Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bila Demikian, Sidang Sengketa Pilpres Hanyalah Entertainment

22 Juni 2019   11:53 Diperbarui: 22 Juni 2019   20:14 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi Sidang Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi. (F: Tirto)

 

Mata Indonesia sedang terunjam ke ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), siapa kemudian yang akan dimenangkan? Ruang sidang ini tidak semata menjadi lokus penelanjangan, tapi juga lokus dialektika para cendika hukum. Jika ada dialektika mestinya ada logika.

Saya mencoba membuka tulisan ini dengan mengambil kalimat penting dari tulisan Alan Woods and Ted Grant berjudul Formal Logic and Dialectics of Reason in Revolt (1995). Begini katanya, pemikiran abstrak yang sepihak, yang terwujud dalam logika formal, telah membawa kerugian besar bagi ilmu pengetahuan dengan mengucilkan dialektika. 

Padahal, hasil-hasil nyata yang telah dicapai ilmu pengetahuan telah menunjukkan bahwa, ujung-ujungnya, pemikiran dialektik jauh lebih dekat dengan proses nyata yang terjadi di alam dibandingkan abstraksi linear dari logika formal.

Penghadiran saksi ahli dalam ruang mahkamah mau tidak mau membuka dialektika hukum berdasarkan keilmuan karena hal tersebut adalah sesuatu yang inheren dan absolut pada dirinya. 

Sehingga saksi ahli tidak semata menjadi kuasa hukum tersamar yang meninggikan dalil - dalil parsial, mereka harus holistik untuk membuka ruang dialektik. 

Meskipun sintesis tidak mungkin (ingin) hadir secara eksplisit dan para hakim harus mampu menyerap semua dalil dan narasi ilmiah secara konklusif atau membuat simpulan.

Hal yang menyita atensi dalam sidang sengketa pilpres hari-hari ini adalah adanya asas yang berbunyi "barang siapa yang mendalilkan, maka dia harus membuktikan" atau dalam bahasa Latin dikenal sebagai actori incumbit probatio. Artinya beban pembuktian ada pada pemohon.

Deretan pertanyaan tentu akan muncul, bagaimana bila pemohon tidak cukup kuat menghadirkan pembuktian? Bagaimana bila pemohon tidak mendapatkan akses atau pihak termohon memblokade semua upaya pembuktian? 

Apakah Negara akan hadir guna memberikan jalan keadilan, ketika misalnya ia diduga justru menjadi instrumen kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif? Apakah ini tidak menjadi mirip seperti David melawan Goliath?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun