Mohon tunggu...
M. Nahrowi
M. Nahrowi Mohon Tunggu... Penulis | Pengamat Bisnis Digital | Konsultan

Suka berbagi catatan; Teknologi, Bisnis, Inovasi & Seni. Sembari minum kopi di warung internet.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Founder : Antara Petarung dan Dirigen

31 Agustus 2025   14:25 Diperbarui: 31 Agustus 2025   14:25 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(source visual content : M. Nahrowi)

Dalam perjalanan membangun bisnis, saya semakin percaya bahwa menjadi founder bukan sekadar soal menciptakan ide cemerlang. Lebih dari itu, seorang founder harus mampu memainkan dua peran sekaligus: petarung di medan perang dan dirigen dalam orkestra besar.

Petarung di Medan Perang

Ketika bisnis masih sebatas ide, founder adalah prajurit garis depan. Dialah yang turun langsung ke lapangan, berburu peluang, mendekati klien, memasarkan produk, bahkan mengirimkan barang pertama kali. Tidak ada kenyamanan di fase ini—yang ada hanyalah insting bertahan hidup.
Di titik ini, tidak ada jabatan CEO yang glamor. Hanya ada keringat, penolakan, dan segudang ketidakpastian. Founder harus siap terluka. Harus siap kehilangan waktu, tenaga, bahkan uang pribadi. Karena medan ini tidak bisa diwakilkan; ini adalah ujian mentalitas.

Namun, banyak founder yang gagal karena terlalu betah menjadi petarung. Mereka lupa, bahwa peran mereka tidak berhenti di sana. Mereka perlu punya kesadaran penuh, posisi itu sementara dan tujuan mereka bukan untuk menjadi petarung selamanya, ada moment dimana mereka harus menyiapkan momentum untu pindah ke fase berikutnya.

Dirigen dalam Orkestra

Ketika bisnis mulai menemukan jalannya, menentukan bentuknya, dan berhasil menjadikan ide tersebut menjadi sesuatu hal yang bisa kita sebut bisnis, founder harus berubah. Dari seorang petarung yang memegang pedang, ia harus menjadi dirigen yang memegang baton.
Orkestra bisnis tidak akan harmonis jika dirigen masih sibuk menabuh drum sendiri. Ia harus memimpin, bukan mengerjakan semuanya. Ia harus mengatur tempo, mengarahkan nada, dan memastikan setiap pemain memainkan instrumen sesuai partitur visi.
Di tahap ini, kemampuan terbesar bukan lagi otot kerja keras, tetapi seni mengelola manusia, mengatur strategi, dan menjaga visi tetap hidup di tengah godaan ekspansi yang membabi buta.

Dua Dunia yang Bertabrakan

Masalahnya, banyak founder gagal berpindah peran. Ada yang terlalu lama bertahan sebagai petarung hingga lupa mengatur tim. Ada pula yang terlalu cepat ingin menjadi dirigen, padahal pasukan di medan perang belum siap.
Peralihan ini sulit karena tidak ada tanda kapan harus berubah. Tidak ada alarm yang berbunyi. Founder harus peka membaca tanda: apakah bisnis sudah punya pondasi yang cukup kuat untuk ditinggalkan sejenak demi membangun orkestra? Ataukah ia harus tetap menghunus pedang karena perang belum selesai? disitulah alasan founder perlu terus belajar, melatih insting mereka dan menguji setiap waktu.

Pelajaran untuk Founder

Dalam ekosistem startup, kita sering mendengar cerita tentang founder yang hebat karena bisa memimpin tim besar. Tapi jarang yang bicara tentang luka-luka yang mereka dapat saat menjadi petarung.
Sebaliknya, kita juga melihat banyak pebisnis kecil yang gagal naik kelas karena tidak pernah belajar menjadi dirigen. Mereka terlalu nyaman bertarung sendiri.
Kebenarannya adalah: kedua peran ini wajib dijalani, dan keduanya sama pentingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun