Mohon tunggu...
Mochacinno Latte
Mochacinno Latte Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

day dreamer, art holic, coffee holic, painter, technocrat wanna be, author for his own satisfaction, idea creator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ontran-ontran Ngarcopodo Seri 8: Demi Pribumi Aku Wani Perih

31 Oktober 2017   15:55 Diperbarui: 31 Oktober 2017   16:37 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Pokoknya ngga bisa, jadi tetap yang pribumi akan saya berikan diskon yang non-pribumi tidak akan mendapatkan diskon, nah untuk Koh Jii berhubung njenengan adalah tetangga warung, akan ada pengecualian. Koh Jii akan mendapatkan diskon jika belanja lebih dari 50 ribu, yaitu diskon 10% hehe... Giman enak tow? " tegas Yu ginah berpromosi layaknya SPG di showroom mobil bekas.

Tentu saja Koh Jiii Shuu merasa nelangsa dan kecewa dengan kedaan, bagaimana tidak. Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap warga se-ras dengan Koh Jii Shu ini selalu dipersulit jika mau mebikin KTP  atau surat lainnya. Jadinya selalu belakangan, sering kali juga diminta uang tambahan lebih mahal daripada yang lain.

"Heeh, semakin menyebalkan saja we. Kemalen Oe bikin e-KTF saja halus bayal 3 kali lebih mahal a, fadahal glatis, sudah gitu nunngu sampai tahunan, bikin jalan tlans-Sumatla, tlans-Bolneo, transpesal apalah itu bisa a, kamu olah bikin E-KTF begitu saja ndak becus?? Ini negala cap apa. Lalu ini kamu olang ya, oe mau ngofi dan makan fisang goling kesukaannya we saja kok juga halus mengeluarkan uang yang lebih, diskliminasi, oe menolak a, bial oe fanggil lekan-sekan Oe sekampung biaaal.." Marah Koh Jii diperlakukan berbeda oleh kebijakan yang dibuat oleh Yu Gunah, dimana kebijakan itu dibuat demi mendapat keuntungan pribadi namun tidak memikirkan obyek dari kebijakan itu seperti Koh Jii ini.

Mecuculah Koh Jii Shu, mbesengut nan marah. Ternyata benar saja, serius Koh Jii Shu melakukan makar terhadap warung Yu Ginah. Difotonya banner di dinding Yu Ginah dan disebarkan di WAG (Whatsapp Group) Desa Parang Pojok dan di group Komunitas Etnis nya. Tentu Yu Ginah jadi kelabakan, bigung dan meras serba salah. Sudah terlanjut mau bagaimana lagi, yang ada dia meng-iba-iba sama Bagong yang sedari tadi tampak serius memerhatikan protes Koh Jii Shu.

Kemudian Bagong pun tak kalah sigap menghadapi ancaman dari Koh Jii Shu. Lalu terjadilah perdebatan sengit di WAG, meskipun mereka berhadap-hadapan didepan mata, tapi tak bersuara sama sekali. Kecepatan jari-jari merekalah yang akan menentukan bagaimana nasib warung Yu Ginah. Walau perdebatan yang demikian tidak akan melukai secara fisik dan lahiriyah, tapi percayalah hal tersebut akan membuat susah tidur dan gangguan mental yang luar biasa.

Terpecahlah Desa Warung Pojok menjadi dua kubu yang sama-sama kuat, dan sama-sama bodoh. Bodoh dalam menghadapi hal kecil yang seharusnya diselesaikan dengan mudah sembari minum kopi. Sedang Katon sendiri pringas pringis, sedari tadi mengamati tingkah polah mereka semua, lucu dan sedikit norak. Baginya suatu keadaan itu kuat dilakoni nek ora kuat yo ditinggal ngopi, macam lagunya Via Kharisma, tidak usah dibikin pusing nanti lekas mati.

"Piye iki Kang Katon?, warungku iso kukut iki, bisa tutup macam hotel alecis itu nanti, tapi kan warung ini warung Sholeh dan sholehah bukan warung goyang atau warung pijit urat syahwat. Iki payee tulungi aku, ucap Yu Ginah mengembik kepada Katon penuh kekawatiran.

"Tenangno Pikirmu Yu. Itu Hotel Alecis kan hanya tidak diberikan ijin malah klausalnya belum diijinkan bukan di cabut ijinnya, masih bisa beroperasi, jadi santai wae.. lho lho.. kok jadi Alecis." Jawab Katon ngawur, lalu tambahnya " biar saja Yu, ben wae, biar meraka pada ribut, kaya ngga ada kerjaan saja. Ini kata di WAG desa, warga pada mau ngumpul disini sejam lagi mau demo katanya, demo sama siapa? warga ndemo warga? Edan kabeh! Ben wae Yu, sekali-kali melihat tontonan tow? Yo ra Ann, iya ndak?"Katon berusaha menenangkan Yu Ginah yang sedang kalut.

"Iyo lah mass. Pokok e aku wani perih mas" Tak kalah ngawurnya jawaban Anna.

Lalu...

Orang-orang mulai berdatangan membawa perlengkapannya dan keperluannya masing-masing. Perlengkapan dan keperluan yang mereka angap cocok untuk demo, untuk mewakili perasaan hati mereka atau pun benda-benda yang dianggap bisa menjadi symbol untuk menyuarakan hati mereka. Somali yang merasa iba dan empati terhadap apa yang alami kaum minoritas seperti Koh Jii Shu datang dengan memebawa dengan alat gambar dan ukulelenya. Lennon datang membawa poster-poster yang bergambar para pejuang-pejuang kemerdekaan, dimana para pejuang itu dilebeli bukan pribumi atau mungkin seorang Totok (Peranakan). Dalam sepanduk yang dibawa Lennon berbunyi " Mereka katamu bukan-pribumi tapi rela menumpahkan darah, harta, jiwa dan raga demi kejayaan nusantara. Kalian mengkonbankan apa untuk bangsa ini??, palingan mulut pedas di Sosmed, tak tahu malu!!". Pedas dan tajam bunyi spanduk yang dibawa Lenon dan kawan-kawannya. Tentu yang lain tak kalah unik dan tak kalah menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun