Para pengaku ulama itu kok ya malah main lawak-lawakan ya. Â Ijtima Ulama hanya untuk kepentingan politis tuan yang didukung mereka.Â
Sebetulnya, biasa saja kalau ulama mendukung pasangan capres. Â Banyak latar belakang dan banyak keperluan di situ. Tidak pernah tunggal. Apalagi kalau hanya para pengaku ulama, Â sangat wajar saja.Â
Yang tampak tak wajar kalau mereka, para pengaku ulama itu, sampai membabi buta. Â Babi tak buta saja sering nabrak. Â Apalagi babi buta.Â
Kerja ulama harusnya memang mengatasi segala hal. Â Mengatasi dalam pengertian tak ikut terjun langsung berkotor kotor dalam keberpihakan politis. Â Mereka cukup menjaga suara moral. Â Suara nurani. Â Yang memang tak punya kepentingan kecuali kebenaran.Â
Ulama memang tak ada ijazahnya. Â Tak ada sertifikatnya. Â Cukup pakai surban ditambah daster saja sudah bisa mengaku ulama.Â
Tentu pengaku ulama hanya lah ulama ulama an semata. Â Karena ulama sesungguhnya adalah mereka yang mendapat pengakuan dari masyarakat. Setelah menebar keikhlasan. Â Bahkan ulama sesungguhnya, tak membutuhkan gelar yang dikejar kejar para pengaku ulama.Â
Ulama diakui karena keilmuannya. Â Karena ulama memang berasal dari kata ilmu.Â
Lucu aja ada ulama berpolitik.Â
Sebenarnya, tidak lucu juga. Â Banyak ulama yang terjun ke politik langsung. Â Tapi, tetap memegang nurani.Â
Ulama berijtima tentang diskualifikasi calon presiden?Â
Ini sih lawakan paling tak lucu. Â Mereka, para pengaku ulama berkumpul dengan teman teman sendiri sekubu dalam politik terus berijtima mendiskualifikasi capres.Â