Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

5 'Wah' Bagi Wajah Baru Kompasiana

12 Juni 2017   14:19 Diperbarui: 12 Juni 2017   16:26 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluistrasi: kompasiana.com

Wah, itu kata yang melompat begitu mengakses kompasiana. Wah, sebuah kata yang mewakili sekian macam perasaan yang bercampur baur menjadi satu dalam hati. Dan setelah menjelajahi, mencoba ragam kanal, mengamati tampilan, wah itu pada akhirnya benar-benar mewakili ragam rasa, umpama rasa gado-gado olahan Mbak Rina, di ujung gang jalan kampung saya.

Memang, dalam perasaan setiap orang, muatan atas kata wah bisa berbeda cita rasa dan tingkatnya, meski yang direspons satu bentuk saja adanya. Misalnya, ketika orang-orang mengunjugi kebun binatang, di tengah sekumpulan orang-orang itu terdapat sepasang kera yang sedang dilanda asmara. Jatuh cinta hingga terkentut-kentut. Dan mungkin tak ada yang menduka sama sekali, tiba-tiba sepasang kera itu melakukan perkawinan.

Wah, begitu sebagian pengunjung remaja sambil menutupi mulut dengan tangan-tangan mungil mereka. Lalu disusul dengan tawa cekikikan, entah geli, entah risih, entah ada rasa malu yang tiba-tiba menyusup dalam benak mereka.

Di sebelah, pengunjung yang rupanya sedang memadu cinta itu--karena kata Iwan Fals, Kebun Bintang itu lokasi ideal buat pacaran--tampak mengeratkan pegangan, jari jemari mereka saling meremas kencang. tatapan mereka saling berpadu dan sesekali menatap tajam ke arah kerah yang seakan menganut aliran eksibisionis sejati.

Tak lama, tampak perempuan berusis kira-kira 40-an tahun, tanpa gumam apapun menarik anaknya meninggalkan pemandangangan, yang mungkin menurutnya, tak pantas ditonton anaknya yang masih berusis 8 tahun. masih duduk di kelas 2 SD.

Mungkin juga, para kompasianer akan menggumam kata wah, dalam semangat dan nilai yang berbeda. Nah, kalau saya, wahnya itu ada beberapa ragam. Pertama, wah tampilan kompasiana memang sungguh segar, sungguh cantik, dengan tatanan yang relatif lebih, bisa menonjolkan konten tulisan dengan memuat paragraf pertama, atau dalam laporan jurnalistuik, menampilkan lead. Ini sungguh sangat berarti bagi para pembaca.

Kedua, wah, saat menekan menu mulai menulis, asyik juga, ada perubahan warna. Ini tentu sangat berarti meski dengan sedikit animasi perubahan warna tetapi cukup memberikan dorongan untuk melaukan menulis. Menyentuh cursor ke menu mulai menulis, menjadi seperti sebuah dialog, dan seaakn sebuah ajakan yang begitu intens dan pribadi.

Ketiga, wah menu tulisan terbaru hilang, tulisan pilihan hilang. Kini yang tampil di depan hanya yang menjadi headline halaman utama (beranda) dan menjadi haedline di setiap rubrik. Situasi ini tentu saja menghilangkan kesempatan tulisan bisa dibaca sejenak saat memasuki kanal tulisan terbaru. Dengan tampilan yang ada, tulisan-tulisan yang tak masuk headline dan pilihan akan langsung berakhir kandas hilang begitu saja, hanya terpampung di menu TERBARU di bagian navigasi.

Keempat, wah tampilan kompasiana yang baru di layar notebookku dengan 10.1" kok jadi nggak cukup. Tampilannya melebihi layar. Akibatnya, untuk melihatnya harus menggeser dulu ke kiri melalui panel bagian bawah.

Kelima, wah dashboard sungguh keren. Terutama saat melakukan insert gambar, sekarang menjadi sangat memudahkan, karena sudah langsung muncul gambar-gambar di galeri milik kita. kita hanya tinggal klik tanda + (plus) saat mau menambahkan gambar.

Wah, itulah cita rasa mengenai kata wah yang muncul tiba-tiba dalam benakku. Wah, kalau Anda sendiri bagaimana? Mari kita ramaikan wajah baru kampung kita, kampung menyemai semangat berbagai pengalaman, semangat menyemai keberagaman dan saling menghargai--Wah, kok malah jadi ceramah. he he he.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun