Ketika oposisi mengkritik kebijakan haji yang dilakukan pemerintah Republik Indonesia dengan cara membandingkan kebijakan haji yang dilakukan oleh negara jiran, Malaysia, ternyata bahan rujukannya hanya sebuah berita hoaks. Â Prilaku memalukan yang seharusnya tidak dilakukan. Kesannya, oposisi yang dilakukan hanya sekadar oposisi.Â
Ketika SBY berkuasa, PDIP berposisi sebagai oposisi. Ada keberimbangan dalam penentuan kebijakan negara.Â
Bagaimana setelah beroposisi selama sepuluh tahun terhadap SBY?Â
Akhirnya PDI-P bisa masuk kembali dalam pemerintahan. Bahkan kader terbaiknya mampu menggantikan SBY sebagai penunggu Medan Merdeka Utara.Â
Ketika Jokowi menjadi presiden, kemudian Jokowi pun mengangkat Sri Mulyani sebagai menteri keuangan. Siapa Sri Mulyani? Ternyata Sri Mulyani adalah menteri keuangan di kabinet SBY, atau pada saat PDIP beroposisi.Â
Kebijakan keuangan Sri Mulyani tidak beda. Ketika menjadi menteri keuangan di masa presiden SBY dan ketika menjadi menteri keuangan di masa Jokowi tak ada bedanya.Â
Lalu, apa beda oposisi dengan pemerintah yang berkuasa?Â
Selama ini memang tidak ada bedanya. Maka, partai mana pun bisa bolak balik dalam hitungan detik untuk menjadi oposisi atau ikut pemerintahan.Â
Partai partai di negeri ini sudah kehilangan kelaminnya. Kita tak bisa mengenali ideologi partai partai politik, kecuali cuma berebut kuasa belaka. Sehingga, jangan terlalu kaget jika kepentingan rakyat tak pernah terlintas dalam perjuangan mereka.Â