Dengan logika ini, negara tetap menjaga standar nasional, mengawasi, dan mendanai sebagian, sementara pihak lain ikut membiayai dan ikut menjalankan bagian.
a. CSR & Perusahaan
Banyak perusahaan telah menjalankan program CSR terkait gizi atau pendidikan. Sebuah grup perusahaan swasta, misalnya, meluncurkan MBG berbasis CSR di 13 kota melalui uji coba di 31 sekolah. Program ini melibatkan UMKM sebagai pemasok makanan dan memicu efek pengganda ekonomi: UMKM yang ikut mengalami peningkatan pendapatan rata-rata 33,7 % dari skema ini. Â Garuda Indonesia Group melalui anak usahanya meluncurkan program makan bergizi gratis untuk sekolah dasar di Tangerang dalam kolaborasi dengan CSR perusahaan.
Itulah contoh bahwa sektor swasta bisa ikut menanggung beban, tidak sebagai traktiran sesaat, tetapi sebagai bagian dari strategi keberlanjutan sosial.Â
Anda yang bersekolah dasar di tahun 70-80 an mungkin masih ingat program minum susu dan makan bubur kacang hijau gratis di sekolah dulu? Sangat efektif, jauh dari isu keracunan!
 Â
b. Koperasi & UMKM Lokal
Jika MBG dapat melibatkan koperasi siswa atau koperasi desa sebagai penyedia bahan (sayur, telur, ikan lokal, hasil tani), maka biaya logistik dan margin rantai panjang bisa dipangkas. UMKM lokal tak hanya mendapat pasar tetap, tetapi turut berkontribusi pada gizi anak-anak daerah mereka sendiri.
Model semacam ini mempersempit celah bagi penyimpangan karena rantai pasok lebih pendek dan dikenal masyarakat setempat.
c. Ormas & Organisasi Komunitas
Ormas memiliki jaringan akar rumput, kepercayaan masyarakat, dan mobilisasi sosial. Bila diberi ruang untuk menjalankan MBG sebagai bagian dari program sosial mereka, beberapa manfaat bisa diraih: