Tak mungkin rakyat jadi raja. Â Menjadi rakyat itu takdir, menjadi raja itu keturunan.
Lalu, muncul mitos-mitos tentang kepemimpinan. Â Karena rindu pada sebuah kepemimpinan yang mampu menyejahterakan.
Dan mitos selalu dibikin penguasa terhadap yang dikuasai. Â Mitos itu produk pemimpin agar rakyat nya setia walau mereka memimpin dengan semaunya.
"Ratu Adil" adalah mitos belaka. Â Dan mitos ini akan selalu dipakai oleh siapapun yang hendak merebut atau melanggengkan kekuasaan nya.
Itu dulu. Dulu sekali.
Sekarang rakyat sudah pinter. Â Kita juga sudah bukan kerajaan.
Rakyat memimpikan pemimpin yang merakyat. Â Bukan cuma lagunya doang, merakyat saat mendekati pemilu. Â Merakyat di sini dalam artian yang sebenar-benarnya.
Apa orang yang sejak di kandungan sudah hidup enak bisa mengerti nasib rakyat? Â Jelas bisa! Tapi berhenti hanya pada mengerti.
Berbeda sekali dengan pemimpin yang lahir, hidup dalam nafas kerakyatan. Â Pernah kelaparan, pernah kecapaian, pernah dipermainkan birokrat brengsek. Â Dan berbagai penderitaan lain yang selalu akrab dalam keseharian dunia kerakyatan.
Sandiaga Uno sudah kaya sejak di kandungan. Â Prabowo juga sudah kaya sebelum dilahirkan. Â Mereka sekolah di luar negeri. Â Pasti mengerti penderitaan rakyat. Â Apalagi saat pemilu begini.Â
Tapi, apakah mereka memahami kehidupan rakyat dan penderitaan harian, bulanan, dan tahun annya? Dapat dipastikan, tidak.