Sedangkan Melayu berada pada lokus episentrum, ketika hampir semua alat budaya dan bahasa di atas planet bumi bertemu di satu titik, yang kemudian tertanam ke dalam bumi. Menjadi apa yang kita lihat pada hari ini sebagai sesuatu yang sakral dan berdiri sendiri dalam sebuah entitas.
Sesungguhnya kita tidak punya hak untuk mengirim data ke masa depan bahwa Melayu hanya tentang tanjak, tepak sirih, dan baju Teluk Belanga dalam bahasa-bahasa kaku dan tinjauan-tinjauan pendek.
Definsi tentang Melayu tidak sesempit itu. Kita harus sampai pada puncak pemahaman bahwa Melayu harus dihitung dalam bilangan milenium, sebab tidak ada satu bangsa atau etnik pun yang muncul begitu saja dari dalam gua. Mereka adalah hasil produk sejak awal zaman.
Kita juga harus mengirim sejarah kita sendiri, sejarah manusia modern hingga ke relung-relung virtual yang membutuhkan penyingkapan (apocalypse) bias-bias sejarah silam di samping tetap menyalin ulang melodrama feodalisme sebagai (hanya) sebuah fase. ~MNT