Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bagaimana Mendeteksi Depresi Lebih Dini?

18 April 2020   19:00 Diperbarui: 18 April 2020   22:07 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi depresi (Sumber: www.nursingrepository.org)

Kita semua tentu tahu, bagaimana kita semua sedang mengalami masa yang sulit karena sedang menghadapi wabah global Covid-19. 

Kita juga tahu, dalam situasi ini kita harus lebih berhati-hati dengan kesehatan mental kita. Padahal di waktu yang sama kita harus juga menjaga agar tidak tertular atau menjadi beban bagi orang lain, seperti dokter dan tenaga medis.

Berkaitan dengan itu, saya ingin mengangkat topik depresi yang kadang muncul dalam percakapan sehari-hari, namun mungkin tak banyak yang memiliki perhatian serius terhadap apa arti kata depresi. Sehingga mungkin kebanyakan orang tidak bisa menyadari bahwa ia sedang mengalami depresi.

Banyak orang yang meyakini, bahwa dirinya tidak mungkin mengalami depresi, karena berbagai hal. Misalnya agama yang dianutnya mengajarkan untuk berserah diri pada Tuhan, sehingga itu membuat orang percaya bahwa dirinya menjadi lebih tahan terhadap tekanan hidup. Atau orang bisa merasa kuat, karena dalam tradisi keluarganya tak dikenal adanya anggota keluarga yang mengalami depresi.

Namun mungkin ada baiknya kita melihat penjelasan yang diberikan para ahli tentang depresi. Jika kita mengetahui depresi lebih awal, kita tentu dapat melakukan antisipasi yang tepat agar depresi tidak mempengaruhi perilaku kita atau perjalanan hidup kita selanjutnya, bahkan kesehatan tubuh kita.

Berikut di bawah ini adalah angka-angka dari website WHO sebelum adanya COVID-19:

  1. Depresi menyebabkan kerugian sebesar 1 triliun dolar per tahun secara global, karena depresi mengurangi produktivitas dan gangguan kesehatan.
  2. Dari seluruh anggaran kesehatan, kebanyakan pemerintah di berbagai negara hanya mengalokasikan 3% saja untuk kesehatan mental masyarakatnya.
  3. 300 juta orang di seluruh dunia menderita depresi. Depresi merusak kesehatan, produktivitas, dan relationships.
  4. Setiap 1 dolar yang dikeluarkan pemerintah sebuah negeri untuk menangani depresi di masyarakat akan menghasilkan 4 dolar, karena kesehatan dan kemampuan bekerja masyarakat yang membaik. Pemerintah pun menghemat uang dalam penyelenggaraan layanan kesehatan dan kesejahteraan.
  5. Meski depresi bisa diobati dengan relatif mudah, namun di banyak negara, hanya 10% penderita depresi yang ditangani dengan baik. Penyebabnya antara lain, pengetahuan kesehatan yang rendah, dan stigma sosial pada penderita mental disorder ini.
  6. Penderita depresi bisa saja tetap bekerja atau belajar di sekolah, dan bahkan melakukan aktivitas sosial lainnya, namun dengan kualitas yang terbatas.
  7. Depresi meningkatkan risiko terkena diabetes dan sakit jantung. Namun diabetes dan sakit jantung juga meningkatkan risiko terkena depresi.

Menurut berbagai penelitian, depresi menurunkan fungsi otak secara signifikan. Salah satu yang paling merugikan adalah kecerdasan menjadi menurun. 

Begitu juga kreativitas, inovasi, juga kemampuan memecahkan masalah. Depresi yang terlalu lama akan mempengaruhi pencapaian-pencapaian dalam kualitas kerja atau hidup secara keseluruhan. 

Depresi ringan sekalipun bisa mempengaruhi kualitas hubungan kita dengan orang-orang yang kita kenal dekat atau dalam lingkungan kerja, bahkan juga dalam masyarakat yang lebih umum.

Menurut penelitian neuroscience, depresi didefinisikan sebagai sebuah kondisi di otak saat ada ketidakseimbangan senyawa kimiawi tertentu. 

Munculnya hormon cortisol yang terlalu banyak dan terlalu lama disebut sebagai tanda yang menonjol pada mereka yang sedang mengalami depresi. Juga kurangnya senyawa kimiawi serontonin disebut paling bertanggung jawab dalam munculnya gejala depresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun