Dalam dunia yang serba cepat, penuh tekanan, dan tak jarang membuat kita merasa cemas terhadap masa depan, muncul satu gaya hidup yang mengajak kita untuk menekan tombol "pause", menarik napas panjang, dan sekadar menikmati hal-hal kecil di sekitar.Â
Gaya hidup ini bernama Hygge---konsep dari Denmark yang perlahan mulai mendunia, dan sangat cocok untuk generasi muda yang sering diliputi overthinking, burnout, dan kekhawatiran akan hal-hal yang belum tentu terjadi.
Apa Itu Hygge?
Hygge (dibaca: hoo-ga) adalah konsep hidup asal Denmark yang sulit diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia.Â
Namun secara umum, Hygge merujuk pada suasana hangat, nyaman, tenteram, dan perasaan bahagia yang muncul saat kita merasa aman dan rileks, baik sendiri maupun bersama orang-orang terdekat.Â
Hygge bukan soal kemewahan atau glamor, melainkan tentang kesederhanaan yang membahagiakan---seperti menyeruput teh hangat saat hujan turun, membaca buku sambil berselimut, atau makan malam sederhana bersama sahabat dekat.
Bagi generasi Z yang hidup dalam era serba cepat dan kompetitif, konsep Hygge bisa menjadi pelarian yang menenangkan.Â
Di tengah tekanan untuk sukses muda, tampil keren di media sosial, hingga ekspektasi hidup "harus segera jadi sesuatu", Hygge mengajak kita untuk berhenti sejenak dan menyadari bahwa hidup tidak selalu tentang pencapaian besar.Â
Terkadang, hal-hal kecil seperti cahaya lilin, obrolan ringan, atau makanan rumahan yang hangat justru yang membuat hidup terasa lebih hidup.
Menikmati Makanan yang Menenangkan
Salah satu cara paling sederhana untuk menerapkan gaya hidup Hygge adalah melalui makanan. Bukan makanan mahal di restoran bintang lima, melainkan makanan yang bisa memberikan rasa nyaman secara fisik dan emosional.Â
Dalam praktiknya, masyarakat Denmark sangat menghargai masakan rumahan---makanan yang dimasak sendiri atau dinikmati bersama keluarga, yang mengingatkan pada kenangan, rasa aman, dan kebersamaan.