Mohon tunggu...
Moch Ferry Dwi Cahyono
Moch Ferry Dwi Cahyono Mohon Tunggu... Full Time Blogger - peksos tersertifikasi

Menulis dan berkarya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengelolaan Program Peduli Anak Bangsa Yayasan Dana Sosial Al Falah Cabang Malang dalam Meyalurkan Beasiswa (Bagian I)

20 Desember 2020   05:36 Diperbarui: 20 Desember 2020   06:47 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan penelitian oleh United Development Programme tahin 2002 tergambar bahwa Indonesia masih berada pada posisi 110 dari 173 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia jauh dibandingkan Philipina, Malaysia dan Thailand.  Apabila di awal tahun kemerdekaan hanya beberapa orang dapat menikmati pendidikan formal sehingga dapat dihitung yang belajar di perguruan tinggi.

Baru pada tahun tujuh puluhan upaya besar dilakuka  untuk meningkatkannya hasilnya dapat dilihat pada peningkatan akses wajib belajar pendidika  dasar enam tahun dari 50% di tahun 1968 menjadi lebih dari 95%. Sekitar 65% dari sekolah dasar melanjutkan sampai pendidikan sekolah menengah pertama 3 tahun berikutnya (Kompas, 6 April 2006).

Mengetahui kondisi sebagian anak secara umum kualitas sumber daya manusia telah mengalami penurunan sehingga masa depan tidak menutup kemungkinan menjadi memprihatinkan. Realita semakin menunjukkan indikasi bahwa mereka yang paling menderita keadaanya padahal nantinya berperan sebagai aser terbesar penerus bangsa.

Mengetahui realitas tersebut maka sebuah gambaran kondisi seharusnya penuh dengan tawa menjadi suatu hal sulit untuk didapatkan di tengah maraknya berbagai permasalahan. Hal tersebut memperkuat petunjuk bahwa mendapatkan kebahagiaan dapat dibilang mengalami kesulitan terutama taraf hidup ekonomi dan sosial minim.

Upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran Indonesia yang masih mengalami krisis multidimensional terpuruk dan semakin carut marut seharusnya pemerintah harus segera sadar selanjutnya memfokuskan pada pembangunan sumber daya manusianya melalui pendidikan.

Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa sesangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi  anak didik agar menjadi  manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU nomor 20 Tahun 2003, Sisdiknas Bab II pasal 3 :11).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis awal tahun 2006 ini warga Jatim yang buta aksara 'illiteracy' mencapai 3,9 juta orang. Angka itu menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat lebih dari 4 juta jiwa.

Secara nasional kecenderungan yang terjadi adalah angka siswa drop out yang semula berhasil dikendalikan dan cenderung menurun mulai tahun 1998 lalu kembali naik (Suyanto dan Hariadi, 2003:1). Sesangkan studi Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) terdapat rata-rata kota di Jawa Timur  hanya mengganggarkan 2, 06 % dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk pembangunan sektor pendidikan (Jawa Pos, 30 Mei 2002).

Pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang akan membawa keuntungan bagi kehidupan bangsa seluruhnya di masa memdatang. Keuntungan ini sesungguhnya terlihat pada kualitas manusia sebagai sumber daya manusia pembangunan. Meskipun demikian kenyataan yang menunjukkan bahwa prioritas pilihan investasi pemerintah selama ini masih diberikan pada pembangunan ekonomiuang segera mendatangka  keuntungan.

Padahal mengetahui pernyataan yang disampaika  Gardiner (1991:60) bahwa : 'Keterbatasan dana menimbulkan masalah di bidang pendidikan misalnya mutu pendidikan menjadi rendah dan keluaran output pendidikan tidak relevan ddngan lapangan pekerjaan sehingga menimbulkan pengangguran terutama sekolah menengahdan perguruan tinggi".

Mengetahui kenyataan menyadari betapa masih banyaknya anak usia sekolah (7-12 tahun) yang tidak sempat menikmati pendidikan 'drop out' karena berbagai alasan dan faktor tertentu dan betapa banyaknya orang dewasa yang belum pernah turut menikmati pendidikan. Menurut Vembriarto (1981:15) yang dimaksud drop out yaitu suatu kejadian dimana murid meninggalkan pelajaran di sekolah sebelum ia menamatkan pelajarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun