkada Banten, ada juga yang tersingkir dan ada yang unggul, tetapi yang unggul harus bertarung lagi di putaran kedua untuk mencari pemenang ahir seperti Pilkada DKI.

Apa yang terjadi pada Pilkada Banten, bagi sebagian orang mungkin tidak menarik, beda dengan Pilkada DKI yang bikin geger gumentur hingga ke peloksok nusantara karena di DKI ada actor yang kontroversial ikut kontes, siapa lagi kalau bukan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang namanya melangit akibat kasus Surat Almaidah 51 yang membuat dirinya menjadi pesakitan sebagai terdakwa Penistaan Agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Kasus Ahok ini diakui atau tidak, secara langsung atau tidak langsung, punya effek domino yang amat luas hususnya bagi orang orang yang dianggap anti Ahok seperti yang menimpa Habib Rieziq, Rahmawati Cs, Munarman, Firda Husen, Ustazd Bahtiar Nasir, Buni Yani dan Si Pembawa Bendera Merah Putih yang bertuliskan huruf Arab Nurul Fahmi. Mereka satu persatu oleh penyidik kepolisian menjadi tersangka.

Itu yang terjadi di DKI, biarlah orang DKI yang membahasnya, untuk saat ini, Kacamata saya akan saya  arahkan ke Pilkada Banten, alasanya sangat sederhana karena memang saya orang Banten, punya hak pilih di Banten, hidup di Banten dan Insya Allah akan tetap di Banten, tidak akan kembali kemanapun karena saya bukan penduduk migran.

Pilkada Banten, diikuti oleh dua Paslon yakni Wahidin Halim-Andika Hazrumi atau biasa disebut paslon WH-Anidika dengan nomor unrut 1 yang diusung oleh koalisi partai  Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, PKS, PAN, PKB dan Partai Gerindra dan Rano Karno-Embay Mulya Syarif atau biasa disebut paslon Rano-Embay dengan nomor urut 2 yang diusung oleh koalisi PDI Perjuangan, PPP dan Partai Nasdem.

Dua Paslon ini sama sama punya pengalaman dalam bidangnya, Paslon 1 WH-Andika, merupakan perpaduan pengalaman dalam bidang Birokrasi-Politik, WH merupakan tokoh Tangerang yang berpengaruh dalam birokrasi karena ia mantan Walikota Tangerang, disamping itu ia juga sebagai politisi partai Demokrat, berpengalaman sebagai Anggota DPR-RI, sementara pasangannya Andika Hazrumi, adalah tokoh Pemuda Banten, politisi muda Golkar yang punya pengalaman sebagai Anggota DPD-RI dan DPR-RI. Disamping itu, ia juga merupakan sosok dari trah Hasan Shohib yang mewarisi tradisi berkuasa di Wilayah Banten.  Saat ini, Tatu Hasanah, bibinya sebagai Bupati Serang, Airin D, bibi (ipar) sebagi Walikota Tangerang Selatan, Tb.Haerul Jaman, (paman) Walikota Serang, Tanto W Arban (adik ipar) Wakil Bupati Pandeglang.

Adapun Paslon nomor 2 Rano-Embay, merupakan paslon yang menurut saya sulit untuk memberikan label husus, namun dengan melihat reklam jejak keduanya, paslon ini bisa dikatakan sebagai  perpaduan birokrat-Pengusaha. Rano memang kader PDIP dengan latar belakang Artis Film,   belum pernah punya pengalaman di Lembaga Legislatif. Saat Ratu Atut Chosyi’ah (ibu Andika) terpilih menjadi Gubernur Banten, ia adalah Wakil Gubernur, saat Atut tersandung masalah hukum, Rano diangkat menjadi Plt Gubernur, ketika kasus Atut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, Rano resmi ditetapkan sebagai Gubernur definitive menggantikan Atut yang diberhentikan sebagai Gubernur Banten, jadi Rano menjadi Gubernur Banten –saat itu -- bukan hasil pemilihan. Namun demikian, apapun labelnya, ia tetap sebagai patahana dalam kontestasi Pilkada Banten tahun ini.

Lantas siapa Embay Mulya Syarief?. Tokoh satu ini terbilang unik, secara personal, ia adalah salah seorang tokoh Banten yang dulu ikut aktif dalam pembentukan Provinsi Banten. Namun ia selalu menolak untuk terjun di bidang politik praktis, bahkan untuk menjadi Pengurus Partaipun ia tidak mau walaupun banyak partai yang mendekati, bahkan kedekatannya dengan H.M.Mardinono, Ketua DPW PPP Banten –saat itu—tidak bisa dipisahkan lantaran Embay adalah salah satu Komisaris di Perusahaan milik Ketua DPW PPP itu yakni PT BCS. Jadi  Embay lebih memilih jalur Pengusaha, apalagi belakangan iapun diangkat menjadi salah satu Komisaris di Anak Perusahaan PT. Krakatau Steel, BUMN  terkemuka di Indonesia.

Pertarungan dua paslon ini, bisa dibilang pertarungan dua kekuatan politik besar di Banten yakni antara PDIP dan Golkar, adanya koalisi partai yang merapat kedalam dua kekuatan tersebut, menambah daya saing kedua paslon ditingkat akar rumput.

Sengitnya persaingan dua paslon ini, terbukti saat pelaksanaan Pilkada. Rano-Embay memenangkan suara di 6 dari 8 Kabupaten/Kota se Banten yakni Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang , Kabupaten Tangerang, Kota Tangsel, Kota Serang dan Kota Cilegon, hanya Kota Tangerang dan Kabupaten Serang yang kalah. Namun demikian kemenangan Rano-Emabay di 6 Kabupaten Kota se Banten, tidak membuat Rano-Embay menang dalam perhitungan suara. Sababiyahnya lantaran kekalahan Rano-Embay di Kota Tangerang sangat telak sehingga secara keseluruhan berdasarkan perhitungan Real Count KPU yang mendasarkan perhitungan suara dari form C1, paslon WH-Andika unggul dengan meraih suara 50,93%, sementara Rano -Embay memperoleh 49,07% suara.

Dengan selisih kurang dari 1% diatas, tetap saja WH-Andika dinyatakan unggul dalam perhitungan real count. Jumlah hasil perolehan diatas, kecil kemungkinan akan berubah dalam perhitungan rekapitulasi manual di KPU, kalaupun berubah paling perubahan sedikit suara, sedangkan siapa yang akan dinyatakan menang, tak mungkin akan berubah menjadi Rano-Embay sebagai pemenang. Ngga percaya?, lihat saja nanti hasilnya.

Ada hal yang menarik dari hasil Pilkada Banten, satu sisi PDIP dan koalisinya berjaya di 6 Kabupaten Kota, pada sisi yang lain menjadi kekalahan bagi Golkar dan konco-konconya.

Kekalahan WH-Andika di 6 Kabupaten Kota   menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Banten lantaran di daerah ini bercokol pimpinan daerah dari Golkar dan partai Koalisi. Kota Cilegon yang dalam beberapa pilkada maupun pileg, Golkar selalu berjaya dan tak pernah kalah, pada Pilgub ini tak berkutik. Kota Serangpun demikian, Walikotanya adalah Tubagus Haerul Zaman, paman dari Andika Hazrumi, bahkan Ketua DPD Golkar Kota Serang dipegang oleh bibinya Andika yakni Ratu Ria Maryana (adik Haerul Jaman), di Kabupaten Pandeglang ada Tanto W Arban, adik ipar Andika Hazrumi yang menjadi Wakil Bupati. 

Demikian pula di Kabupaten Tangerang, Bupati dan Ketua DPD Golkarnya dari Golkar yakni Ahmad Zaki Iskandar, di Tangsel ada Airin Diani (bibinya Andika Hazrumi) sebagai Walikota dan Ketua DPD Golkar. Sementara di Lebak, meski bupatinya bukan dari Golkar,  tetapi Iti Jayabaya merupakan kader Demokrat yang mengusung Wahidin Halim. Semua daerah yang saya sebut diatas, suara WH-Andika masih kalah dengan suara Rano Embay.

Kekalahan WH-Andika di 6 Kabupaten Kota, membuat Ketua DPD Golkar Banten Tatu Hasanah bereaksi, ia menyatakan bahwa dalam waktu dekat akan meng-evaluasi kekalahan itu. Menurut kacamata saya, evaluasi hendaknya dimulai dari keberadaan  DPD Golkar Banten sendiri, sebab menurut penerawangan saya, kekalahan ini disebabkan kurangnya koordinasi antara  Tim Pemenangan Partai Tingkat Propinsi dengan struktur partai di Kabupaten Kota. Bahkan bisa dikatakan mesin partai tidak difungsikan sebagaimana mestinya hingga komunikasi antara partai dan masyarakat di tingkat akar rumput menjadi terputus. Tim nampaknya lebih memanfaatkan jaringan melalui relawan, tim relawan inilah yang kakurilingan mensosialisasikan Paslon, padahal secara kelembagaan, partai politiklah yang justru mempunyai banyak jaringan  di akar rumput.

PDIP yang hanya kalah di Kota Tangerang dan Kabupaten Serang tetap saja berang karena kemenangan di 6 Kabupaten Kota tidak membuat si Doel Rano Karno dan Kang Embay –panggilan akrab Embay Mulya—mengungguli jumlah perolehan suara WH-Andika. Artinya Rano-Embay kalah dalam Pilgub Banten.

Berangnya PDIP atas kekalahan Rano-Embay bisa dimaklumi, sebab untuk memenangkan Rano-Embay, PDIP telah berupaya dengan sekuat tenaga. DPP PDI-P telah menurunkan fungsionarisnya menjadi Ketua Tim Pemenangan Rano-Embay yakni Wakil Sekretaris DPP PDI-P Ahmad Basarah. Kekalahan di dua daerah yakni Kabupaten Serang dan kota Tangerang, menjadi petaka bagi Rano-Embay hingga berujung pada kekalahan dalam jumlah perolehan suara secara keseluruhan.

Untuk itulah, tindakan tegas telah diputuskan DPP PDI-P yakni memecat Ketua DPC PDI-P Kabupaten Serang  Ida Rosida Lutfi dan Ketua DPC PDI-P Kota Tangerang Hendri Zein. Ida Rosida digantikan oleh Asep Rahmatullah dan Hendri Zein diganti oleh Ananta Wahana. Mungkin inilah hadiah yang diberikan oleh DPP PDI-P terhadap Ida Rosida dan Hendri Zein, kedua orang ini menjadi korban ketegasan DPP PDI-P atas kekalahan Rano-Embay di dua daerah tersebut yang berujung kekalahan Rano-Embay pada Pilgub Banten.

Dengan adanya surat keputusan DPP PDI-P yang memecat kedua ketua PDI-P diatas, telah membuktikan kepada kita bahwa bagi PDI-P urusan kekuasaan di Banten tidak main main, kekuasaan dengan mendudukkan kadernya sebagai Gubernur adalah harga mati, maka dari itu jangan main main dengan PDI-P, siapapun kader yang dianggap tidak becus, akan menerima balasan yang setimpal, di pecat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun