Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Jokowi Mencari Menteri

23 Oktober 2014   23:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:57 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak mudah bagi Presiden Jokowi mencari tiga puluhan orang yang akan dijadikan menteri. Apalagi jika menteri itu harus bisa langsung bekerja,  bukannya belajar bekerja menjadi menteri. Apalagi menteri itu harus mampu dekat dan tidak berjarak dengan rakyat. Apalagi setiap menteri itu harus bisa merealisasikan ajaran Trisakti yang terkait dengan tugas-tugas kementerian yang mereka pimpin.

Kita bisa belajar dari KIB I dan II. Dari 34 menteri yang diangkat oleh SBY,  hampir semuanya tidak memperlihatkan performance dan kinerja yang bagus. Prestasi kerja mereka biasa-biasa saja,  tidak ada terobosan yang berarti. Banyak menteri yang terjebak dan disibukkan oleh berbagai urusan rutin kementerian, yang tidak memberikan manfaat apa-apa bagi rakyat.

Selain itu banyak menteri yang merasa berhasil karena kementeriannya mendapatkan proyek-proyek besar. Setiap kementerian berlomba menggarap proyek-proyek besar dengan tujuan mendapatkan anggaran besar pula. Tapi proyek-proyek besar itu tidak memberikan manfaat kepada rakyat, yang sebanding dengan uang negara yang dihabiskan.

Misalnya, kemendagri merasa telah sukses besar dengan proyek e-KTP senilai Rp 6 triliun. Sebanyak 180 juta rakyat telah mempunyai e-KTP yang di dalamnya ada data nomor kepen-dudukan secara nasional. Tapi bagi rakyat,  e-KTP tidak memberikan tambahan manfaat apa-apa, selain hanya disibukkan oleh urusan pembuatan e-KTP. Terbukti pula,  e-KTP tidak cukup efektif menjadi instrumen bagi penetapan pemilih tetap dalam Pemilu 2014.

Banyak menteri yang memaknai jabatan dengan kekuasaan dan fasilitas kerja yang termasuk kategori VVIP. Banyak pula yang melihat terbuka peluang untuk memperkaya diri sendiri. Misalnya menpora,  menag,  menesdm  yang telah menjadi terpidana dan tersangka kasus korupsi.

Banyak menteri yang sudah cukup nyaman dengan jabatan sebagai pejabat negara,  tetapi lupa dengan tugas-tugas kementeriannya yang seharusnya memberikan solusi bagi masalah-masalah rakyat banyak. Misalnya  Menkop dan UKM yang sama sekali tidak memberikan solusi bagi terpuruknya koperasi dan UMK. Misalnya menakertrans yang tidak jelas hasil kerjanya karena kelihatannya lebih sibuk mengurus partai,  tetapi selama puluhan tahun nasib buruk para TKI tidak pernah berubah.  Misalnya mentan,  menprin, menkp, menkominfo,  menpera, menhut dan lain-lainnya yang tidak jelas kontribusi dan hasil kerjanya bagi peningkatan kemakmuran rakyat sesuai bidang tugas setiap kementerian.

Jadi, jelaslah sangat sulit bagi Presiden Jokowi memilih menteri. Sewaktu menjabat Gubernur Jakarta,  Jokowi sudah merasakan sulitnya mencari penjabat dari kalangan birokrat yang memiliki kapabilitas yang diinginkannya. Kebanyakan birokrat di DKI hanyalah birokrat yang terbiasa bekerja dalam iklim kerja ABS dan budaya KKN yang sangat kental.

Dicari Menteri yang Out of Box

Yang pasti, Presiden  Jokowi memerlukan menteri yang memiliki keberanian melakukan langkah terobosan. Para menteri berani mengambil langkah-langkah dan kebijakan yang tidak biasa, yang bersifat out of box. Jika sang menteri bekerja hanya sekadar mengikuti sistem yang sudah berjalan selama puluhan tahun di kementeriannya,  maka kita tidak bisa berharap terlalu banyak kepada sang menteri.

Sebagai contoh,  Dahlan Iskan adalah menteri yang dinilai memiliki kinerja baik di KIB II. Pada minggu pertama setelah diangkat menjadi menteri BUMN, melakukan langkah terobosan menghapus 15 kewenangan menteri agar BUMN-BUMN dapat lebih leluasa melakukan aksi korporasi, tanpa harus direcoki oleh berbagai ketentuan yang menghambat. Hasilnya adalah karya-karya BUMN yang terlihat nyata dan dapat dirasakan masyarakat.

Selain itu,  para menteri yang dipilih haruslah mampu mengatasi para birokrat di kementerian masing-masing.  Di setiap kementerian ada banyak birokrat eselon satu sampai eselon lima. Menteri biasanya bekerja dengan birokrat eselon satu,  yaitu sekjen,  dirjen, atau sekmen dan deputi menteri. Mereka sudah berpengalaman puluhan tahun dengan sistem kerja di kementerian. Mereka kelihatan lebih pintar dan ahli dibandingkan dengan menteri yang baru.

Pada KIB I dan II,  sepertinya banyak menteri yang berhasil ditaklukkan oleh birokrat, sehingga mereka menjadi penari  yang bergoyang mengikuti irama gendang yang dimainkan para birokrat. Pada hal budaya kerja para birokrat adalah kemapanan dan pelayanan masyarakat yang buruk. Caranya antara lain memperpanjang proses birokrasi dalam urusan perizinan. Jika menteri tidak mampu mengatasi para birokrat di kementeriannya,  maka dapat dipastikan tidak ada perubahan signifikan yang terjadi.

Budaya lain birokrasi adalah korupsi. Para birokrat sudah sangat ahli dalam menggelembungkan biaya proyek. Oleh sebab itu, jika tidak hati-hati dan waspada,  seorang menteri bisa terjerat kasus korupsi dan masuk bui. Karenanya kita kasihan kepada Andi Mallarangeng yang muda,  pintar dan baik hati. Ia terseret dalam permainan korupsi yang disusun oleh Sekmen dan birokrat lainnya di kemenpora,  sehingga ia harus mendekam di dalam penjara. Akibatnya berbagai proyek pembangunan sarana olah raga sarat korupsi,  seperti wisma atlit dan proyek Hambalang amblas bersama dengan ratusan milyar uang negara.

Oleh sebab itu, kita harus memberikan waktu yang lebih panjang kepada Presiden Jokowi dalam memilih menteri-menterinya. Masih ada sebelas hari lagi bagi Jokowi untuk memilih menteri, sesuai undang-undang. Jangan paksa Presiden Jokowi menetapan para menterinya hari ini juga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun