Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Api dalam Sekam Itu Bernama Piagam Jakarta

21 Mei 2018   09:50 Diperbarui: 14 Juli 2018   19:18 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau Prancis dapat menunjukkan Code Civil-nya yang menjadi kebanggaan mereka, Swiss dengan Zivil Gezetzbuc-nya yang terkenal, diikuti dengan RRC dan Filipina yang sudah punya Code Civil masing -masing, Indonesia belum juga dapat menunjukkan kepada tamu-tamu asingnya Kitab Undang-Undang Hukum Nasional, baik dalam bidang keperdataan maupun kepidanaan.

Sejak zaman Belanda, Hukum Islam sudah digempur melalui Teori Receipte. Dalam teori ini hukum Islam dipertentangkan dengan hukum Adat (yang dimaksud hukum artifisial ciptaan para sarjana Belanda). Teori ini digagas oleh tokoh orientalis Belanda Snouck Hurgronje - menyamar sebagai agamawan bernama Abdoel Gafar -  oleh intelektual Muslim Hazairin teori tersebut dikecam sebagai teori Iblis.

Perihal agama dan Negara terus menjadi Dikotomis. Tahun 1970, Nurcholis Madjid memunculkan pandangan bahwa dalam Islam, antara agama dan Negara adalah dua hal yang berbeda walaupun tidak terpisahkan. Setidaknya pandangan ini dapat menjadi jalan tengah bahwa substansi keislaman lebih penting ketimbang formalisasi teks-teks Islam.

Agus Muhammad Najib dalam tesisnya Pengembangan Metodologi Fikih Indonesia dan kontribusinya bagi pembentukan hukum nasional menyebut, pemikiran fikih Indonesia adalah jalan tengah di antara kelompok formal-tekstual dengan kelompok kultural-substansial. 

Kelompok terakhir menekankan bahwa yang lebih penting adalah penyerapan nilai-nilai Islam secara kultural daripada formalisasi teks. Sementara Najib menyebut, pemikiran fikih yang bersifat formal-kontekstual adalah jalan tengah atau moderat. Hal ini merupakan upaya untuk memformulasikan hukum Islam supaya dapat sesuai dengan konteks sosial kultural masyarakat Indonesia.

Titik pemikiran kita sebagai jalan tengah adalah dengan menyadari bahwa Indonesia bukan Arab apalagi Belanda. Meskipun di antara keduanya terdapat benang merah.  

Seperti kata Prof DR Busthanul Arifin, sebenarnya hukum Belanda sebagai asal hukum positif di Indonesia adalah juga berasal dari hukum Islam. Sistem hukum sipil (kontinental) jalur pengambilannya adalah dari khazanah hukum Islam Mesir, khususnya Iskandaria, dan sistem hukum Anglo Saxon dengan jalur pengambilannya dari Sicilia yang pernah dikuasai Islam.

Menurut Busthanul, penegakan hukum secara aplikatif berbeda dengan penegakan hukum sebagai komoditas politik yang terjerumus pada apologistik (membela iman) tanpa berupaya mewujudkan hukum lainnya yang ada di Indonesia. 

Selagi belum ada konsensus nasional tentang perumusan Hukum Nasional Indonesia, selama itu pula Piagam Jakarta akan menjadi api dalam sekam. Sekarang tinggal kita, pilih teks atau konteks?. ***

Muhammad Natsir Tahar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun