Vredeburg dan Jum`at yang Terlewat: Sejarah yang Menyita Waktu

Kompasianer, Jogja memang punya cara sendiri buat bikin kita lupa waktu. Hari itu, saya melangkah ke Museum Benteng Vredeburg, bangunan kolonial yang berdiri gagah di ujung Malioboro. Dari luar, tampak seperti benteng biasa. Tapi begitu masuk, rasanya seperti ditarik ke lorong waktu.

Di dalamnya, sejarah Indonesia dipajang dengan rapi dan hidup. Diorama-diorama perjuangan, arsip, dan benda-benda peninggalan masa kolonial bikin saya larut dalam cerita bangsa. Dari masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga kemerdekaan, semuanya tersaji seperti film yang diputar pelan-pelan di kepala.

"Ikutan di antara meriam./Koleksi: Misbah Moerad."

Saking larutnya, saya sampai lupa satu hal penting: hari itu Jumat. Dan saya kelewatan waktu salat Jumat. Bukan karena sengaja, tapi karena benar-benar lupa hari. Jogja bikin waktu jadi cair, dan Vredeburg bikin pikiran penuh dengan refleksi sejarah. Rasanya seperti diajak ngobrol sama masa lalu, dan saya terlalu tenggelam dalam percakapan itu.

Ada rasa bersalah, tentu. Tapi juga ada rasa syukur, karena saya diingatkan bahwa sejarah bukan cuma tentang masa lalu, tapi juga tentang bagaimana kita hidup hari ini. Dan kadang, lupa hari bisa jadi pengingat bahwa kita masih manusia---yang bisa khilaf, bisa terlarut, tapi juga bisa kembali.

"Didepan pintu masuk./Koleksi: Misbah Moerad."

Keluar dari museum, saya duduk sebentar di pelataran, melihat orang lalu-lalang di Malioboro. Jogja tetap hidup, tetap ramai, tapi di dalam hati saya, hari itu terasa sunyi. Sunyi yang mengingatkan, dan sunyi yang menyentuh. Kami berjalan menuju Masjid untuk sholat Zuhur.