Mohon tunggu...
Mochammad Ariq Ajaba
Mochammad Ariq Ajaba Mohon Tunggu... Pramusaji - Mahasiswa Pemikiran Politik Islam IAIN Kudus

Seorang mahasiswa yang berusaha peduli tentang dunia perpolitikan di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Online dalam Menyorot Kasus Kekerasan Seksual: Sudah Netralkah?

27 Mei 2022   08:23 Diperbarui: 27 Mei 2022   09:16 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Swaragapura.com

Pada dasarnya, sebagai sarana komunikasi massa, media terbagi menjadi tiga jenis, yaitu media cetak (majalah, surat kabar, tabloid), lalu media elektronik (televisi, radio) dan media online (situs web internet). 

Dari ketiga jenis media tersebut, mayoritas penduduk Indonesia menggunakan media online sebagai sarana menemukan berita-berita terkini dan aktual di lingkup nasional maupun internasional. Cukup melalui gadget, masyarakat sudah bisa menemukan berbagai jenis berita dengan beragam persoalan didalamnya. 

Terlebih seiring kemajuan tekhnologi internet, percepatan dalam penyebaran informasi ke seluruh lapisan masyarakat kian mudah. Sehingga disamping media memberikan asupan berita kepada masyarakat, masyarakat pun sebenernya juga memilih media online sebagai wadah untuk mencari informasi.

Dewasa ini, fokus media dalam pemberitaan salah satunya adalah menyoal kasus kekerasan seksual. Maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia sebagaimana yang selalu diberitakan di berbagai media online, membuat masyarakat selaku pengkonsumsi berita semakin khawatir akan kasus tersebut. 

Apalagi, mayoritas korban kekerasan seksual adalah kaum perempuan. Hal ini dibuktikan dengan data dari Komnas Perempuan yang dilansir dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2022,  menunjukkan bahwa selama jangka waktu 10 tahun (2012-2021) dalam mencatat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, tahun 2021 menjadi tahun dengan jumlah kekerasan berbasis gender (KBG) tertinggi, yakni 338.496 kasus. Angka kasus tersebut sangat banyak bahkan lebih tinggi dari jumlah kekerasan berbasis gender tahun 2019.

Lalu, peranan media dalam menyikapi fenomena maraknya kasus kekerasan seksual tentu sudah dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam mengimplementasikan fungsi sebagai sarana informasi, media selalu update dalam menuangkan goresan-goresan lengkap dengan data akurat dan di-publish dengan cepat kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia. Tetapi, apakah para media sudah mengimplementasikan fungsi nya sebagai sarana sosialisasi? 

Tentu belum. Justru peranan media saat ini dalam pemberitaan kasus kekerasaan seksual hanya sebatas menyampaikan informasi saja, hanya menyampaikan peristiwa yang terjadi tanpa diiringi substansi yang bersifat to socialize, dalam konteks ini sosialisasi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. 

Meski data-data yang disampaikan tentang kasus kekerasaan seksual sudah sinkron dan akurat dengan data resmi dari instansi terkait (contoh: Komnas Perempuan), bila tidak diimbangi dengan pemberitaan mengenai sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, sudah dipastikan masyarakat Indonesia dalam menyikapinya hanya tertuju pada fenomena kekerasan seksual yang kian marak tanpa mengetahui kiat-kiat pencegahan kasus kekerasan seksual untuk keberlangsungan hidupnya.

Dengan suasana iklim media tersebut, sudah dipastikan bahwa media dewasa ini tidak netral dalam pemberitaan kasus kekerasan seksual. Tidak ada keseimbangan (no balance) dalam timeline media online antara pemberitaan kejadian kekerasan seksual dengan pemberitaan cara pencegahan kekerasan seksual. 

Bisa dilihat dari pemberitaan media online saat ini, lebih banyak berita tentang kasus kekerasan seksual daripada berita tentang pencegahan kekerasan seksual, bahkan hampir tidak ada. Miris sekali.

Padahal, suatu media online bila mengimplementasikan kedua fungsi tersebut secara berkesinambungan, akan mendatangkan iklim positif dalam tatanan masyarakat, baik dalam kehidupan masyarakat yang nantinya jumlah kasus kekerasan seksual menurun, juga dalam ranah media yang akan dipercaya oleh masyarakat sebagai sumber rujukan untuk mendapatkan informasi. 

Yang perlu digarisbawahi sejauh ini adalah pemberitaan media menyoal kasus kekerasan seksual terlalu dominan, mengesampingkan adanya alternatif supaya kasus kekerasan seksual menurun, yakni dengan memberikan suguhan berita tentang upaya pencegahan kekerasan seksual.

Hal tersebut belum termasuk subtansi berita kasus kekerasan seksual yang tertuang didalamnya. Menyoal tentang substansi berita, seringkali pihak media online dengan gaya bahasa dan sudut pandang peliputannya, selalu menyudutkan korban kekerasan seksual tanpa memerhatikan perasaan korban, terlalu menyalahkan korban, terlalu meng-ekspos korban hingga kepribadiannya, latar belakang korban darimana, dan sebagainya. 

Utamanya korban berjenis kelamin perempuan. Media tampak bias gender dan menimbulkan ketakadilan gender dalam pemberitaan kasus kekerasaan seksual.

Bukti nyata bahwa berbagai media online terlalu menyudutkan korban kekerasan seksual tanpa memerhatikan kelanjutan sanksi yang didapat pelaku, bisa disaksikan dengan pemberitaan kasus public figure Lucinta Luna pada September tahun 2020 lalu, yang mana media online seperti Tribunnews.com (Judul "Pukuli Lelaki setelah Dilecehkan di Depan Umum, Lucinta Luna: Ada Tenaga Samson Dalam Tubuhku"), dan Viva.co.id (Judul "Diremas Bokongnya, Lucinta Luna Curhat Sambil Terisak-Isak"), mem-publish berita tanpa memerhatikan aspek fungsi media sebagai sarana sosialisasi dan aspek treatment reccomendation (menekankan penyelesaian). 

Bagaimana tidak? Dari judul berita nya saja, terlalu vulgar dan tidak me-representasikan media yang bijak. Belum lagi tidak memenuhi fungsi sarana sosialisasi, hanya sebatas sarana informasi saja, itupun terdapat penggunaan bahasa yang tidak sopan.

Dalam isi beritanya pun tidak menampilkan penyelesaian yang ditawarkan seperti apa, hanya sebatas peristiwa tersebut terjadi dilihat dalam kacamata media dan penggambaran penyebab kekerasan seksual saja. Sekali lagi, sudah netralkah media online dalam menyorot kasus kekerasan seksual? Jelas BELUM! Diluar kasus diatas, masih banyak sekali kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.

Sebagai wadah pencarian informasi yang selalu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, seharusnya media online wajib bersikap netral. Untuk itu, diharapkan media online lebih memerhatikkan dan menjalankan fungsinya sebagai sarana sosialisasi dan lebih meninjau aspek analisis framing sebagai tolak ukur menuangkan berita dan mem-publish berita dengan baik, aktual, dan seimbang. 

Dan untuk meminimalisir jumlah kasus kekerasan seksual adalah dengan memaksimalkan pemberitaan tentang kiat-kiat penanganan dan pencegahan tindak kekerasan seksual dari berbagai lingkup. Hal tersebut lebih baik dilakukan secara konsisten daripada tidak sama sekali. Diyakini, dengan upaya tersebut, dapat mewujudkan tatanan masyarakat yang jauh akan maraknya tindak kekerasan seksual.

Mari, bersama-sama mengkawal media online dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. Jangan sampai, media online lepas dari fungsinya sebagai sarana sosialisasi masyarakat. Salam pemerhati media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun