Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Perang dan Bisnis Senjata

27 Agustus 2021   14:59 Diperbarui: 16 September 2021   20:07 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: mwi.usma.edu

Orang dulu kala memilih perang karena begitu banyak ruang kosong dan jalan buntu. Tidak ada cara diplomasi elegan dan ilmiah yang bisa disiasati selain mengadu senjata.

Jubah perang juga harus dikenakan untuk membalas penindasan, walaupun konsekwensi dari perang adalah pembunuhan. Nyawa tidak seberharga sekarang. Merah darah adalah warna favorit pada masanya.

Orang-orang dulu gemar dengan senjata mungkin sebagai kompensasi dari sempitnya pilihan-pilihan hedonistik, seperti kurang piknik, tidak ada hiburan, tidak ada paket wisata, tak ada media sosial, tidak ada mobile legends atau mortal kombat.

Perang menjadi game, cabang olahraga, penyaluran energi, bahkan pertunjukan seni. Perang menjadi tamasya, menjadi media percakapan antar suku, menjadi pendakian jiwa menuju klimaks: selebrasi kemenangan, karena berhasil membunuh lebih banyak, dan tentu saja rampasan dan pampasan perang.

Untuk tidak menolak sejarah dogma, perang dapat dimungkinkan bagi membalas kezaliman dan pengusiran. Juga kaitannya dengan kolonialisme dan nasionalisme. Di lain waktu perang adalah misi suci di hadapan Tuhan. Perang melahirkan pahlawan.

Di luar itu, perang adalah nalar wajar pada zaman ketika ia menjadi megatren dunia sepanjang abad-abad kegelapan. Masa ketika senjata mengambil alih urusan otak dan akal budi.

Tapi anehnya orang-orang sekarang masih ada yang berperang. Perang dianggap sebagai shortcut sambil menutup jalan lain. Padahal kita tidak sedang terusir dari bumi, masih banyak tempat untuk meneruskan kehidupan.

Akar dari perang adalah kepemilikan dalam seluruh definisi serta pemaksaan ide. Dan tanpa sadar mereka sedang dimanfaatkan.

Di antara mereka telah membaca Agresionisme atau semisalnya, adalah teori filsafat yang menyatakan bahwa satu-satunya penyebab perang sesungguhnya adalah sifat agresif manusia.

Manusia mempertahankan sikap agresif dari bawah sadarnya, yang diturunkan oleh DNA moyang kita: Sapiens, spesies penakluk di semua belantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun