Kamu selalu saja begitu. Ingin kuhancurkan seluruh hidupmu. Ya, kuhancurkan. Hingga luka ini terbayarkan lunas.Â
Kata-kata itu cuma bisa kutuliskan di sesobek kertas yang kemudian kubakar pelan-pelan. Karena pada ujung semuanya, aku pasti akan terpuruk juga.Â
Fotomu masih rapi kusimpan. Tak ada yang bisa kubuang. Salah satunya aku taruh di atas tulisan yang kemudian ku robek itu. Biar semua orang tahu. Biar semua orang tak ada lagi yang mencemooh ku.Â
Benar. Semuanya benar.Â
Aku yang cengeng. Aku yang terlalu mrncintaimu. Hingga luka ini menjadi terlalu dalam. Terlalu menukik.Â
Padahal kamu memang begitu. Dan akan selalu begitu. Aku juga paham kalau kamu akan begitu, begitu, dan begitu.Â
Kamu juga sudah berkali-kali bilang begitu. Tak bisa berubah menjadi orang lain. Demi apa pun. Termasuk di dalamnya:Â C I I N T A.Â
Pagi ini, entah kenapa, kulihat sepotong kenangan terburu buru masuk dalam benakku. Ia mendesak desak ingin agar aku tetap mencarimu. Menemukan mu.Â
"Lalu hancurkan! Biar dia merasakan luka jua! "
Aku tak mau peduli. Aku laki-laki. Tak boleh laki-laki luka. Dan menderita hidupnya karena luka itu.Â