Namun lambat laun, semangat itu berubah menjadi obsesi. Ia mulai menghitung setiap pengeluaran secara ekstrem, menolak hampir semua ajakan nongkrong dengan alasan "hemat", bahkan sampai enggan membeli kebutuhan yang sebenarnya penting.Â
Hidup hemat yang awalnya menyenangkan berubah menjadi tekanan psikologis. Ia merasa bersalah setiap kali mengeluarkan uang, seakan-akan sedikit pengeluaran saja sudah termasuk boros.
Pengalaman ini mencerminkan dilema banyak orang. Frugal living memang bisa membantu seseorang lebih bijak mengatur uang, tetapi ketika dipahami secara sempit hanya sebagai "mengurangi pengeluaran", ia bisa menjelma menjadi gaya hidup yang membatasi diri berlebihan.
Hemat vs Pelit: Garis Tipis yang Sering Terlewati
Dalam praktik sehari-hari, ada garis tipis yang memisahkan antara hemat dan pelit.Â
Hemat berarti bijak dalam menggunakan uang, menempatkan pengeluaran sesuai kebutuhan, dan memikirkan manfaat jangka panjang.Â
Sedangkan pelit lebih pada enggan mengeluarkan uang meski untuk sesuatu yang berguna atau bahkan penting.
Sayangnya, banyak orang yang bersembunyi di balik label frugal living padahal sebenarnya sedang melatih sifat pelit.Â
Misalnya, menolak mentraktir teman padahal mampu, atau selalu mencari cara gratisan meskipun kualitas yang didapat jauh lebih rendah.Â
Contoh kecilnya adalah seseorang yang lebih memilih naik kendaraan umum berjam-jam meskipun sebenarnya ia harus sampai tepat waktu untuk wawancara kerja.Â
Dalam kasus itu, "hemat ongkos" justru bisa merugikan masa depan karena ia kehilangan kesempatan.
Perbedaan inilah yang harus dipahami sejak awal. Hidup hemat tidak berarti menolak semua pengeluaran.Â