Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Kematian Sengkuni, Si Manusia Lidah Api

20 April 2019   17:04 Diperbarui: 20 April 2019   17:15 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sengkuni Waktu muda (Dok.Pri)

Sengkuni memang gila.  Dia bisa merancang kematiannya sendiri.  Dia sedang menyusun sebuah rencana paling gila sedunia.  Kematian.  Banyak orang yang enggan mati.  Tapi Sengkuni tidak.  Dia malah benar-benar memperhitungkan dengan sangat detil waktu kematiannnya sendiri.

"Aku harus mati pada tanggal 17 April 2019.  Pukul 12.00 lewat 5 menit," kata Sengkuni dalam rencana yang masih dirahasiakannya terhadap keluarganya.  

Keluarganya tak ada yang tahu.  Sama sekali tak ada.  Istri Sengkuni masih tertawa cekakan melihat kampanye pilpres yang lucu-lucu menurut otaknya yang akhir-akhir ini agak terganggu.  Oh, iya, saya lupa ngomongin bininya Sengkuni yang mulai ketularan otak gila Sengkuni.  Istrinya suka tertawa cekakan tanpa menutup mulut sebagai adab perempuan tertawa.  Apalagi perempuan Jawa yang suka dibilang tak beradab saat tertawa sampai kelihatan giginya.  Istri Sengkuni sekarang tak peduli adab-adab itu.  Istri Sengkuni tertawanya sudah membuka mulut paling maksimal.  Kadang-kadang bahkan lalat masuk ke dalam mulutnya saat ketawa dan dia tak menyadarinya.  Kayak buaya rawa yang kalau nganga langsung lep pada semua lalat di mulutnya.

Anak-anak Sengkuni juga tak ada yang tahu rencana Sengkuni untuk mengakhir hidupnya itu.  Anak-anaknya masih keluyuran.  Ada yang mabok.  Ada yang trek-trekan.  Ada yang entah pergi ke mana bersama pacarnya.

Keluarga Sewngkuni sudah menjadi keluarga paling liberal.  Tak ada nilai apa pun kecuali kesenangan.  Anda senang?  Silakan lakukan.  Anda bosan? Silakan buang!

Malam sebetulnya seperti malam biasanya.  Neon di depan rumah Sengkuni masih malam kemarin, bersinar lesu nyaris mati.  Redup.  Bahkan sinarnya sering minggir kalau ada sinar lilin.  Karena merasa minder memiliki sinar yang tak cukup untuk membuat sebuah benda kelihatan wajahnya.

Tapi seebtulnya tidak demikian adanya dengan hati Sengkuni.

Gini ya.  Sengkuni itu seebtulnya dulunya orang baik.  Orang ngerti agama.  Bahkan pernah menjadi ketua musola di dekat rumahnya.  Walaupun bacaan Qurannya agak amburadul, tapi Sengkuni berani menjadi imam solat.  Awalnya cuma berani imam solat zuhur dan Asar, tapi lama-lama berani mengimami solat Magrib dan Isya.  Karena memang tak ada yang punya otak nekad senekad Sengkuni.

"Agama itu cuma keberanian.  Berani ngomong agama juga sudah cukup untuk menjadi pemuka agama," kata Sengkuni kepada Istrinya yang protes saat Sengkuni mulai mengimami solat Magrib.

Dan Sengkuni memang semakin meraja lela.  Selain mengimami solat, dia mulai menjadikan dirinya penceramah agama.  Jangan tanya ilmu.  Karena Sengkuni yang kelas 2 SMA di keluarkan dari sekolah karena sudah main cewek itu, memang tak pernah belajar agama seperti di pesantren.  Sengkuni hanya baca-baca di internet, sama niruin penceramah agama di Youtube.

Mungkin orang normal akan bilang kalau Sengkuni gila, tapi Sengkuni tak peduli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun