Dalam derasnya arus zaman yang penuh dengan opini, ego dan eksistensi diri. Ada satu hal yang mulai langka namun sangat bernilai yaitu keberanian untuk menerima koreksi. Padahal, dalam Islam menerima nasihat dan teguran adalah bagian dari kemuliaan akhlak dan pintu masuk menuju perbaikan diri.
Teguran adalah Tanda Cinta
Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman." (QS. Adz-Dzariyat: 55)
Teguran sejatinya bukan bentuk benci. Ia adalah bentuk cinta. Seseorang yang peduli akan berani menyampaikan kebenaran meski pahit. Dalam dunia yang semakin serba permisif ini, orang yang mau mengingatkan adalah cahaya langka. Dan suara mereka adalah lentera untuk jiwa-jiwa yang sedang mencari arah.
Bahkan Rasulullah manusia paling mulia dan ma'shum. Pernah mendapat teguran langsung dari Allah. Salah satunya saat beliau bermuka masam terhadap Abdullah bin Ummi Maktum (QS. 'Abasa: 1-10). Ini menunjukkan, tidak ada manusia yang sempurna. Dan teguran bukan untuk merendahkan, tapi untuk mengangkat derajat.
Teguran Bukan Musuh, Tapi Cermin
Dalam tradisi Islam, nasihat dan saling mengingatkan adalah bagian dari iman. Sabda Rasulullah: "Agama itu adalah nasihat," (HR. Muslim).
Nasihat dan koreksi ibarat cermin. Ia tidak membuat kita lebih buruk, justru menampakkan noda yang tak terlihat mata sendiri. Maka, seseorang yang mau dikoreksi adalah pribadi yang mau bertumbuh.
Saat Ego Mengalahkan Hati Nurani
Sayangnya, zaman media sosial kerap melahirkan generasi yang alergi kritik. Segalanya ingin dipuji, tak mau dinasihati. Padahal, ilmu dan kebijaksanaan justru tumbuh dari keberanian mengakui bahwa kita bisa salah.