Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menuju Society 5.0 dan Kembali Purba

9 Juni 2021   09:35 Diperbarui: 12 Juni 2021   09:08 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Shutterstock/ Fernando Cortes

Di salah satu kanal Youtube, Guru Besar Oxford University Richard Dawkins bilang, bila eksistensi planet bumi seperti sebentang lengan, maka manusia mulai ada di bagian ujung kuku. Saat ini kita berada di ujung yang paling tidak terlihat. Kita hampir melihatnya ketika membiarkan kuku itu tidak dipotong seminggu.

Bumi sudah sangat tua bangka, 4,543 miliar tahun kata Google. Sedangkan jejak paling purba manusia dengan tubuh modern (Sapiens) hanya 200.000 tahun. Masa 200.000 tahun sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk bolak balik dari ujung sebelah sini ke ujung sebelah sana galaksi Bima Sakti. Seperti seorang komandan memeriksa barisan.

Galaksi ini cuma satu dari sekian miliar galaksi yang menampung miliaran bintang yang kita lihat di langit malam dan mungkin sudah punah. Ada miliaran ledakan supernova, ada miliaran kiamat di luar sana saban waktu. Dari perspektif kosmos, kiamat adalah fenomena biasa. Sementara kita hanya melihat kiriman cahaya dari seribu atau satu juta tahun yang lalu. Dan beberapa hal yang pernah dibocorkan oleh teleskop Hubble.

Karena ini para kosmolog selalu menyebut Tuhan sebagai sangat mubazir, dan sangat membuang-buang waktu. Bila kita fokus kepada manusia bumi, mengapa Tuhan butuh 13,5 miliar tahun untuk membuat manusia bisa bernafas lewat paru-paru. Justru di hamparan super debu kosmos yang kita sebut bumi. Sepotong keberuntungan yang sangat tidak signifikan dalam ketakhinggaan kosmos. Kosmolog Lawrence M. Krauss pun menuduh manusia sebagai insignificant.

Apapun itu, kita mulai saja membaca pengembaraan manusia, di ujung kuku yang tak terlihat tadi. Fajar peradaban dimulai oleh Masyarakat 1.0 (Hunter-gatherer Society), manusia berburu dan mengumpulkan cadangan makanan. Di era nomad ini, manusia hidup tanpa mengenal batas teritorial. Mereka berkarnaval dengan teknologi terdepan kala itu: kapak batu dan api. Mereka berwisata ke rimba-rimba yang terbakar dan mengunjungi galeri seni bergengsi berupa lukisan dan pahatan di dinding gua.

Matahari terbit bersamaan dengan bangkitnya Masyarakat 2.0 (Agrarian Society). Manusia mulai menetap, rumah menjadi penting dan tentu saja keluarga. Ada pembagian tugas, wanita menyusui anak-anak, memasak, menjaga biji-bijian, mengurus ternak, serta saling mencabuti kutu rambut. Kadang-kadang tidak ada pembagian tugas, semua pergi ke ladang pagi-pagi dan kembali petang. Petani Lithuania mulai mencangkul pukul tiga subuh, pria dan wanita.

Masyarakat 2.0 memulai revolusi pertanian sekaligus kognitif lewat bicara dan menulis. Di sini pula hukum Hamurrabi muncul. Manusia pemalas mencari akal, agar tak ke ladang susah-susah. Mereka membual tentang wakil dewa dewi di bumi, tentang siapa yang berhak menjadi raja dan memungut upeti. 

Siapa yang layak melecut cambuk, siapa yang pantas menjadi budak, lalu siapa pula tetua adat, dan siapa yang harus berperang. Kasta-kasta dibangun oleh para tukang bual, sekaligus pemalas yang licik. Era 2.0 juga melahirkan tuan-tuan tanah dengan cara yang busuk, Tuhan tidak menciptakan bumi untuk diaku-aku.

Era kognitif memang lahir di sistem 2.0, tapi hanya sebatas berbual dan membuat syair, atau mengasah tombak. Inovasi sangat lambat. Beberapa teknologi yang diusulkan oleh genius ditolak, tidak ditolak jika tujuannya untuk berperang.

Suatu hari William Lee ingin membebaskan bangsanya dari rutinitas merajut topi secara manual dan membosankan. Sayangnya alat pemintal otomatis bernama stocking frame itu ditepis tanpa ampun oleh Ratu Elizabeth I (1558 - 1603). "Kau terlalu ambisius, Master Lee. Coba bayangkan dampak yang ditimbulkan mesin buatanmu itu terhadap rakyatku yang hidup melarat. Mereka pasti makin sengsara sebab mesinmu itu jelas-jelas membuat mereka menganggur dan akhirnya menjadi peminta-minta".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun