Catatan Perjalanan:
Sore Ceria di Tugu Bekantan -- Menyatu dengan Festival Sungai Martapura
Sore itu, langit Banjarmasin memantulkan warna keemasan di atas Sungai Martapura. Angin berhembus lembut membawa aroma air dan suara riuh yang datang dari arah Tugu Bekantan --- ikon kota yang berdiri gagah di tepi sungai, seolah menjadi penjaga abadi kehidupan warga Banjar. Kami sengaja datang lebih awal, karena kabarnya malam ini akan digelar Festival Sungai Martapura dan Batik Sasirangan, lengkap dengan bazar kuliner dan panggung hiburan.
Begitu sampai di kawasan tugu, suasana langsung terasa hidup. Jalanan di sepanjang sungai penuh dengan stand warna-warni --- ada yang menjual batik sasirangan dengan corak khas sungai, ada juga yang menawarkan aneka kuliner Banjar: soto Banjar, amparan tatak, wadai cincin, hingga sate ayam dengan sambal habang. Semuanya menggoda, tapi kami menahan diri dulu --- ingin menikmati suasana sebelum perut penuh.
Di tengah hiruk pikuk itu, Tugu Bekantan berdiri gagah. Patung besar berbentuk bekantan (Nasalis larvatus) --- hewan endemik Kalimantan --- menjadi daya tarik utama. Tingginya menjulang sekitar enam meter, dengan tangan terangkat seolah menyapa siapa pun yang datang ke tepi sungai. Kami tak melewatkan momen itu: berfoto di bawah tugu Bekantan, dengan latar matahari sore dan riuhnya festival.
Anak-anak berlarian di sekitar taman, para pengunjung asyik berfoto, sementara dari panggung utama terdengar musik panting dan lagu-lagu Banjar yang lembut tapi bersemangat. Sungai Martapura di depan tugu terlihat berkilau --- perahu-perahu kecil melintas, membawa wisatawan yang ingin menyaksikan festival dari atas air.
Kami berjalan menyusuri deretan stand kuliner. Di satu titik, aroma iwak haruan bakar membuat langkah kami berhenti. Kami memesan seporsi, lalu duduk di pinggir sungai sambil menikmati hidangan. Dari kejauhan, tugu Bekantan tampak semakin megah diterpa cahaya lampu-lampu hias yang mulai menyala seiring senja turun.
Di sisi lain, panggung utama mulai ramai. Tarian tradisional Banjar dibawakan dengan luwes, sementara pengrajin batik menampilkan cara membuat sasirangan --- motif batik khas Kalimantan Selatan yang dibuat dengan teknik ikat celup. Coraknya beragam, dari ombak sungai, daun kasturi, hingga motif naga balimbur yang melambangkan semangat dan kekuatan.
Malam semakin meriah. Dentuman musik modern berpadu dengan lantunan panting, menciptakan harmoni yang unik --- antara tradisi dan kekinian. Di sela itu, saya menatap Tugu Bekantan yang kini diterangi cahaya warna-warni. Ia tampak hidup, seperti ikut tersenyum bersama orang-orang di sekitarnya.