Andini menggendong anak kecil yang masih disusui nya. Â Satu tangan menggandeng anak yang sudah berusia sekitar lima tahunan.
Andini ikut mengungsi ke tenda pengungsian yang dibangun para relawan. Â Tak ada pilihan lain.
Banjir bandang telah memorakporandakan kota kecil tempat Andini menggantungkan hidup.
Andini masih punya suami. Â Tapi, entah. Â Sebelum datang banjir bandang pun, ia tak pernah pulang.
Lagian, anak anak juga tak menanyakan bapaknya.
Andini memang tak punya rumah. Â Cuma bedeng di tanah kosong. Â Dibuatkan Kang Sirwan, yang tak tega melihat Andini dan anaknya tidur di kolong langit.
Anak anaknya hanya tahu kalau bedeng yang beberapa bolongnya sudah mengkhawatirkan itulah rumahnya. Â Tapi mereka sudah senang karena punya alamat untuk pulang.
Sekarang, bedeng itu tersapu banjir bandang. Â Tak menyisakan apa pun. Â Kecuali hidup Andini dan kedua anaknya. Â Dan inilah karunia Tuhan yang paling disyukuri Andini.
Andini mengajak anak dalam gandengannya ke tenda yang diberikan sukarelawan untuk nya dan dua anaknya.
Lebih bagus, iya.
Tapi Andini masih bingung kalau anak pertamanya bertanya, "Kemana kita pulang?"
Andini menahan tangis. Â Kini dia dan dua anaknya betul betul tak punya alamat.