Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perlu Peta Jalan Menuju Guru Profesional

9 Juli 2020   16:57 Diperbarui: 9 Juli 2020   17:04 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari 60 mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Jakarta angkatan tahun 1988, tidak sampai separuhnya yang meniti karier sebagai seorang guru.  Dan dari sedikit tersebut, hampir semuanya memiliki prestasi di sekolahnya masing-masing. 

IKIP merupakan kampus pembentuk guru. Jiwa dan raga harusnya memang hanya tertulis satu profesi impian yaitu guru. Nyatanya tidak semua menekuni profesi itu. Berarti memang masuk IKIP hanya daripada tidak kuliah sama sekali. 

Itu dulu. Ketika sekarang IKIP sudah dikubur dalam dalam, siapa yang akan menjadi guru sebagai profesi yang dijalani sepenuh hati? 

Waktu saya memulai karier sebagai guru, memang gaji guru tak seberapa. Bahkan besaran gajinya kalah jauh dari muridnya yang bekerja di sektor swasta.  Jadi, kalau ada mahasiswa pinter, terus mau jadi guru, berarti memang jiwanya sudah tak perlu dipertanyakan lagi. 

Teman-teman ku yang jadi guru memang rata rata berprestasi.  Mereka dari mahasiswa sudah mengambil beasiswa ikatan dinas.  Beasiswa yang mewajibkan penerima nya untuk menjadi guru sesuai dengan perjanjian di awal penerimaan. Sehingga dapat dilihat memang dari sejak menjalani profesi guru adalah panggilan hatinya. 

Guru memang harus berangkat dari hati.  Guru setiap detiknya menghadapi manusia yang berbeda-beda tapi yang jelas semuanya memiliki hati.  Atau istilah kerennya, bukan sekadar mengajar tetapi lebih ke mendidik.  Ada penekanan pada hati ketika pendidikan ditekankan.  Sedangkan mengajar lebih berkonotasi ke arah prngasahan otak dan kecerdasan IQ. 

Di lapangan, sentuhan hati seorang guru lebih diperlukan daripada sentuhan otak.  Guru saya yang biasa biasa saja, lebih menyenangkan, lebih bisa membuat saya pinter daripada guru saya yang pinter tapi cuek dengan kepribadian saya. 

Dalam artian, yang membuat kita semangat belajar bukan guru dengan otak hrbat. Guru yang membuat siswa-siswi hebat adalah guru yang memiliki kepribadian hebat.  Bukan kemampuan profesional guru yang dibutuhkan murid akan tetapi kemampuan pedagogik mereka yang membuat muridnya hebat. 

Kalau ilmu sudah begitu berhamburan di dunia maya.  Lebih pintar mbah Google daripada guru yang paling pandai sedunia pun.  Akan tetapi, tak ada di teknologi secanggih apa pun yang mampu membangun jiwa jiwa muda tersebut. Hanya guru yang memiliki kemampuan pedagogik tinggi yang dapat melakukan hal tersebut. 

Stop. Tak usah memuji diri. Oke. Kembali ke laptop. 

Persoalan pendidikan yang tak pernah selesai adalah persoalan guru berkualitas.  Sertifikat yang digelontorkan cuma menjadi hiburan guru dari penderitaan finansial belaka.  Peningkatan kemampuan pedagogik dapat dikatakan masih merangkak jauh di bawah harapan sebelum sertifikasi digulirkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun